Rabu, 29 Mei 2019

Doa khitbah

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَقْدِرُ وَلآ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلآ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ فَإِنْ رَأَيْتَ لِيْ فِيْ (…….) خَيْرًا فِى دِيْنِيْ وَآخِرَتِيْ فَاقْدِرْهَا لِيْ

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Men-takdir-kan, dan bukanlah aku yang men-takdir-kan. Dan (Engkau) Maha Mengetahui apa yang tidak kuketahui. Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib. Maka jika Engkau melihat kebaikan antara diriku dan (….. [sebutkan nama calon pasangan bin/binti ayahnya]) untuk agama dan akhiratku, maka takdirkanlah aku bersamanya.”

Senin, 27 Mei 2019

Fenomena Imunoglobulin

Kekebalan tubuh (imunitas) adalah suatu zat yang ada didalam tubuh kita sendiri. Alamiahnya biasa disebut antibody. Imun ini berasal dari fungsi organ kita yang lambat laun akan berfungsi sempurna, namun ada masa produksi aktifnya (sesuai pertumbuhan umur). Umumnya pertumbuhan imun ini mencapai klimaksnya pada kisaran usia 35-45 tahun. Setelah itu terjadi degradasi imunitas. Pada umur diatas mulai banyak bermunculan penyakit yang biasanya tidak muncul pada usia produktif. Imunitas ini selayaknya sudah diatur oleh allah swt secara detail, kita tinggal memahami, memaknai dan menjalankan apa yang telah diamanahkan kepada badan kita.

Imunitas ini terdiri dari 5 jenis, yaitu : IgG, IgM, IgE, IgA, IgD. Berikut deskripsinya :

1. Imunoglobulin A (IgA), yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada selaput lendir, terutama lapisan saluran pernapasan dan saluran pencernaan, serta dalam air liur dan air mata. IgA adalah immunoglobulin paling banyak jumlahnya dalam tubuh, sekitar 75% dari jumlah immunoglobulin didalam tubuh.2. Immunoglobulin G (IgG).  Jenis antibodi yang paling melimpah, ditemukan di semua cairan tubuh dan melindungi terhadap infeksi bakteri dan virus. IgG merupakan 75% dari serumimmunoglobulin pada manusia. IgG biasanya ditemukan pada ASI pertama kali keluar. IgG dapat menangkal bakteri pathogen misal : virus, bakteri dan jamur.

3. Imunoglobulin D (IgD), yang ada dalam jumlah menit dalam darah, adalah antibodi paling sedikit dipahami. Baru-baru ini, IgD ditemukan untuk mengikat basofil dan sel mast dan mengaktifkan sel-sel untuk menghasilkan faktor antimikroba untuk berpartisipasi dalam pertahanan kekebalan tubuh (pernafasan) pada manusia

4. Imunoglobulin E (IgE), yang berhubungan terutama dengan reaksi alergi (ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap antigen lingkungan seperti serbuk sari atau bulu hewan peliharaan).  Hal ini ditemukan di paru-paru, kulit, dan selaput lendir.

5. Imunoglobulin M (IgM), yang ditemukan terutama dalam cairan darah dan getah bening, adalah yang pertama harus dibuat oleh tubuh untuk melawan infeksi baru. IgM terutama bertanggung jawab untuk penggumpalan (aglutinasi) dari sel darah merah.

Selasa, 07 Mei 2019

Kajian Tematik | Serial Bulan Ramadhan 1

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 01 Ramadhan 1440H / 06 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Mengapa Ramadhan Terasa Biasa
〰〰〰〰〰〰〰
MENGAPA RAMADHĀN TERASA BIASA

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulillāh, Allāh Subhānahu wa Ta'āla masih memberikan kesempatan kepada kita, untuk bertemu dengan bulan Ramadhān.

Akan tetapi mengapa ketika bulan Ramadhān tiba, kita tetap merasa biasa, seakan-akan tidak ada sensasi di dalam diri kita untuk mempersembahkan ibadah terbaik kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla?

Kenapa hal tersebut bisa terjadi?

Ternyata, ketika kita sudah sering bersinggungan dengan suatu hal maka sensitifitas kita (kepekaan kita) terhadap hal tersebut akan menurun.

Sebagai contoh:

Ketika kita melewati TPS (Tempat Pembuangan Sampah) pasti kita akan mencium bau yang sangat tidak sedap, bahkan tidak sedikit yang ingin muntah karena baunya.

Kenapa?

Karena kita belum terbiasa.

Akan tetapi para tukang sampah, para pengangkut sampah, mengapa mereka bisa menahan bau yang sangat tidak sedap tersebut?

Mengapa?

Karena mereka sudah terbiasa.

Begitu pula dengan seorang yang baru pertama kali melihat Ka'bah, bisa dipastikan orang tersebut akan meneteskan air mata harunya, akan tetapi ketika kita melihat orang yang berkali-kali melihat Ka'bah seakan-akan sudah tidak ada rasa haru lagi, sudah tidak ada tangisan dan air mata lagi.

Dan hal tersebut pernah dikatakan oleh sebagian ulamā.

Ternyata:

كثرة المساس تميت الإحساس

"Seringnya interaksi (bersinggungan) akan mematikan sensitifitas."

Hal seperti ini sangat berbahaya jika terjadi dengan bulan Ramadhān.

√ Sangat berbahaya ketika kita sudah menganggap Ramadhān biasa saja.

√ Sangat berbahaya jika sensitifitas kita dalam menyambut Ramadhān telah tiada.

Mungkin, karena di antara kita ini adalah Ramadhān yang kelima belasnya. Mungkin ini Ramadhān yang kedua puluh, tiga puluh, empat puluh bahkan ini adalah Ramadhān yang lebih dari itu semua.

Hal ini berbahaya karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bersabda:

"Celaka seseorang!"

Coba kita renungkan.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah manusia mulia. Beliau manusia yang sangat penyantun, Beliau adalah manusia yang sangat berkasih sayang. Bahkan saat disakiti oleh kaumnya Beliau hanya mengatakan, "Yā Allāh, ampunilah kaumku, karena mereka tidak tahu."

Seorang Nabi yang sangat penyantun itu sekarang mengatakan, "Celaka seseorang itu!"

Ini menunjukkkan sangat keterlaluannya perbuatan orang itu.

Apa yang dilakukan orang ini, sehingga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sangat keras sekali dengannya?

Orang itu adalah:

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
 
"Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhān kemudian Ramadhān berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni."

Oleh karena itu, salah satu resep agar Ramadhān menjadi berarti, agar kita giat (bersemangat)  beribadah pada bulan yang penuh berkah ini (Ramadhān), salah satu caranya adalah dengan menanamkan doktrin dalam diri kita.

Apa doktrinnya?

Katakan dalam diri kita:

"Ini adalah Ramadhān terakhir kita"

Jangan pernah kita menyangka umur kita masih panjang, karena ada orang yang tidak sakit tiba-tiba tiada dan ada orang yang sudah sakit bertahun-tahun lamanya namun sampai sekarang masih bisa menghirup udara.

Tidak ada yang bisa menjamin umur seseorang. Dengan doktrin (menanamkan dalam diri kita) bahwa ini adalah Ramadhān terakhir kita, In syā Allāh, kita akan bisa mempersembahkan ibadah terbaik pada bulan yang mulia ini.

Dalam rangka mencari bekal mengharap ridhā Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bakar bin Abdillāh Al Muzzanīy rahimahullāh berkata:

إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَنْفَعَكَ صَلَاتُكَ فَقُلْ : لَعَلِّي لَا أُصَلِّي غَيْرَهَا

"Jikalau engkau ingin, shalātmu memberikan manfaat kepadamu, maka katakanlah (ketika shalāt itu), mungkin ini adalah shalāt terakhirku."

Jika menanamkan prasangka ini adalah shalāt yang terakhir, membuat shalāt kita lebih baik sebagaimana perkataan Bakar bin Abdillāh Al Muzzanīy rahimahullāh tadi, maka puasapun demikian.

Dengan menanamkan prasangka atau doktrin bahwa ini adalah "Ramadhān terakhir kita," insyāAllāh  kita akan bisa menjadikan Ramadhān kita menjadi Ramadhān yang penuh arti.

Semoga bermanfaat dan semoga Ramadhān ini menjadi Ramadhān terbaik sepanjang sejarah kehidupan kita.

Walaupun Ramadhān sudah sering menghampiri kita, semoga kita masih bisa bersemangat untuk mempersembahkan yang terbaik yang kita mampu.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishshawāb.

وصلى الله على نبينا محمد
~~~~~~~~~~~~~~~~
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 02 Ramadhan 1440H / 07 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Ramadhān Bulan Istimewa (Bagian 1)
〰〰〰〰〰〰〰
RAMADHĀN BULAN ISTIMEWA (BAGIAN 01)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulillāh, hari ini kita masih bisa menghirup udara pada bulan yang mulia ini,  bulan yang istimewa.

Jika ada yang bertanya, kenapa bulan Ramadhān bulan istimewa?

Bulan Ramadhān adalah bulan istimewa karena bulan ini (Ramadhān) bulan diturunkannya Al Qurān. Allāh pilih bulan ini menjadi bulan diturunkannya Al Qurān.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ

"Bulan Ramadhān adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qurān." (QS. Al Baqarah: 185)

Kita bayangkan dalam urusan dunia ini (misalnya) hari kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus, hari dimana pertama kali bangsa kita memperoleh kemerdekaannya, pasti kita melihat bagaimana antusiasnya warga negara kita dalam menyambutnya, padahal ini hanyalah kebebasan dari penjajah.

Lalu bagaimana jadinya jika itu adalah hari pertama kebebasan manusia dari kebodohan?

Kebebasan manusia dari kebodohan, yang akan menyelamatkan manusia dari api yang menyala-nyala (neraka) karena Al Qurān adalah petunjuk bagi manusia.

Tentu bulan awal turunkan Al Qurān menjadi bulan yang mulia dan istimewa.

Kemudian, mengapa bulan Ramadhān menjadi bulan yang istimewa?

Karenal puasa difardhukan, puasa diwajibkan untuk dilakukan sebulan penuh pada bulan ini.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

"Barangsiapa di antara kamu yang menyaksikan bulan tersebut (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa." (QS. Al Baqarah: 185)

Bulan Ramadhān merupakan bulan yang istimewa, karena pada bulan ini Allāh mewajibkan kita untuk berpuasa selama satu bulan penuh, yang mana puasa merupakan salah satu dari rukun Islām yang lima.

Kemudian mengapa bulan Ramadhān menjadi bulan yang istimewa?

Karena pada bulan ini, Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan sayembara.

Apa sayembaranya?

"Barangsiapa yang bisa menemukan satu malam yang bernama Lailatul Qadr maka ia telah beribadah yang mana ibadah tersebut lebih baik daripada 1000 bulan."

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ

"Malam lailatul qadr (kemuliaan) itu lebih baik daripada seribu bulan." (QS Al Qadr: 3)

Jika ada seorang bos berkata, "Siapa yang mau bekerja semalam penuh pada akhir bulan ini, maka ia akan mendapatkan gaji 1000 bulan."

Misalnya:

Seorang karyawan dengan gaji 1 bulan satu juta maka dengan bekerja 10 hari dia mendapatkan 1 Milyar rupiah, tentu ini adalah moment yang sangat berkesan bagi para karyawan.

Pada bulan Ramadhān di sepuluh malam terakhir nanti akan ada suatu malam rahasia yang mana nilai ibadahnya akan dilipat gandakan hingga 1000 bulan lebih baik dan lebih banyak dari 1000 bulan (sekitar 360 ribu hari atau sekitar 83 sekian tahun) ini menunjukkan kemuliaan dan keistimewaan bulan Ramadhān.

Kemudian di antara  yang menyebabkan bulan Ramadhān adalah bulan yang istimewa adalah pada setiap malam pada bulan Ramadhān Allāh membebaskan orang-orang dari Neraka.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

ﻭَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻋُﺘَﻘَﺎﺀُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ، ﻭَ ﺫَﻟِﻚَ ﻛُﻞَّ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ

"Dan Allāh memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka, yang demikian itu terjadi pada setiap malam (bulan Ramadhān)." (Hadīts hasan riwayat At-Tirmidzī lihat Al Misykat nomor 1960)

Inilah di antara beberapa sebab yang menjadikan bulan Ramadhān adalah bulan yang istimewa.

Semoga bermanfaat, in syā Allāh kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishshawāb

وصلى الله على نبينا محمد
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 03 Ramadhan 1440H / 08 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Ramadhān Bulan Istimewa (Bagian 2)
〰〰〰〰〰〰〰
RAMADHĀN BULAN ISTIMEWA (BAGIAN 2)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulillāh, kita masih diberikan kesempatan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk memperbanyak amal ibadah di bulan yang mulia ini.

Pada kesempatan ini kita lanjutkan pembahasan, "Mengapa bulan Ramadhān adalah bulan istimewa?"

Bulan Ramadhān menjadi bulan istimewa selain karena sebab yang telah disebutkan pada pertemuan yang telah lalu, keistimewaan yang lainnya adalah:

Bulan Ramadhān menjadi istimewa karena pada bulan ini (Ramadhān) pintu-pintu surga dibuka lebar-lebar oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sehingga tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Begitu juga pintu-pintu neraka ditutup rapat-rapat oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla hingga tidak ada satu pintu pun yang terbuka.

Dan pada bulan Ramadhān syaithān-syaithān yang jahat dibelenggu oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ. وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَ ذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

Apabila datang awal malam dari bulan Ramadhān, syaithān-syaithān dan jinn-jinn yang sangat jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup tidak ada satu pintupun yang terbuka, sedangkan pintu-pintu surga dibuka tidak ada satu pintupun yang ditutup. Dan seorang penyeru menyerukan, "Wahai orang yang menginginkan kebaikan kemarilah. Wahai orang-orang yang menginginkan kejelekan tahanlah." Dan Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka, yang demikian itu terjadi pada setiap malam. (Hadīts riwayat At Tirmidzī dalam Sunan-nya nomor 682 dan Ibnu Mājah dalam Sunan-nya nomor 1682, dihasankan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Al Misykat nomor1960)

Hadīts ini menunjukkan bahwa bulan Ramadhān telah dipersiapkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menjadi bulan yang istimewa.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyiapkan bulan Ramadhān agar menjadi bulan yang memiliki atmosfir ibadah yang luar biasa.

Agar para hamba-Nya bisa maksimal dalam beribadah pada bulan tersebut. Sampai-sampai syaithān-syaithān dibelenggu, pintu surga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat-rapat, serta Allāh siapkan pahala yang luar biasa pada bulan tersebut.

Itulah dan dengan sebab-sebab yang lainnya yang belum sempat untuk disebutkan menjadikan bulan Ramadhān menjadi bulan yang istimewa.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishshawāb.

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 04 Ramadhan 1440H / 09 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Kapan Puasa Ramadhān Kita Dikatakan Sah?
〰〰〰〰〰〰〰
KAPANKAH PUASA RAMADHĀN KITA DIKATAKAN SAH?
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulillāh, kita masih diberikan kesempatan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menuntut ilmu agama.

Tema kita hari ini adalah, "Kapankah puasa Ramadhān kita dikatakan sah?"

Puasa Ramadhān dikatakan sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya.

Di antara syarat yang penting untuk diketahui, adalah:

⑴ Berniat pada malam hari sebelum terbit fajar.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imām An Nassā'i nomor 2333, yang dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

"Siapa yang belum berniat di malam hari sebelum Shubuh, maka tidak ada puasa untuknya."

Ini menunjukkan bahwa seseorang harus memiliki niat di setiap malam bulan Ramadhān untuk menunaikan puasa pada esok harinya.

Sehingga jika ada seorang yang tidak meniatkan pada malam harinya (misalnya) orang yang pingsan sebelum Maghrib hingga terbit Fajar, maka orang tersebut tidak sah puasanya dan harus mengqadhānya.

Akan tetapi niat tempatnya di dalam hati, seorang yang sudah berniat dalam hatinya untuk berpuasa Ramadhān, maka niatnya sah.

⑵ Kita harus meninggalkan pembatal-pembatal puasa. Tidak boleh seorang makan atau minum atau berhubungan badan atau melakukan pembatal lainnya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, kecuali bagi seorang yang melanggar tetapi dalam keadaan lupa, maka ia dimaafkan dan puasanya tetap sah.

Dan jika ada ulamā yang berbeda pendapat dalam sebuah pembatal puasa seperti berbekam atau suntikan atau yang lainnya maka hendaknya kita berhati-hati dalam bersikap.

Jika tidak terpaksa sekali hendaknya menunda hal-hal yang diperselisihkan tersebut hingga matahari tenggelam agar puasa kita selamat.

⑶ Harus memastikan bahwa ia tidak berbuka puasa sampai benar-benar yakin bahwa matahari telah tenggelam.

Dahulu di masjid Nabawi jika Ramadhān adzan Maghrib diundur kurang lebih dua menit dari jadwal aslinya, hal ini dilakukan dalam rangka kehati-hatian. 

Dan hal tersebut tidaklah tercela, karena yang tercela adalah tidak segera berbuka sampai bintang-bintang terlihat sebagaimana kebiasaan kaum Syi’ah.

Akan tetapi memastikan atau meyakinkan diri bahwa matahari sudah benar-benar tenggelam bukan merupakan perbuatan tercela dan hal ini sering di ingatkan oleh para ulamā.

Itulah beberapa hal yang bisa kita lakukan agar puasa kita sah.

√ Berniat di malam harinya.
√ Menjaga diri dari pembatal-pembatal puasa sejak matahari terbit hingga terbenam matahari.
√ Dan memastikan saat berbuka matahari telah tenggelam (tidak boleh tergesa-gesa untuk berbuka).

Semoga pembahasan ini bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishshawāb

وصلى الله على نبينا محمد
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 05 Ramadhan 1440H / 10 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Keutamaan Puasa
〰〰〰〰〰〰〰
KEUTAMAAN PUASA

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulillāh, kita masih dimudahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menuntut ilmu agama dan Alhamdulillāh kita masih dimudahkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk melakukan puasa pada hari ini.

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Biasanya saat kita ingin membeli suatu barang,  saat kita datang kepada penjualnya mereka akan memberikan spesifikasi atau deskripsi tentang keunggulan dan keistimewaan produk tersebut.

Dan mungkin yang dilakukan oleh pada pedagang ini meniru cara Allāh Subhānahu wa Ta'āla ataupun rasūl-Nya ketika Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan Rasūl-Nya ingin membuat kita tertarik dengan ibadah-ibadah yang ditawarkan untuk mendapatkan kebahagian di akhirat.

Dan pada kesempatan kali ini, kita akan menyampaikan tentang keunggulan atau keistimewaan dari puasa yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla wajibkan kepada kita.

Apakah keunggulan dan keistimewaan dari puasa?

Di antara keunggulan dan keistimewaan puasa adalah:

⑴ Allāh Subhānahu wa Ta'āla sendiri yang akan memberikan pahalanya. Biasanya untuk amalan lainnya Allāh memberi tahu berapa batas pahalanya.

Misalnya:

Membaca Al Qurān, pahala yang akan Allāh berikan pada setiap hurufnya ada 10 kebaikan.

Dalam amal shālih lainnya:

الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إلى أضعاف كثيرة

"Kebaikan itu setara dengan 10 kalinya, sampai 700 kali, sampai berkali-kali banyaknya."

Akan tetapi untuk puasa ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak menyebutkan hal tersebut.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam hadīts qudsi-Nya mengatakan:

الصَّوْم لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

"Puasa hanyalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjarannya."

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Andai saja ada bos kita di kantor menawarkan sebuah tawaran dan mengatakan bahwasanya: "Pekerjaan A saya sendiri yang akan memberikan gajinya," gajinya tidak diberi tahu di awal dan bosnya hanya mengatakan untuk masalah pekerjaan saya sendiri yang akan memberikan gajinya.

Tentu para karyawan menyangka bahwasanya bos akan memberikan gaji yang lebih besar daripada biasanya.

Nah seperti itulah puasa, puasa adalah ibadah yang sangat isrimewa karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla sendiri yang akan memberikan pahalanya.

⑵ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam hadīts Bukhāri dan Muslim:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhān karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq ‘alaih)

⑶ Bagi orang-orang yang berpuasa memiliki keistimewaan yang luar biasa.

Apa keistimewaannya?

Keistimewaan adalah dia memiliki do'a yang mustajab (do'a yang memiliki kesempatan besar untuk dikabulkannya do'a tersebut oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla).

Dalam sebuah hadīts dinyatakan:

"Ada tiga orang yang tidak tertolak do'a nya diantaranya yang disebutkan dalam hadīts tersebut adalah do'a nya seorang yang berpuasa."

Dalam riwayat lain:

"Do'a seorang yang berpuasa akan dikabulkan sampai ia berbuka."

Dan menurut Syaikh bin Baz rahimahullāh:

"Seorang yang berpuasa do'anya selalu terkabul baik saat dia berpuasa ataupun berbuka, kapanpun itu selama ia tidak memiliki penghalang-penghalang do'a yang dikabulkan."

Bagi orang yang berpuasa dia memiliki kesempatan atau peluang do'a nya terkabul.

⑷ Bagi orang yang berpuasa dia akan mendapatkan dua kebahagiaan, kalau di dunia ini biasanya kita bahagia kalau ada rejeki yang banyak, hadiah besar, mobil mewah, rumah megah yang gratis, maka kita akan senang dengan hal tersebut, maka silahkan dibayangkan kira-kira di ākhirat kelak dengan apa seorang akan bahagia?

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam hadīts riwayat Imām Muslim:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

"Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kebahagiaan, berbahagia pada saat dia berbuka, berbahagia pada saat ia berjumpa Rabbnya."

Maka bagi seorang yang berpuasa keistimewaan yang keempat adalah dia mendapatkan dua kebahagiaan, di dunia dan ketika bertemu dengan Rabbnya.

Itulah beberapa keutamaan (keistimewaan) puasa yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini.

Apa yang kami sampaikan ini bukanlah suatu pembatasan karena di sana masih ada keutamaan dan keistimewaan lainnya.

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 06 Ramadhan 1440H / 11 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Pembatal Puasa Dan Pembatal Pahala Puasa
〰〰〰〰〰〰〰
PEMBATAL PUASA DAN PEMBATAL PAHALA PUASA

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulillāh, kita masih diberi kemudahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk mempelajari agama-Nya.

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dalam sebuah perlombaan pasti di sana ada sebuah peraturan yang berkaitan dengan diskualifikasi atau peraturan dimana seorang peserta lomba dianggap telah melanggar peraturan sehingga dia harus dikeluarkan.

Ini dalam perlombaan.

Ternyata dalam puasa seorang bisa saja didiskualifikasi atau dianggap tidak berpuasa, kapan hal tersebut terjadi?

⑴ Ketika seorang tidak ada niat untuk berpuasa pada malam harinya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

"Siapa yang belum berniat puasa di malam hari sebelum Shubuh, maka tidak ada puasa untuknya." (Hadīts Shahīh An Nassā'i nomor 2333, Ibnu Mājah nomor 1700 dan Abū Dāwūd nomor 2454)

⑵ Ketika dia melakukan pembatal puasa (misalkan makan, minum, berhubungan badan atau yang lainnya) dengan syarat dilakukan karena sengaja dan atas kemauan sendiri.

Jikalau karena lupa maka hak tersebut tidak membatalkan puasa.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ

"Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena kala itu Allāh yang memberi ia makan dan minum." (Hadīts riwayat Bukhāri nomor 1933 dan Muslim nomor 1155)

Ini terkait diskualifikasi secara sempurna dimana seorang dianggap tidak berpuasa.

Di sana ada diskualifikasi secara pahala dimana seorang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan pahala puasa, sebagaimana kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالْعَطَشُ

"Berapa banyak orang yang puasa, bagian (yang dipetik) dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata).” (Hadīts shahīh riwayat Ibnu Mājah 1/539, Darimi 2/211, Ahmad 2/441,373, Baihaqi 4/270)

Tentu kalau ini terjadi dengan seorang karyawan yang sudah bekerja namun dia tidak mendapatkan gajinya. Sudah protes tentunya, karyawannya sudah sangat sedih sekali, kenapa koq tidak digaji.

Tapi ini berkaitan dengan pahala yang kita akan dapatkan ketika kita sudah meninggal dunia.

Nah, kenapa koq orang ini tidak diberikan pahala? Pahalanya didiskualifikasi?

Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلُ الزُّوْرِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ عَزَّوَجَلَّ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan (tetap) mengamalkannya, maka tidaklah Allāh Azza wa Jalla butuh meninggalkan makan dan minumnya." (Hadīts riwayat Bukhāri nomor 4/99)

Coba kita bayangkan hal ini, jikalau kita adalah seorang karyawan kemudian kita bekerja dengan baik tapi ada satu kesalahan yang kita perbuat. Kemudian saat itu direktur kita marah besar dengan kita.

Kemudian mengatakan, "Saya tidak butuh lagi dengan pekerjaanmu."

Bagaimana rasanya?

Kita tentu akan sangat sedih sekali, jikalau ini terjadi antara seorang manusia dengan manusia yang lainnya, antara seorang direktur atau seorang bos dengan karywannya, bagaimana rasanya jikalau ini terjadi antara seorang hamba dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang mana Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah Dzat yang Maha Rahman Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tentu rasanya sangat sedih sekali seorang yang melakukan atau mendapatkan perlakuan seperti ini.

Oleh karena itu, dahulu Jābir bin Abdillāh pernah memberikan sebuah nasehat:

إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ وَبَصَرُكَ وَلِسَانُكَ عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَآثِمِ ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ ، وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ ، وَلا تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَصَوْمِكَ سَوَاءً " .

"Jikalau engkau sedang berpuasa, maka puasakan juga pendengaranmu, begitu juga penglihatanmu dan lisanmu dari perbuatan dusta dan perbuatan dosa lainnya. Dan kalau punya pembantu kemudian pembantunya melakukan kesalahan, maka tinggalkan dulu kesalahannya (tidak usah jengkel atau marah kepadanya), dan milikilah ketenangan jiwa dan miliki juga ketenangan raga ketika hari berpuasa dan jangan engkau jadikan antara hari dimana engkau tidak berpuasa dan hari dimana engkau berpuasa itu sama."

Inilah nasehat Jābir bin Abdillāh kepada kita semua untuk berpuasa atau mempuasakan anggota badan kita yang lainnya dan untuk memiliki ketenangan jiwa dan raga saat berpuasa serta tidak menjadikan hari saat kita berpuasa dan hari dimana kita tidak berpuasa itu sama. Jangan sampai sama

Inilah nasehat Jābir bin Abdillāh radhiyallāhu ta'āla 'anhu dalam Mushanat Ibnu Abī Syaibah.

Semoga bermanfaat dan semoga kita tidak menjadi seorang yang puasa kita didiskualifikasi secara sempurna oleh Allāh atau pun didiskualifikasi secara pahala oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, jangan sampe dua-duanya. Na'ūdzubillāhi min dzālik

Semoga bermanfaat

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 08 Ramadhan 1440H / 13 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Amalan-Amalan Penggugur Dosa
〰〰〰〰〰〰〰
AMALAN-AMALAN PENGGUGUR DOSA

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Tidak terasa kita telah melewati seperempat Ramadhān kita, di seperempat pertandingan kita untuk mendapatkan medali taqwa dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Apa yang telah kita kerjakan?

Sudahkah lebih baik dari puasa tahun lalu, ataukah sama atau malah lebih buruk?

Apapun jawaban, alhamdulillāh kita masih diberi kesempatan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk mempertahankan yang sudah maksimal dan memaksimalkan yang masih minimal.

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada bulan ini (Ramadhān) ada banyak amalan penggugur dosa bagi kita semua.

Walau mungkin materi ini sudah banyak yang tahu, tapi tidak ada salahnya kita mengulang pelajaran tersebut karena manusia itu dinamakan insān karena sifat lupanya.

وَمَا سُمِّيَ الإنْسَانُ إِلا لِنَسْيِهِ

"Tidak dinamakan insān melainkan karena sifat lupanya.”

Maka kita perlu untuk mengingatkan hal-hal yang terkadang sudah biasa untuk kita.

Apa saja amalan-amalan yang bisa digunakan sebagai penggugur dosa?

⑴ Puasa

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa berpuasa Ramadhān karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri dan Muslim)

⑵ Menghidupkan Ramadhān dengan amal ibadah.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

 مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa menghidupkan Ramadhān karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri dan Muslim)

⑶ Menghidupkan malam Lailatul Qadr, bahkan sebagian ulamā dulu sampai tidak tidur di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhān agar mendapatkan malam Lailatul Qadr.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadr (shalāt di malam Lailatul qadr) karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu." (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri)

Jika ada banyak cara untuk mendapatkan ampunan Allāh lalu ada orang yang keluar dari Ramadhān tetapi belum diampuni dosanya, kira-kira apa komentar kita?

Kalau Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkomentar,

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

"Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhān kemudian Ramadhān berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni."

Maka, sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

√ Mari kita bersemangat untuk melakukan puasa atas dasar iman dan mengharap pahala Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

√ Mari kita berusaha untuk menghidupkan bulan Ramadhān kita yang tinggal tiga perempat lagi.

√ Mari kita berusaha di sepuluh malam terakhir bulan ini (Ramadhān) untuk menghidupkan malam-malam kita untuk ibadah.

Semoga dengan itu kita tidak menjadi orang yang celaka sebagaimana dikatakan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ

"Celaka seseorang itu.”

Semoga dengan itu semua kita tidak menjadi sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini ("Celaka seseorang itu").

Dan tentu semuanya atas dasar pertolongan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Tidak mungkin seorang bisa beramal dengan usahanya sendiri, tetapi semuanya harus minta pertolongan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

إِیَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِیَّاكَ نَسۡتَعِینُ

"Hanya kepada-Mu lah, yā Allāh kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah, kami memohon pertolongan.” (QS Al Fātihah: 5)

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 10 Ramadhan 1440H / 15 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Amalan Yang Dilipatgandakan
〰〰〰〰〰〰〰
AMALAN YANG DILIPATGANDAKAN

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bagaimana amal kita dilipatgandakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di bulan Ramadhān?

Terkait pertanyaan tersebut, terdapat sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, beliau berkata dalam kitāb Shahīhnya, "Bab tentang keutamaan bulan Ramadhān jika kabarnya benar". (Maksudnya jika hadītsnya shahīh).

Lalu beliau membawakan sebuah hadīts yang cukup panjang,

وعن سلمان الفارسي - رضِي الله عنه - قال: خطَبَنا رسول الله - صلَّى الله عليه وسلَّم - في آخِر يومٍ من شعبان فقال: ((يا أيها الناس، قد أظلَّكم شهرٌ عظيم مُبارَك، شهرٌ فيه ليلةٌ خيرٌ من ألف شهر، جعَل الله صِيامه فريضة، وقيامَ ليله تطوُّعًا، مَن تقرَّب فيه بخَصلةٍ من الخير كان كمَن أدَّى فريضةً فيما سِواه،
ومَن أدَّى فريضةً فيه كان كمَن أدَّى سبعين فريضةً فيما سواه، وهو شهر الصبر، والصبر ثوابُه الجنَّة...............

Dari Salmān Al Fārisi, beliau berkata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memberikan khutbah kepada kami pada hari terakhir bulan Sya'bān. Beliau mengatakan:

"Wahai manusia, telah menaungi kalian bulan yang agung (bulan yang berbarakah) bulan yang di sana ada satu malam yang mana malam itu ibadahnya lebih baik daripada 1000 bulan. Allāh jadikan pada bulan itu puasanya wajib dan shalāt malamnya sebagai ibadah tambahan.

Siapa yang mendekatkan diri kepada Allāh dengan suatu hal yang sunnah (suatu kebaikan) maka dia seakan-akan sedang melakukan suatu ibadah yang wajib pada bulan yang lainnya.

Dan barangsiapa melakukan ibadah wajib pada bulan tersebut, maka seakan-akan dia sedang melakukan 70 kewajiban di bulan yang lainnya.

Dan itu adalah bulan kesabaran dan kesabaran pahalanya adalah Surga........(dst.)"

Ibnu Qudamah melanjutkan hadītsnya, tetapi kita cukupkan dengan potongan ini.

Dari potongan hadīts ini kita tahu bahwasanya Ramadhān memiliki keutamaan yang cukup banyak, di antaranya adalah dilipatgandakannya pahala.

Siapa yang melakukan ibadah sunnah maka berpahala wajib, siapa yang melakukan ibadah wajib maka berpahala 70 kali ibadah wajib dan lain sebagainya.

Namun yang disayangkan hadīts tersebut dihukumi sebagai hadīts yang dhaif oleh Syaikh Al Bāniy rahimahullāh karena permasalahan pada rawi yang bernama ‘Āli bin Zaid bin Jud'an.

Dan hal ini sudah terindikasi dengan keraguan Ibnu Khuzaimah rahimahullāh ketika membawakan hadīts ini.

Beliau berkata dalam judul babnya tadi: "Jika kabar (hadītsnya) benar (shahīh)”.

Walaupun hadīts tersebut dhaif, tetapi di sana ada juga perkataan ulamā salaf berkaitan dengan perlipatan pahala pada bulan Ramadhān.

Di antaranya adalah:

⑴ Ātsār yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Kitāb beliau Lathaif Ma'arif.

Dalam kitāb tersebut beliau membawakan perkataan Imām An Nakha'i, beliau berkata:

صوم يوم من رمضان أفضل من ألف يوم وتسبيحه فيه أفضل من ألف تسبيحه وركعة فيه أفضل من ألف ركعة 

"Puasa satu hari di bulan Ramadhān lebih baik daripada puasa 1000 hari di bulan lainnya. Dan satu kali seorang mengucapkan Subhānallāh pada bulan Ramadhān lebih utama daripada 1000 tasbih di bulan yang lain. Dan satu raka'at lebih baik daripada 1000 raka'at di bulan yang lainnya."

Ini adalah potongan dari perkataan beliau (Imām An Nakha'i) berkaitan dengan pelipatgandaan pahala pada bulan Ramadhān.

Dan ada sebuah kaidah di kalangan para ulamā bahwa ibadah yang dilakukan pada bulan (waktu) yang mulia maka pahalanya akan dilipatgandakan lebih banyak daripada biasanya.

Di antara contohnya adalah malam Lailatul Qadr, yang mana malam itu lebih baik daripada 1000 bulan.

Dan terkait pahala puasa Allāh juga telah menyatakan bahwasanya puasa itu adalah untuk Ku dan Akulah yang akan menentukan pahalanya (Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla).

Sehingga walaupun hadīts yang disebutkan tidak shahīh dan ātsār ulamā pun belum bisa kita pastikan kebenarannya setidaknya dengan dasar bulan Ramadhān adalah bulan yang mulia dan Allāh akan melipatgandakan pahala pada bulan-bulan yang mulia, setidaknya hal ini bisa membuat kita semakin giat dalam ibadah.

Semakin rajin dalam menciptakan pundi-pundi pahala untuk kehidupan kita di hari yang tidak bermanfaat lagi jual beli (rupiah tidak bermanfaat lagi)

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 11 Ramadhan 1440H / 16 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Memperbanyak Bacaan Al-Qurān
〰〰〰〰〰〰〰
MEMPERBANYAK BACAAN AL QURĀN

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memisalkan seorang muslim yang tidak membaca Al Qurān seperti buah kurma, yang mana buah kurma tersebut rasanya lezat namun tidak memiliki bau harum.

Dan seorang muslim yang mau membaca Al Qurān diibaratkan oleh beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) seperti buah utrujah, yang mana buah tersebut yang rasanya enak serta memiliki bau harum semerbak.

Bulan Ramadhān adalah bulan dimana Al Qurān diturunkan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ

"Bulan Ramadhān adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Qurān." (QS. Al Baqarah: 185)

Atas dasar inilah, dahulu para ulamā memfokuskan diri mereka untuk memperbanyak bacaan Al Qurān pada bulan Ramadhān.

√ Ada yang mengkhatamkan Al Qurān setiap tiga hari sekali.

√ Ada yang mengkhatamkan Al Qurān sekali dalam sehari.

√ Bahkan Imām Asy Syāfi'i dapat mengkhatamkan Al Qurān dua kali sehari pada bulan Ramadhān.

Itulah semangat para ulamā yang jarang kita temukan dalam kehidupan kita hari ini.

Banyak di antara kaum muslimin yang tidak mampu mengkhatamkan Al Qurān pada bulan Ramadhān ini walaupun hanya sekali, bahkan tidak sedikit dari kaum muslimin yang masih terbata-bata atau kelihatan susah ketika membaca Al Qurān.

Kita tidak mengingkari bahwa mereka akan mendapatkan pahala walaupun membaca Al Qurān dengan terbata-bata, akan tetapi keadaan tersebut merupakan kesedihan tersendiri, dimana banyak dari kaum muslimin yang masih susah membaca Al Qurān.

Terlepas dari masalah itu, pada bulan Ramadhān ini kita harusnya memperbanyak membaca Al Qurān, dimana setiap huruf memiliki 10 kebaikan.

Abdullāh Ibnu Mas'ūd berkata:

تَعَلَّمُوا هَذَا الْقُرْآنَ وَاتْلُوهُ ، فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُونَ عَلَى تِلاوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ 

"Pelajarilah Al Qurān ini! Karena kalian akan diberikan pahala ketika membacanya, pada setiap satu huruf memiliki 10 kebaikan."

Dan Imām As Suyuti dalam kitāb Funun Al Afnan berkata:  

فأما عدد حروف القرآن فأجمعوا على ثلاثمائة ألف حرف واختلفوا في الكسر الزائد على ذلك
 
"Adapun terkait huruf Al Qurān maka para ulamā bersepakat bahwa Al Qurān mengandung 300 ribuan huruf, hanya saja mereka berselisih berapa lebihnya."

Dan menurut yang disebutkan oleh Imām Suyuti di antara ulamā ada yang mengatakan jumlah hurufnya 360.300 sekian huruf, ada yang mengatakan 370.250_an huruf dan ada pendapat lain silahkan dirujuk dalam kitāb Funun Al Afnan.

Maka sekarang kita menggunakan jumlah yang disepakati yaitu 300 ribuan maka jika dihitung pahala orang yang berhasil mengkhatamkan Al Qurān maka dia mendapatkan 3 Juta kebaikan.

Maka bisa kita bayangkan, berapa juta kebaikan yang dihasilkan oleh Imām Asy Syāfi'i rahimahullāh, yang mana beliau bisa mengkhatamkan Al Qurān dua kali sehari pada bulan Ramadhān, atau dengan kata lain beliau mengkhatamkan Al Qurān 60 kali pada bulan Ramadhān.

Jika kita kalikan 3 juta (yang mana itu adalah pahala setiap kali khatam) dengan jumlah khataman beliau yang berjumlah 60 kali, maka kita akan mendapatkan hasil 180 Juta.

Berarti Imām Asy Syāfi'i berhasil mendapatkan 180 Juta kebaikan pada bulan Ramadhān terkait bacaan Al Qurānnya.

Ketika kita melihat kehebatan seorang ulamā dalam beramal, jangan sampai hal itu membuat kita minder, jangan sampai hal tersebut membuat kita menjadi malas sehingga mengatakan, "Pasti tidak bisa seperti itu."

Akan tetapi jadikan hal itu sebagai motivasi di dalam diri kita untuk memperbanyak membaca Al Qurān di bulan Ramadhān ini.

Jangan lewatkan hari-hari tanpa membaca Al Qurān, jika tidak bisa seperti para ulama, setidaknya pada tanggal 30 Ramadhān nanti kita sudah mengkhatamkan Al Qurān sekali.

Dan untuk mempermudah target tersebut, buatlah jadwal untuk membaca Al Qurān karena sebagaimana dalam urusan dunia, sebagaimana di dalam sebuah perusahaan pasti memiliki visi, misi serta strategi, maka gunakan juga ilmu ini untuk meraih pahala ākhirat kita.

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 12 Ramadhan 1440H / 17 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Alat Tukar Di Akhirat
〰〰〰〰〰〰〰
ALAT TUKAR DI AKHIRAT

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Biasanya saat ada pembagian sembako atau ada pembagian dana bantuan, pasti banyak orang yang berbondong-bondong dan bersegera menuju tempat tersebut. Apalagi jika waktu pembagiannya terbatas, pasti banyak yang tambah semangat.

Begitu juga saat ada obral atau discount atau promo terbatas. Orang-orang yang tertarik dengan barang yang ditawarkan pasti tidak akan melewatkan kesempatan tersebut.

Namun sayangnya, banyak dari kaum muslimin atau bahkan diri kita sendiri yang tidak seperti ini saat ditawarkan dengan pahala. Padahal pahala tidaklah lebih buruk daripada harta, bahkan pahala ini adalah alat tukar kita untuk kehidupan ākhirat nanti. Karena jika di dunia ini kita butuh dengan harta benda maka di ākhirat nanti kita butuh dengan pahala.

Saat di ākhirat, di sana harta benda sudah tidak berharga lagi, karena setiap tempat memiliki alat tukar kebutuhan yang berbeda-beda.

Jika di Indonesia kita butuh rupiah maka jikalau kita di Amerika maka kita butuh dengan dollar Amerika, jika kita di Saudi maka kita butuh dengan real Saudi, jika kita di Jepang maka kita butuh dengan mata uang yen, jika kita di ākhirat maka kita butuh dengan mata uang yang namanya pahala. Ini kalau kita diperbolehkan mengibaratkan pahala dengan mata uang.

Kemudian harta benda kita yang belum sempat kita tukarkan menjadi pahala, tidak akan bermanfaat sama sekali di ākhirat kelak, karena sekali lagi setiap tempat memiliki alat tukar yang berbeda-beda.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَـٰكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ يَوْمٌۭ لَّا بَيْعٌۭ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌۭ وَلَا شَفَـٰعَةٌۭ ۗ وَٱلْكَـٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allāh) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kāfir itulah orang-orang yang zhālim." (QS. Al Baqarah: 254)

Di saat hari itu tidak ada lagi jual beli dengan harta dan seorang tidak mungkin lagi untuk menghasilkan pahala, padahal pahala saat itu sangat dibutuhkan di sana.

Kira-kira bagaimana keadaan orang yang miskin pahala di ākhirat kelak ?

Padahal surga Allāh Ta'āla mahal harganya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ غَالِيَةٌ أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ الْجَنَّةُ

"Ketahuilah barang dagangan Allāh itu mahal harganya, ketahuilah bahwasanya barang dagangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah Surga." (Hadīts shahīh riwayat At Tirmidzī nomor 2638)

Kira-kira bagaimana penyesalan orang yang miskin pahala di akhirat kelak?

Saya yakin dia akan menyesal, karena tidak menggunakan waktu di dunia ini dengan maksimal untuk mengeruk alat tukar ākhirat. Apalagi jika Ramadhān ini hanya digunakan untuk malas-malasan, hanya tidur-tiduran, hanya bermain game atau melakukan hal yang tidak berpahala lainnya.

Saya yakin orang tersebut akan menyesal di ākhirat kelak, karena Ramadhān ini Allāh mengobral alat tukar di ākhirat yang bernama pahala dengan sangat masif sekali.

Banyak amal-amal yang mudah yang dilipat gandakan pahalanya pada bulan ini dan Allāh memberikan waktu kepada kita tidak banyak, Allāh hanya memberikan waktu kepada kita hanya 30 hari untuk obral pahala ini.

Jadi Sahabat BiAS semua.

Jangan sampai terlewatkan kesempatan emas ini, karena terkadang kesempatan tidak datang dua kali dan biasanya penyesalan ini berada di akhir, karena kalau berada di awal itu namanya permulaan.

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 13 Ramadhan 1440H / 18 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Tetap Semangat
〰〰〰〰〰〰〰
TETAP SEMANGAT

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dalam setiap kegiatan pasti akan ada waktu malasnya, dalam setiap perjalanan terkadang harus ada waktu istirahatnya.

Memang kita bukan orang hebat seperti para ulamā, mereka bisa beramal dengan begitu luar biasa, bahkan dulu Imām An Nawawi rahimahullāh pernah tidak merebahkan badannya hingga dua tahun lamanya.

Beliau selama dua tahun tersebut tidak pernah istirahat dengan tidur yang nyaman, beliau jika terkalahkan dengan rasa kantuk, beliau hanya tidur sesaat dengan bertumpu pada kitāb-kitābnya.

Kemudian beliau bangun kembali untuk melanjutkan belajar dan menulis karyanya, sebagaimana hal tersebar disebutkan dalam kitāb Uluhul Hima.

Jika kita melihat, kita membaca biografi para ulamā lainnya, akan kita temukan bagaimana keajaiban waktu yang mereka miliki.

Nah, walaupun kita bukan seperti mereka, pada bulan Ramadhān yang telah sampai pada titik pertengahan ini, jangan biarkan ibadah kita kendor (tetap kenceng), tetap digas hingga Ramadhān nanti berakhir.

Kemudian kita lanjutkan dengan amal yang lainnya.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah menyampaikan:

لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ ، فَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ ، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

"Pada setiap amalan pasti ada masa bersemangatnya dan pada setiap semangat pasti akan datang waktu malasnya. Dan barangsiapa ketika waktu malas menghampirinya dan tetap di atas sunnah, maka sungguh dia telah beruntung. Dan barangsiapa ketika malas menghampirinya dan ia lepas dari sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka sungguh dia telah binasa." (Hadīts shahīh riwayat Ibnu Hibbān 1/187, dan di shahīhkan oleh Syaikh Albāniy di dalam Shahīh At Targhib 56).

Sehingga saat kita sudah mulai bosan dengan suatu amalan dan sudah tidak bisa disemangati lagi, setelah usaha kita yang maksimal untuk menyemangatinya, maka carilah amalan yang sesuai dengan petunjuk Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Jika sedang malas shalāt maka kita membaca Al Qurān. Jika malas membaca Al Qurān maka kita berdzikir. Jika kita malas berdzikir maka kita membantu orang lain (misalnya membantu panitia buka puasa, membantu panitia tarawih) atau sekedar bersih-bersih masjid.

Yang mana pada intinya kita harus berusaha untuk optimal dalam memilih pos-pos pahala yang bisa kita lakukan sesuai dengan kemampuan kita.

Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah menyatakan:

 أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

"Amalan yang paling dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah amalan yang sifatnya kontinu (terus menerus) walaupun amalan tersebut sedikit." (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri)

Semoga yang sedikit ini bisa membuat sahabat BiAS tetap semangat dalam mencari pos-pos pahala di bulan Ramadhān yang mulia ini.

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

وصلى الله على نبينا محمد
〰〰〰〰〰〰〰

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 15 Ramadhan 1440H / 20 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Memperbanyak Sedekah
〰〰〰〰〰〰〰
MEMPERBANYAK SEDEKAH

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Masing-masing orang pasti memiliki kemampuan berbeda-beda dalam beramal.

√ Ada yang dimudahkan dalam shalāt, bahkan sehari bisa beratus-ratus raka'at shalāt sunnah.

√ Ada yang dimudahkan dalam membaca Al Qurān, dalam sehari bisa membaca 10 juz atau bahkan lebih.

√ Ada yang dimudahkan dalam shalāt malam, saat orang-orang tidur dia bisa bangun sendiri.

√ Ada yang dimudahkan dalam membantu orang lain dalam kegiatan-kegiatan sosial, Disaat orang-orang sedang sibuk beribadah untuk dirinya sendiri, dia bisa meluangkan waktunya untuk orang lain.

√ Ada juga seorang yang dimudahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam hal bersedekah. Di saat orang lain hanya mampu membiayai keluarganya sendiri, dia diluaskan rejekinya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, bahkan ia binggung mau dikemanakan uangnya tersebut.

Bagi orang-orang yang Allāh bukakan baginya pintu sedekah maka bulan ini (Ramadhān) adalah bulan yang mulia, bulan yang sangat baik untuk bersedekah.

Bahkan saat Ramadhān tiba, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjadi seorang yang sangat pemurah, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadīts:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة

“Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan Beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhān saat Beliau bertemu Jibrīl. Jibrīl menemuinya setiap malam pada bulan Ramadhān untuk mengajarkan Al Qurān. Dan kedermawanan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (Hadits shahīh riwayat Bukhāri nomor 6).

Hadīts ini mengibaratkan kebaikan, kedermawanan sifat pemurah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Sehingga bulan ini (Ramadhān) adalah bulan yang Allāh bukakan segala pintu kebaikan dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam telah mengajarkan berbagai akhlak mulia di bulan ini.

Semoga di bulan yang mulia ini kita dimudahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk mentransfer sebagian dari rejeki yang Allāh berikan kepada kita ke dalam bentuk pahala, sebelum datang waktu dimana mata uang dan kekayaan tidak bermanfaat lagi.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَـٰكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ يَوْمٌۭ لَّا بَيْعٌۭ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌۭ وَلَا شَفَـٰعَةٌۭ

"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allāh) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at." (QS. Al Baqarah: 254)

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 16 Ramadhan 1440H / 21 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Zakat Fitri
〰〰〰〰〰〰〰
ZAKĀT FITRI

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas secara ringkas fiqih zakāt fitri. Dan yang perlu dicatat, bahwasanya apa yang kita sampaikan adalah apa yang kita pandang tepat dan sesuai dengan dalīl yang ada.

Dan tidak ada maksud kami untuk menyalahkan orang-orang yang berbeda dengan pendapat kami. Sekali lagi kami hanya ingin menyampaikan apa yang menurut kami benar dan setiap orang hendaknya beramal sesuai dengan ilmu yang sampai kepadanya.

• Bagian Pertama | Pengertian Zakāt

√ Zakāt secara bahasa memiliki arti pertumbuhan (النماء) dan pertambahan (الزيادة).

√ Fitri adalah sebuah kata yang memberikan makna bahwa seseorang tidak melakukan puasa lagi (puasanya sudah selesai).

Dan maksud dari zakāt fitri adalah zakāt yang dikeluarkan ketika seseorang telah selesai melakukan puasa Ramadhān. (Namun terkait waktunya ada pembahasan tersendiri)

• Bagian Kedua | Hukum zakāt fitri

Zakāt fitri hukumnya wajib berdasarkan sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ اَلْفِطْرِ

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan zakāt fithri." (Muttafaqun 'alaih)

• Bagian Ketiga | Hikmah dari zakāt fitri

Hikmah dari zakāt fitri minimalnya ada dua sebagaimana dalam hadīts Ibnu ‘Abbās dalam riwayat Abū Dāwūd dan Ibnu Mājah.

Dikatakan di sana:

⑴ Sebagai pensuci orang-orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor ( طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ).

⑵ Sebagai makan bagi orang-orang miskin (وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ).

• Bagian Keempat | Siapa yang wajib membayar zakāt fitri?

⑴ Muslim

Muslim baik dewasa atau anak kecil, budak maupun merdeka, maka mereka terkena kewajiban zakāt ini.

⑵ Mampu, minimal memiliki bahan makanan untuk sehari dan semalam.

⇒ Jadi ketika seorang sudah memiliki bahan makanan untuk sehari semalam maka dikatakan mampu dan orang-orang yang belum mampu mencari nafkah maka dibayarkan oleh walinya.

• Bagian Kelima | Kapan seorang terkena kewajiban zakāt fitri?

Ini berkaitan dengan waktu tepatnya. Waktu tepatnya kewajiban ini masuk ketika matahari tenggelam untuk masuk pada tanggal 01 Syawwāl, maka saat itulah dikatakan zakāt fitri telah wajib bagi orang-orang yang menemui waktu itu.

√ Jikalau ada seorang meninggal sebelum waktu itu maka tidak ada kewajiban baginya membayar zakāt fitri.

√ Jikalau ada seorang yang lahir setelah terbenamnya matahari, maka tidak ada kewajiban baginya membayar zakāt fitri akan tetapi jika dibayarkan lebih baik.

• Bagian Keenam | Kapan waktu untuk mengeluarkannya?

Untuk masalah ini banyak perbedaan pendapat yang beragam. Namun kata Imam An Nawawi dalam kitāb Al Majmu' Syarhul Muhadzdzab, beliau mengatakan:

وَيَجُوزُ تَقْدِيمُ الْفِطْرَةِ من أول رَمَضَانَ لِأَنَّهَا تَجِبُ بِسَبَبَيْنِ بِصَوْمِ رَمَضَانَ وَالْفِطْرِ مِنْهُ فَإِذَا وُجِدَ أَحَدُهُمَا جَازَ تَقْدِيمُهَا عَلَى الْآخَرِ كَزَكَاةِ الْمَالِ بَعْدَ مِلْكِ النِّصَابِ وَقَبْلَ الحول ولايجوز تقديمها علي رَمَضَانَ لِأَنَّهُ تَقْدِيمٌ عَلَى السَّبَبَيْنِ فَهُوَ كَإِخْرَاجِ زَكَاةِ الْمَالِ قَبْلَ الْحَوْلِ وَالنِّصَابِ وَالْمُسْتَحَبُّ أَنْ تُخْرَجَ قَبْلَ صَلَاةِ الْعِيدِ

Boleh membayar zakāt fitri dari awal bulan Ramadhān (madzhab Syāfi'iyah) karena zakāt fitri (kata beliau) diwajibkan karena dua sebab, yaitu karena (1) puasa dan (2) Ramadhān telah selesai. Jika terdapat salah satu dari dua hal ini maka boleh dikeluarkan.

Sebagaimana zakāt māl boleh dikeluarkan setelah seseorang mencapai nishāb (batas minimal kewajiban zakāt) walaupun belum mencapai haul walaupun belum mencapai satu tahun.

Namun (kata Imam Nawawi) tidak boleh membayarnya sebelum bulan Ramadhān tiba, karena kalau dia membayar sebelum bulan Ramadhān maka ia telah membayar sebelum adanya salah satu dari dua sebab tersebut. Dan hal ini seperti tidak sahnya zakāt māl jika dikeluarkan sebelum ada nishāb dan haul.

Kemudian waktu yang disunnahkan (waktu mustahab) kata beliau, dikeluarkan ketika seorang hendak atau sebelum menuju shalāt Ied."

Kemudian bagi orang yang ingin membayar zakāt seperti cara shahābat bisa membayarnya sehari atau dua hari sebelum Ied tiba.

Sebagaimana perkataan Ibnu Umar:

كَانُوا يُعْطُونَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ قَبْل الْعِيدِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ

"Mereka (para shahābat) dahulu menyerahkan zakat fithri satu atau dua hari sebelum Idul Fithri." (Hadīts riwayat Bukhāri nomor 1511)

Ini terkait pembahasan waktunya dan yang lebih baik seseorang bisa berhati-hati, bisa satu atau dua hari sebelum hari raya Ied tiba, saat itu baru kita bayarkan.

• Bagian Ketujuh | Jumlah atau berat zakāt fitri

Para ulamā sepakat untuk zakāt fitri beratnya adalah satu shā', namun mereka berbeda pendapat jika satu shā' ini harus di konversikan ke dalam kilogram.

Ada yang mengatakan satu shā' itu sama dengan 2,157 Kg, sebagaimana pendapat penulis kitāb fiqih sunnah dan ada juga yang mengatakan 1shā' itu adalah mendekati 3 Kg (ini pendapat Syaikh Abdul Azīz bin Baz).

Bagi yang ingin hati-hati maka boleh mengeluarkan 3 Kg dan bagi yang mengeluarkan 2.5 Kg semoga sudah mencukupi karena sebagian pendapat mengatakan bahwa 1 shā' adalah 2,157 Kg.

• Bagian Kedelapan | Kepada siapa zakāt fitri disalurkan?

Ada dua pendapat dalam masalah ini, menurut jumhur ulamā zakāt fitri disalurkan kepada 8 (delapan) golongan yang disebutkan di dalam surat At Tawbah ayat 60.

Dan sebagian yang lain berpendapat zakāt fitri disalurkan kepada faqīr miskin saja, bukan kepada 8 (delapan) golongan tersebut.

Kenapa?

Alasannya karena di awal telah disebutkan, hikmah dari zakāt dalam hadīts Ibnu Abbās riwayat Abū Dāwūd dan Ibnu Mājah, salah satu hikmah nya adalah:

طُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

"Sebagai makanan bagi kaum miskin."

Silahkan bagi siapapun bagi kaum muslimin untuk mendalami masalah fiqih terkait masalah ini. Kemudian ia hendaknya mengamalkan ilmu yang ia dapat dan jika terjadi perbedaan pendapat silahkan ditanyakan kepada asātidzah atau guru-guru kita yang ada di daerah tersebut.

Ini 8 (delapan) poin yang terkait dengan zakāt fitri yang bisa kami sampaikan.

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishshawāb

وصلى الله على نبينا محمد
〰〰〰〰〰〰〰

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 17 Ramadhan 1440H / 22 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Adab Safar
〰〰〰〰〰〰〰
ADAB SAFAR

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Masa-masa mudik sebentar lagi tiba, banyak orang-orang dari kota hendak menuju desa (tempat kelahirannya) dalam rangka bersilaturahmi dengan sanak kerabatnya.

Dan yang ingin kita ingatkan dalam audio kali ini adalah, bagi para pemudik hendaknya mempelajari hukum-hukum fiqih terkait hukum-hukum yang kira-kira diperlukan saat safar dan hendaknya mempelajari adab-adab safar.

Terkait adab safar, maka ada beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut, (ini bukan sebuah pembatasan):

⑴ Sebelum melakukan safar diusahan untuk shalāt istikharah sebelum berangkat safar (ini disunnah untuk setiap permasalahan).

⑵ Ketika safar disunnahkan untuk mencari teman yang baik, tidak safar sendirian.

Dan alhamdulillāh sekarang hampir semua safar yang menggunakan fasilitas umum banyak teman yang menuju tempat tujuan yang sama

⑶ Disunahkan untuk melakukan safar pada hari kamis, jika tidak maka hari senin, pada waktu pagi.

Namun jika tidak bisa duality hari itu atau tidak bisa safar waktu pagi bisanya siang, sore atau malam maka tidak mengapa (in syā Allāh).

⑷ Berpamitan dengan keluarga dan tetangga.

Dan mendo'akan mereka dengan :

أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكُمْ وَأَمَانَتَكُمْ وَخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكُمْ

"Aku titipkan kepada Allāh agama, amanat dan penutup amal kalian."

Dan bagi yang dipamiti atau keluarga yang ditinggalkan, bisa  mengatakan :

زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ لَكَ ذَنْبَكَ وَيَسَّرَ الْخَيْرَ لَكَ حَيْثُمَا كُنْتَ

"Semoga Allāh memberikan bekal takwa kepadamu, mengampuni dosamu dan memudahkan segala kebaikan untuk mu di manapun engkau berada."

⑸ Di saat melakukan safar bersama rombongan, maka hendaknya mengangkat seorang pemimpin safar, yang mana ia menjadi orang yang bisa memutuskan hal-hal yang terkait dengan safarnya.

Seperti: Apakah harus shalāt jamak atau tidak, apakah harus shalāt qashar atau tidak, dan lain sebagainya.

⑹ Disunahkan ketika melewati jalan yang menanjak untuk bertakbir dan ketika melewati jalan yang menurun untuk bertasbih.

⑺ Memperbanyak do'a ketika safar, karena do'a seorang musafir itu mustajab (sebagaimana dalam hadīts riwayat Imām At Tirmidzī).

⑻ Kemudian membaca do'a ketika keluar rumah, juga do'a naik kendaraan dan do'a safar

Misalnya:

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ. اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ. اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

Atau membaca do'a-do'a yang lainnya.

⑼ Kemudian jika dalam safar perlu untuk menjamak shalāt maka diperbolehkan, walaupun afdhalnya tidak perlu menjamak jika bisa shalāt pada waktunya. Begitu juga dianjurkan untuk mengqashar shalāt (empat raka’at menjadi dua raka’at), karena ini adalah rukhsah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla senang bila kita mengambil rukhsahnya.

⑽ Dan jika kendaraan yang kita naiki bisa berhenti untuk melaksanakan shalāt wajib, maka kita lakukan shalāt wajib di darat (tidak di atas kendaraan). Namun jika memang tidak bisa berhenti, seperti pesawat atau kereta, maka kita shalāt di kendaraan tidak mengapa (in syā Allāh).

Semoga pembahasan ini bermanfaat, ada kurang lebihnya mohon maaf.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishshawāb

وصلى الله على نبينا محمد
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 18 Ramadhan 1440H / 23 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik |  I’tikaf Ringkas
⬇ Download audio: bit.ly/SerialRamadhan1440H_H16
〰〰〰〰〰〰〰

*I'TIKĀF  RINGKAS*

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sebentar lagi kita memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhān, tidak terasa, ternyata Ramadhān yang 30 hari begitu cepat berlalu.

Dan jika kita sekarang merasakan hal itu saat kita hidup di dunia, maka di ākhirat kelak akan ada yang merasakan bahwa kehidupan dunia kita ini hanya sebentar saja.

Kehidupan dunia ini, Allāh ibaratkan dalam firmannya:

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا

"Pada hari mereka melihat hari kiamat, seakan akan ia hidup di dunia hanya pada waktu sore atau pagi hari saja.”

(QS An Nazi’at : 46)

Waktu pagi kita, waktu sore kita pasti akan terasa sangat pendek sekali dan ini yang dirasakan oleh orang-orang ketika sudah melihat hari kiamat kelak.

Kembali lagi, bahwa kita tidak terasa akan memasuki 10 hari terakhir, dimana biasanya pada 10 hari terakhir tersebut kaum muslimin bersemangat untuk melakukan ibadah khusus yaitu i’tikaf.

⑴ Kaum muslimin bersemangat untuk memfokuskan diri di masjid dalam rangka beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jadi mereka di masjid bukan untuk tidur, tapi untuk memaksimalkan ibadah kepada Allāh Ta'āla dalam rangka mencari malam Lailatul Qadr, yang mana ibadah pada malam itu akan lebih baik dari pada ibadah 1000 bulan lamanya.

Itu yang pertama, tentang pengertian dan tujuan i'tikāf.

⑵ I'tikāf itu harus dilakukan di masjid yang di sana didirikan shalāt jama’ah dan shalāt Jum'at.

Dan menurut pendapat Syaikh Bin Baz rahimahullāh dan syāfi'iyyah, i'tikāf tidak ada batas minimalnya (dengan maksud) selama ada seorang di masjid, dan telah dikatakan ia telah tinggal (berdiam diri) sementara di masjid maka jika ia berniat untuk i’tikāf, maka telah bisa dikatakan sebagai orang yang beri'tikāf.

⑶ I'tikāf tidak hanya khusus bagi para laki-laki, namun i'tikāf juga diperbolehkan untuk para wanita.

Sebagaimana dalam hadīts-hadīts yang ada, seperti Hadits dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

"Adalah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau beri'tikāf pada 10 hari terakhir pada bulan Ramadhān hingga Allāh mewafatkan beliau, kemudian setelah itu, istri-istri beliau tetap beri’tikāf."

⑷ Bagi orang-orang yang beri'tikāf tidak boleh melakukan hal-hal di bawah ini :

① Berhubungan biologis (suami/istri)

Para ulamā sepakat bahwa berhubungan biologis membatalkan i'tikāf.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

"Janganlah kalian campuri istri-istri kalian ketika kalian beri'tikāf di masjid.”

(QS. Al Baqarah : 187)

② Keluar dari masjid untuk keperluan yang tidak mendesak atau bisa dilakukan oleh orang lain (seperti) mengunjungi orang sakit, atau takziyah orang yang meninggal dunia.

Hal ini bukan berarti orang i'tikāf tidak boleh mengunjungi saudaranya yang sakit atau tidak boleh takziyah, akan tetapi maksudnya adalah jika mereka melakukan hal ini maka i'tikāfnya batal dan nanti saat ia masuk kembali ke masjid harus ada niat untuk i'tikāf lagi.

Di kecualikan, boleh keluar jika tujuannya untuk berwudhu, mandi wajib bagi seorang yang mimpi, menunaikan hajat ke belakang seperti buang air besar atau kecil.

Dan alhamdulillāh, sekarang fasilitas-fasilitas masjid sekarang banyak yang sudah memiliki kamar mandi di samping masjidnya (Alhamdulillāh atas nikmat tersebut).

Kemudian yang bisa membatalkan i'tikāf adalah

③ Gila yang berkepanjangan

④ Keluar dari Islām

Kemudian bagi orang yang beri'tikāf dimakruhkan banyak bicara dan perbuatan yang sia-sia, mungkin bisa dimasukkan di sini ngobrol dengan teman-temannya, dan hal ini dikarenakan orang yang beri'tikāf itu tujuannya adalah untuk memperbanyak ibadah kepada Allāh bukan untuk ngobrol dengan teman-temannya.

Kemudian saat i'tikāf dianjurkan untuk seseorang memperbanyak ibadah, baik itu dengan membaca Al Qurān atau menghapal Al Qurān, begitu juga dianjurkan untuk memperbanyak shalāt dan jika membaca Al Qurān atau shalāt sudah melelahkannya, dianjurkan untuk memperbanyak dzikir.

Dan hendaknya setiap orang yang beri'tikāf mengetahui kapasitas dirinya, karena setiap orang itu memiliki semangat yang berbeda, memiliki kekuatan yang berbeda.

Dan hendaknya masing-masing mempersiapkan ibadah yang beragam di masjid karena salah satu sifat manusia adalah memiliki sifat jenuh kecuali orang-orang yang Allāh pilih.

Jadi kita harus meragamkan ibadah agar saat kita beri'tikāf tetap menghasilkan pahala untuk. kehidupan akhirat kita.

Inilah pembahasan kita terkait i'tikāf, semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishshawāb

وصلى الله على نبينا محمد
〰〰〰〰〰〰〰

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 19 Ramadhan 1440H / 24 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik |  I’tikaf Ringkas
⬇ Download audio: bit.ly/SerialRamadhan1440H_H17
〰〰〰〰〰〰〰
LAILATUL QADR

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jika ada pedagang yang tidak perhatian dengan masa-masa atau waktu-waktu dimana dia memiliki banyak pelanggan.

Tidak perhatian dengan waktu-waktu yang mana ia bisa menghasilkan keuntungan yang berlipat.

Kira-kira,

√ Kapan pedagang itu akan mendapatkan keuntungan?

√ Kapan pedagang itu akan laba besar?

Kehidupan kita yang kurang lebih 60 hingga 70 tahun.

√ Berapa yang kita gunakan untuk bekerja?

√ Berapa yang kita gunakan untuk makan, minum, atau urusan MCK?

√ Berapa waktu yang kita habiskan untuk jalanan yang sering macet ?

√ Berapa waktu yang kita gunakan untuk bersenda gurau dengan keluarga?

Dan terakhir, berapa waktu yang murni kita gunakan untuk beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla?

√ Untuk membaca Al Qurān?

√ Untuk shalāt? Atau yang semisalnya.

Anggaplah satu hari kita bisa membaca Al Qurān 1 jam, untuk masyarakat umum mungkin ini sudah sangat panjang dan menjenuhkan.

Kemudian bagi yang shalāt di masjid 5 waktu maka butuh waktu untuk setiap shalāt mungkin 30 menit (anggaplah seperti itu).

Berarti dalam sehari membutuhkan waktu 2,5 jam untuk shalāt (ini bagi yang shalāt di masjid 5 waktu).

Bagi yang hanya shalāt di rumah, mungkin ia hanya membutuhkan waktu 10 menit atau bahkan kurang untuk setiap shalātnya, berarti hanya membutuhkan waktu 1 jam dalam sehari untuk shalāt.

Kesimpulannya,

Mungkin dalam sehari (dan mungkin ini adalah kemungkinan terbaiknya)  kita hanya beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla 3,5 jam dari 24 jam yang Allāh berikan kepada kita. Atau kita hanya beribadah 1/7 waktu dalam sehari untuk beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Berarti jika umur kita 70 tahun maka
ibadah kita selama hidup (kurang lebih) hanya 10 tahun.

Nah, jika ada kesempatan beribadah 10 hari, tapi bisa dipastikan ia dianggap beribadah 83 tahun, apakah itu bukan kesempatan yang luar biasa?

Kapan lagi kita diberikan kesempatan beribadah 10 hari, namun bisa dipastikan ia akan mendapatkan salah satu dari malam Lailatul Qadr yang ibadah saat itu lebih baik dari pada 83 tahun?

Tentu orang-orang yang tahu tentang perjalanan panjang akhiratnya akan berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar ia diberikan taufīq agar bisa beribadah dengan baik di malam-malam itu.

Dari banyak peristiwa dalam kehidupan kita,  pasti ada peristiwa yang paling istimewa. Pada setiap kerajinan pasti ada nilai artistik yang ditonjolkan.

Bahkan dalam kehidupan kita di dunia ini, ada tujuan pokok yang paling mendasar, yang harus dituju oleh setiap insan yaitu mentauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Nah, malam Lailatul Qadr, selain memiliki beraneka ragam ibadah yang hendaknya diamalkan, ia juga memiliki do'a yang diajarkan.

Ibunda Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā pernah bertanya :

يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟

“Wahai Rasūlullāh, Jika ,aku tahu bahwa suatu (menyadari) malam adalah malam Lailatul Qadr, apa yang harus aku katakan pada saat itu ?"

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pun menjawab :

قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Katakan :

"Yā Allāh, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun, suka mengampuni, maka ampunilah aku.”

Hadīts ini merupakan hadīts yang dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dan diriwayatkan oleh Imām At Tirmidzī dengan nomor 3513 dan Imam Ibnu Mājah dengan nomor 3850.

Semoga pembahasan ini bermanfaat dan semoga kita tersadarkan, bahwa Allah sedang memberikan tawaran yang menggiurkan bagi orang-orang yang beriman.

Semoga Allāh memberikan pertolongan kepada kita untuk memaksimalkan ibadah di 10 malam terakhir bulan Ramadhān besok, karena mungkin ini adalah Ramadhān terakhir kita.

Walaupun kita memohon kepada Allāh agar kita diberikan umur yang panjang dan berbārakah.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
〰〰〰〰〰〰〰

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 20 Ramadhan 1440H / 25 Mei 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Proses Finishing
〰〰〰〰〰〰〰

PROSES FINISHING

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sudah pernahkah kita mendengar hadīts Ibnu Mas'ūd yang terdapat dalam kitāb kecil bernama Arba’in An Nawawi?

Di sana disebutkan,

Ada seorang hamba yang beramal dengan amalan penduduk surga. Bahkan surga tersebut jaraknya tinggal 1 hasta lagi darinya, akan tetapi karena ketetapan Allāh, ia beramal dengan amalan penduduk neraka, akhirnya ia pun masuk ke dalam neraka

Dan ada juga seorang hamba yang beramal dengan amalan penduduk neraka. Bahkan neraka tersebut jaraknya tinggal 1 hasta lagi darinya, akan tetapi karena ketetapan Allāh, ia beramal dengan amalan penduduk surga, akhirnya ia pun masuk ke dalam surga.

Apa pelajaran penting dari hadīts ke empat yang dibawakan oleh Imam An Nawawi, yang beliau ambil dari hadīts Bukhāri Muslim tersebut?

Pelajaran terpenting kita, adalah:

• Pelajaran Pertama | Jangan sampai di antara kita ada yang sombong, besar diri, sum’ah karena telah dimudahkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk memperbanyak pada bulan Ramadhān ini.

Tetapi yang harus kita lakukan adalah bersyukur atas nikmat Allāh tersebut, karena tanpa Allāh tidak mungkin kita bisa beramal shālih.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda,

وَاللَّهِ لَوْلاَ اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا، وَلاَ تَصَدَّقْنَا وَلاَ صَلَّيْنَا

"Demi Allāh, kalau bulan karena Allāh tidak mungkin kita akan mendapatkan petunjuk, tidak mungkin kita akan bersedekah dan tidak mungkin kita akan mendirikan shalāt.”(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

Sehingga, kita harus bersyukur atas nikmat Allāh atas kemudahan yang dianugrahkan kepada kita bukan malah berbangga diri, sombong atau sum’ah.

• Pelajaran Kedua | Ternyata amalan itu tergantung pada penutupnya, bukan tergantung pada awalnya.

Bahkan, setiap produk dari produk-produk dunia ini, sangat tergantung dengan proses finishing-nya.

Jika finishingnya bagus, maka barang laku, jika finishingnya buruk, maka barangnya tidak laku.

Begitu juga dalam amalan ibadah.

Jika ada seseorang pada awalnya ia adalah orang yang shālih, akan tetapi pada akhirnya ia menjadi orang yang tidak shālih (jahat) atau bahkan kāfir (na'ūdzubillāhi min dzālik), maka ia dinilai sesuai keadaan akhirnya.

Misalkan juga ada seorang yang sangat bejat, atau bahkan seorang yang kāfir, akan tetapi pada akhirnya ia menjadi orang yang shālih maka ia dinilai sesuai keadaan akhirnya juga.

Sehingga sangat penting bagi kita untuk selalu menjaga ritme ibadah. Agar kita bisa istiqāmah dalam ibadah tersebut hingga titik akhir.

Oleh karena itu, ada hadīts yang menyatakan,

أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

“Amalan yang paling dicintai Allāh adalah amalan yang kontinyu, walaupun amalan tersebut sedikit.”

Lebih dari hadīts ini, bahkan di sana ada larangan untuk beribadah melebihi kemampuan dirinya, karena beribadah dengan seperti ini, tidak akan bertahan lama, karena sebagaimana pelari marathon yang tidak menjaga ritmenya ia pasti akan kalah, begitu juga, orang-orang yang beribadah namun tidak menjaga ritme ibadahnya, sehingga ia akan jenuh, malas dan akhirnya terputus dari amalan tersebut.

Padahal amalan itu tergantung pada akhirnya, sebagaimana sabda nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada penutupannya.“

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 6607)

Jadi sahabat Bimbingan Islām semua yang di awal-awal Ramadhān telah semangat untuk beramal, terus jaga keikhlāsan dan jaga keistiqāmahan jangan putus di tengah jalan, karena amalan itu tergantung pada penutupannya.

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
〰〰〰〰〰〰〰

Minggu, 05 Mei 2019

1_Pembahasan Buku Fiqih Romadhon-Meniti Hari di Bulan Suci

▪ Sabtu, 28 Sya’ban 1440 H | 04 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-1 | Mukadimmah

Perlu untuk kita fahami bersama bahwa kwalitas ibadah kita di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan sangat tergantung dengan dekat dan jauhnya kita dari sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana yang telah diisyaratkan sendiri oleh penghulu anak turun Adam ‘alaihissalam dalam haditsnya yang mulia :

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya lapar, dan betapa banyak orang yang shalat malam tidak mendapatkan dari shalatnya kecuali lelahnya begadang”. (HR. Ibnu Majah: 1690 dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahih At-Targhib Wat-Tarhib: 1/453).

Syaikh Majdi Al-Hilali berkata ketika menjelaskan makna hadits ini :

ولو قمنا بإظهار معاني العبودية لله عز وجل ولكن بشكل مبتدع مخالف للذي ارتضاه لنا فلن يُقبل منا، وسيُرَد علينا

“Seandainya kita menampakkan hakikat makna ibadah kepada Allah azza wa jalla, akan tetapi dalam bentuk yang baru yang menyelisihi syariat yang telah Allah ridhai maka ibadah kita tidak akan diterima dan akan ditolak.” (Haqiqatul ‘Ubudiyyah: 15).

🌏 cintasedekah.org
📱 FB | IG | YT | Telegram | Twitter @CSPeduli
📜 Layanan CS :
▪cintasedekah.org/kalkulator-zakat/
▪bit.ly/jadwalkajianapp
____

▪  Ahad, 29 Sya’ban 1440 H | 05 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-2 | Bab 1 - Keutamaan Puasa

Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang meng-khususkan menyebut puasa serta menjelaskan keutamaannya. Diantaranya Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab : 35).

Al-Imam Ibnu Katsir -semoga Allah senantiasa merahmati beliau- ketika menerangkan tafsir ayat ini dan mengetengahkan keutamaan puasa, beliau berkata:

في الحديث الذي رواه ابن ماجه : ” والصوم زكاة البدن ” أي : تزكيه وتطهره وتنقيه من الأخلاط الرديئة طبعا وشرعا قال سعيد بن جبير : من صام رمضان وثلاثة أيام من كل شهر ، دخل في قوله : ( والصائمين والصائمات ) ولما كان الصوم من أكبر العون على كسر الشهوة – كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” يا معشر الشباب ، من استطاع منكم الباء فليتزوج ، فإنه أغض للبصر ، وأحصن للفرج ، ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء “

“Disebutkan di dalam hadits riwayat Ibnu Majah ‘Puasa adalah zakatnya badan’ maksudnya puasa ini mensucikan badan, membersihkan dan memurnikan-nya dari berbagai kotoran yang buruk baik, dari sudut pandang tabiat maupun sudut pandang syariat. Sa’id bin Jubair berkata ;

Barangsiapa puasa di bulan Ramadhan dan puasa tiga hari setiap bulannya maka ia termasuk kelompok yang difirmankan oleh Allah ‘Wash-Ash-Soimin wash-Sho’imat’/para lelaki dan wanita yang gemar berpuasa.

Dan puasa ini diantara faktor terbesar yang bisa mengendalikan syahwat sebagaimana sabda nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ; ‘Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian telah mampu, hendaknya menikah, karena itu lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Barangsiapa tidak mampu hendaknya ia berpuasa karena puasa akan menjadi perisai baginya”.

Dan ketika menjelaskan firman Allah yang menerangkan balasan bagi orang-orang yang berpuasa, beliau (Imam Ibnu Katsir) kembali berkata :

وقوله : ( أعد الله لهم مغفرة وأجرا عظيما ) أي : هيأ لهم منه لذنوبهم مغفرة وأجرا عظيما وهو الجنة

“Dan firman Allah ta’ala (Allah menyiapkan bagi mereka pengampunan dan pahala yang besar) maksudnya ialah : Dengan sebab puasa Allah menyiapkan bagi mereka atas dosa mereka pengampunan serta pahala yang besar yaitu syurga”. (Tafsir Ibnu Katsir : 1501)
__

▪  Senin, 1 Ramadhan 1440 H | 06 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-3 | Bab 2 - Keutamaan Bulan Ramadhan

Ramadhan itu adalah bulan kebaikan, bulan mulia, Allah memberikan banyak sekali kebaikan serta keberkahan di dalam nya sebagaimana yang tampak pada point-point sebagai berikut :

a). Allah Ta’ala menurunkan kitab suci Al-Qur’an di bulan Ramadhan.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنْ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan, bulan yang padanya diturunkan (permulaan) Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. Al-Baqarah : 185).

b). Setan dibelenggu, pintu neraka ditutup, dan dibukanya pintu syurga.

Hal ini terjadi dan dimulai dari sejak awal kali permulaan bulan ramadhan, nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ ، وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ

“Jika telah masuk bulan ramadhan pintu-pintu syurga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu”. (HR Bukhari : 3277, Muslim : 1079).

c). Di bulan Ramadhan terdapat malam Lailatul Qadar

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;

أَتَاكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ، وَتُغَلُّ فِيهِ مِرَدَةُ الشَّيَاطِينِ ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah ta’ala mewajibkan puasa di dalamnya, pintu-pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup, dedengkot-dedengkot setan dibelengu. Di dalamnya Allah memiliki sebuah malam yang lebih utama dari seribu bulan, barangsiapa diharamkan dari mendapatkan kebaikannya maka sungguha ia orang yang rugi”. (HR Ahmad : 9213, An-Nasa’i : 2106, dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa’i : 1992).

Wallahu a’lam
__

◼ Selasa, 2 Ramadhan 1440 H | 07 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-4 | Bab 3 - Sejarah Kewajiban Puasa

Ketika hati-hati para sahabat sudah mulai kokoh berpegang dengan ajaran tauhid dan mengagungkan syi’ar-syiar Allah. Lantas Allah ta’ala mensyariatkan puasa dengan Takhyir/Optional, maknanya kaum muslimin boleh memilih untuk puasa atau tidak puasa namun menggantinya dengan Fidyah. Dan Allah menjelaskan bahwa yang paling utama dari keduanya adalah berpuasa. Allah berfirman :

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) ; memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 184).

Setelah itu baru kemudian Opsi/Kesempatan memilih antara puasa dan tidak ini dihapus oleh Allah dengan turunnya surat Al-Baqarah ayat ; 185 ;

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS.  Al Baqarah: 185).
__

◼ Rabu, 3 Ramadhan 1440 H | 08 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-5 | Bab 4 - Motivasi Berpuasa

Dengan puasa Ramadhan ini seseorang bisa meraih derajatnya para syuhada’ yang wafat di jalan Allah, serta meraih derajatnya para shiddiqin. Suatu ketika datang seorang lelaki kepada nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ ، وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ ، وَأَدَّيْتُ الزَّكَاةَ ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ ، وَقُمْتُهُ ، فَمِمَّنْ أَنَا ؟

“Wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam apa pendapatmu jika aku bersyahadat tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhhamad adalah utusan Allah, dan aku shalat lima waktu, aku membayar zakat berpuasa ramadhan dan shalat malam di dalamnya, maka aku termasuk golongan manusia yang mana?

قَالَ-صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : ” مِنَ الصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ “

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Kamu termasuk golongan para shiddiqin dan para syuhada’”. (HR. Ibnu Hibban : 19 dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahihut Targhib Wat Tarhib : 1003).

Wallahu a’lam
__

◼ Kamis, 4 Ramadhan 1440 H | 09 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-6 | Bab 5 - Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Puasa

Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu mendengar Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

بينا أنا نائم إذ أتاني رجلان ، فأخذا بضبعي، فأتيا بي جبلا وعرا ، فقالا : اصعد ، فقلت : إني لا أطيقه ، فقالا : إنا سنسهله لك ، فصعدت حتى إذا كنت في سواء الجبل إذا بأصوات شديدة ، قلت : ما هذه الأصوات ؟ قالوا : هذا عواء أهل النار ، ثم انطلق بي ، فإذا أنا بقوم معلقين بعراقيبهم ، مشققة أشداقهم ، تسيل أشداقهم دما قال : قلت : من هؤلاء ؟ قال : هؤلاء الذين يفطرون قبل تحلة صومهم

”Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, ‘Naiklah’. Lalu kukatakan, ‘Sesungguhnya aku tidak mampu.’

Kemudian keduanya berkata, ‘Kami akan memudahkanmu’. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu  aku bertanya, ‘Suara apa itu?’ Mereka menjawab,’Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.’

Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku melihat orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah.

Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya,’Siapakah mereka itu?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.’ (HR. Ibnu Hibban : 1800 dinyatakan shahih oleh Imam Al-Albani dalam Shahihut Targhib Wat Tarhib : 1005).
__

◼ Jum'at, 5 Ramadhan 1440 H | 10 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-7 | Bab 6 - Metode Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan

Hukum asal penetapan awal bulan di dalam syariat islam adalah dengan ru’yatul hilal (melihat hilal) sebagaimana firman Allah ta’ala :

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu.” (QS. Al-Baqarah : 185).

Imam Ibnu Katsir berkata menafsirkan firman Allah ini :

هذا إيجاب حتم على من شهد استهلال الشهر

“Ini adalah kewajiban yang harus bagi orang yang telah berhasil melihat hilal bulan itu”. (Tafsir Ibnu Katsir : 239).

Ketika Cuaca Mendung

Kemudian ketika terjadi mendung, sehingga kita tidak mungkin melakukan ru’yatul hilal (melihat hilal), syariat sudah memberikan solusi/jalan keluar dari sisi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Atau dengan kata lain kita berpindah kepada metode yang kedua yang dikatakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut :

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ، فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ

“Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR. Bukhari : 1910, Muslim : 1081).

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, (bahwasanya) Rasulullah ahallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَتَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوُا الْهلاَلَ، وَلاَ تُفطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ، فَاَقْدِرُوْالَهُ

“Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya (hilal). Jika kalian terhalangi awan, hitunglah bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari : 4/106 dan Muslim : 1080).
__

◼ Sabtu, 6 Ramadhan 1440 H | 11 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-8 | Bab 7 - Metode Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan

Sebenarnya jika kita mengikuti dalil-dalil di atas yang berujung pada satu kesimpulan bahwa permulaan Ramadhan dan hari raya itu dengan mengikuti keputusan penguasa, justru akan semakin ringan, mudah dan persatuan kaum muslimin dapat terwujud.

Seandainya ternyata keputusan penguasa tersebut salah maka kesalahannya akan ditanggung oleh penguasa. Adapun kita sebagai rakyat tidak ikut menanggung dosa dan kesalahannya, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يُصَلُّوْنَ لَكُمْ، فَإِنْ أَصَابُوْا فَلَكُمْ وَلَهُمْ، وَإِنْ أَخْطَأُوْا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ

“Mereka shalat mengimami kalian. Apabila mereka benar, kalian dan mereka mendapatkan pahala. Apabila mereka keliru, kalian mendapat pahala sedangkan mereka mendapat dosa.” (HR. Bukhari : 694).

Di samping itu kita tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari syak/hari yang meragukan (ragu apakah hari itu hari terakhir bulan sya’ban atau hari pertama bulan ramadhan) dengan cara berpuasa sebelum ramadhan satu atau dua hari sebelumnya berdasarkan hadis :

لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ

“Janganlah salah seorang dari kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya. Keculai bagi lelaki yang terbiasa puasa maka hendaknya ia berpuasa pada hari tersebut”. (HR. Muslim : 573).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barangsiapa berpuasa pada hari yang manusia ragu di dalamnya, maka ia telah bermaksiat kepada Abul Qasim shalallahu ‘alaihi wa sallam”. (HR Tirmidzi dishahihkan oleh Imam Al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzi : 553).

Namun jika hari tersebut telah ditetapkan oleh penguasa akan status kejelasannya, seperti penguasa menetapkan hari ini adalah awal Ramadhan misalnya, maka kita mengikuti ketetapan penguasa, Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan :

وأصح هذه الأقوال هو التحريم ، ولكن إذا ثبت عند الإمام وجوب صوم هذا اليوم وأمر الناس بصومه فإنه لا ينابذ وتحصل عدم منابذته بألا يُظهر الإنسان فطره ، وإنما يُفطر سراً

“Pendapat yang paling benar dari sekian banyak pendapat ini ialah puasa di hari Syak/meragukan itu haram hukumnya. Tapi apabila telah jelas keputusan penguasa wajibnya puasa di hari  tersebut dan penguasa memerintahkan manusia untuk berpuasa di hari itu, maka hal ini tidak boleh ditentang” (Asy-Syarhul Mumti’ : 6/318).

Keputusan ini pulalah yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam fatwa yang mereka rilis. Diantara point keputusan fatwa yang disebutkan di sana adalah :

“MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH

Pertama : Fatwa
Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode ru’yah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.
Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla’nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.”
Fatwa ini ditanda tangani oleh ketua komisi fatwa MUI KH Ma’ruf Amin, dan juga sekretaris komisi fatwa MUI Bapak Hasanudin.
(Sumber : Fatwa MUI nomor ; 2 Tahun 2004 tentang penetapan awal Ramadhan, Syawaal dan Dzulhijjah).

Wallahu a’lam
__

◼ Ahad, 7 Ramadhan 1440 H | 12 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-9 | Bab 8 - Syarat wajibnya puasa

Syarat Puasa

Syarat puasa itu ada tiga macam

a). Syarat wajibnya puasa :

- Baligh/telah mencapai usia dewasa.
- Mampu
- Mukim atau tidak sedang bersafar.

b). Syarat sahnya puasa

- Niat
- Tamyiz/Mumayyiz
- Waktu Puasa

c). Syarat  Wajib Dan Sahnya Puasa Sekaligus

- Islam
- Berakal
- Suci dari haidh dan nifas
__

◼ Senin, 8 Ramadhan 1440 H | 13 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-10 | Bab 9 - Syarat sahnya puasa

• Niat
Apabila telah jelas status suatu hari bahwa ia adalah awal Ramadhan baik dengan ru’yatul hilal, atau dengan persaksian atau dengan menggenapkan jumlah hari bulan sya’ban, maka seorang muslim wajib memulai niatnya pada malam hari pertama di bulan ramadhan sebagaimana sabda nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَلا صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa tidak melakukan niat sejak dari malam, maka tidak ada puasa baginya”. (HR Tirmidzi : 730, Nasa’i : 2334, dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi : 583).

Niat ini letaknya di hati, tidak perlu diucapkan dengan lisan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
ومن خطر بقلبه أنه صائم غداً فقد نوى

“Barangsiapa terbetik di dalam hatinya keinginan untuk berpuasa di esok hari, maka ia telah berniat”. (Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah : 1/191).

Syaikh DR. Musthafa Al-Khin berkata :

وهي قصد الصيام، ومحلها القلب، ولا تكفي باللسان، ولا يشترط التلفظ بها، ودليل وجوب النية قوله - صلى الله عليه وسلم - " إنما الأعمال بالنيات "
 
“Dan niat itu maknanya bermaksud untuk melaksanakan puasa, niat letaknya di hati, tidak cukup diucapkan lisan dan tidak disyaratkan untuk diucapkan. Dalil kewajibannya ialah sabda nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ;
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya”. (HR Bukhari : 1, Muslim : 1907).  (Lihat Al-Fiqhul Manhaji ‘Ala Madzhab Imam Asy-Syafi’i : 2/282).

Kumpulan ulama’ besar di kerajaan Saudi Arabia yang tergabung dalam Lajnah Da’imah berfatwa :

تكون النية بالعزم على الصيام ، ولا بد من تبييت نية صيام رمضان ليلاً كل ليلة

“Niat puasa itu dengan berazam kuat untuk melakukan puasa dan niat puasa ramadhan harus di lakukan pada malam di setiap harinya”. (Fatawa Lajnah Da’imah : 10/246).

Hukum ini (keharusan niat di malam hari) berkaitan dengan puasa wajib atau puasa Ramadhan. Adapun puasa sunnah maka tidak disyaratkan niat di malam hari sebelum subuh. Maknanya jika seseorang pada suatu hari tidak memiliki niat puasa sama sekali, dan ia sejak subuh hingga siang belum makan, belum minum, belum melakukan pembatal puasa. Kemudian ia berniat puasa di siang hari maka sah puasanya. Dan hukum ini khusus berlaku untuk puasa sunnah, dalinya riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha berikut ini :

دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ، فَقَالَ :  هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ، فَقُلْنَا : لَا ، قَالَ : فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ ، ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ ، فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ ، فَقَالَ : أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ، فَأَكَلَ

“Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahku pada suatu hari, beliau bertanya ; ‘Apakah engkau memiliki makanan?’. Kami mengatakan ; ‘Tidak’.

Beliau lantas bersabda ; ‘Jika demikian aku akan berpuasa saja’. Kemudian beliau mendatangi kami pada hari yang lain, kamipun mengatakan ; ‘Wahai rasulullah kami diberi hadiah berupa Hais (roti campuran dari kurma, gandum, susu, keju, minyak samin)’. Beliau berkata ; ‘Berikan kepadaku sejak tadi pagi aku puasa’, lantas beliau makan”. (HR. Muslim : 1958).

Namun ada hal yang perlu diperhatikan dalam masalah memulai niat puasa di siang hari ini. Sebagian ulama mengatakan bebas memulai niat kapan saja selama belum melakukan pembatal puasa di hari tersebut. Sebagian ulama yang lain mensyaratkan mulai niat puasa ini hendaknya dilakukan maximal beberapa saat sebelum waktu zawal/tergelincirnya matahari/beberapa saat sebelum dzuhur. Pendapat yang kedua inilah yang benar, wallahu a’lam.

• Tamyiz/Mumayyiz
Tidak sah puasa anak-anak yang belum mumayyiz/belum bisa membedakan mana aurat mana bukan. Imam Mahmud bin Abdillah Al-Husaini Al-Alusi berkata menuturkan penjelasan tentang kriteria anak yang belum mumayyiz :

الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلى عَوْراتِ النِّساءِ أي الأطفال الذين لم يعرفوا ما العورة ولم يميزوا بينها وبين غيرها

“Yaitu anak yang belum tampak pada mereka aurat wanita. Maknanya ialah anak-anak yang belum mengetahui apa itu aurat dan belum mampu membedakan mana aurat mana bukan”. (Tafsir Ruhul Ma’ani : 9/339).

• Waktu Puasa
Tidak sah puasa yang dilakukan pada hari-hari yang terlarang seperti orang berpuasa pada hari raya Idul Fitri misalnya berdasarkan riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada dua hari yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Muslim : 1138).
__

◼ Selasa, 9 Ramadhan 1440 H | 14 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-11 | Bab 10 - Syarat  Wajib Dan Sahnya Puasa Sekaligus

• Islam
Maka orang kafir tidak wajib melaksanakan puasa, karena khitab (lawan bicara) yang Allah tujukan kepada mereka perintah puasa adalah orang-orang yang beriman, sebagaimana yang tersebut dengan jelas di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat : 183 yang terkenal itu.

Seandainya mereka puasa, tidak sah puasa mereka dan tidak diterima oleh Allah ta’ala.

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Seandainya engkau berbuat syirik maka akan terhapus semua amalmu dan kelak engkau termasuk golongan orang-orang yang merugi”.
(QS.Az-Zumar : 65).

Dan jika mereka masuk islam maka tidak ada kewajiban untuk mengqadha’/mengganti puasa Ramadhan yang selama ini mereka tinggalkan, hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala :

قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّتُ الْأَوَّلِينَ

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu.” (QS. Al-Anfal : 38).

• Berakal
Orang yang tidak berakal karena faktor apapun, tidak wajib puasa berdasarkan hadits yang sudah kita sebutkan di atas :

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ ، عَنِ الْمَجْنُونِ الْمَغْلُوبِ عَلَى عَقْلِهِ ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ

“Pena diangkat dari tiga golongan manusia ; dari orang gila yang hilang akal, dari orang yang tidur hingga ia bangun dan dari anak kecil hingga ia baligh/dewasa”. (HR Abu Dawud : 4399 dan Ibnu Hibban : 1497 dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil : 2/5).

Syaikh Abdul Karim Al-Khudhair berkata :

وفرق بين النوم وبين الجنون والإغماء، الجنون يرفع التكليف بخلاف النوم، الإغماء هل يلحق بالجنون أو بالنوم؟ أهل العلم فصلوا فقالوا: إن كان الإغماء أكثر من ثلاثة أيام فهو في حكم الجنون، بمعنى أنه لا يؤمر بقضاء، الإغماء يعني لو نفترض أن شخصاً أدخل العناية المركزة ولا يحس بشيء لمدة خمسة أيام أسبوع شهر أو أكثر، ما يقال: إذا أفاق لا يلزمه شيء، لا يلزمه قضاء شيء، لكن لو أغمي عليه يوم أو يومين يقضي ما فاته؛ لأن مثل هذا الإغماء لأنهم جعلوا الثلاثة حد للكثرة والقلة، فالقليل من الإغماء حكمه حكم النوم، والنائم يلزمه أن يقضي ما فاته، ومثله من أغمي عليه أقل من ثلاثة أيام، وأما من أغمي عليه أكثر من ثلاثة أيام وطال به الإغماء فحكمه حكم المجنون يرتفع عنه التكليف.

“Para ulama membedakan antara tidur dengan gila dan juga pingsan. Orang yang gila diangkat darinya kewajiban agama berbeda dengan orang yang tidur. Apakah pingsan disamakan hukumnya dengan tidur?

Para ahli ilmu merinci, apabila durasi pingsan lebih dari tiga hari, maka ia dihukumi sama dengan kasus orang gila. Maknanya ia tidak diperintahkan untuk mengqadha’ puasa. Orang yang pingsan taruhlan ada orang yang opaname di ruang UGD, ia tidak merasakan apa-apa (koma) selama lima hari atau sepekan atau sebulan dikatakan ; ia tidak memiliki kewajiban apa-apa, ia tidak harus meangqadha’ apapaun.
Akan tetapi jika ia pingsan selama sehari atau dua hari, maka ia mengqadha’ puasa yang terlewat. Karena jenis pingsan seperti ini para ulama menjadikan jumlah tiga hari ini sebagai standard banyak dan sedikitnya pingsan seseorang. Maka pingsan yang sedikit hukumnya sama dengan tidur. Dan orang yang tidur itu memiliki kewajiban untuk mengqadha’ puasa yang terlewat. Demikian pula sama hukumnya orang yang pingsan kurang dari tiga hari.
Adapun yang pingsan lebih dari tiga hari dan berkelanjutan maka hukumnya disamakan dengan hukum orang yang gila, kewajiban agama terangkat dari dia”. (Syarah Zadil Mustaqni’ Syaikh Abdul Karim Al-Khudhair : 3/5).

• Suci dari haidh dan nifas
Dalil bahwasanya wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan puasa ialah riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha sebagai berikut :

كُنَّا نَحِيضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ , وَلا نُؤْمَرُ بِقَضَاء الصَّلاةِ

“Kami mengalami haidh di masa rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat”. (HR. Muslim : 335).

Hadits ini menunjukkan puasa haram bagi wanita yang sedang haidh maupun nifas, dan mereka memiliki kewajiban untuk mengganti puasa di hari yang lain. Imam Nawawi menyatakan :

أَجْمَعَتْ الأُمَّةُ عَلَى تَحْرِيمِ الصَّوْمِ عَلَى الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ , وَعَلَى أَنَّهُ لا يَصِحُّ صَوْمُهَا...وَأَجْمَعَتْ الأُمَّةُ أَيْضًا عَلَى وُجُوبِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ عَلَيْهَا , نَقَلَ الإِجْمَاعَ فِيهِ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ جَرِيرٍ وَأَصْحَابُنَا وَغَيْرُهُمْ

“Ulama umat Islam telah bersepakat akan haramnya puasa bagi wanita haidh dan nifas dan bahwasanya tidak sah puasa keduanya dan mereka bersepakat pula bahwa keduanya wajib mengqadha’ puasa Ramadahan di hari yang lain. Kesepakatan ini dinukil pula oleh Tirmidzi, Ibnul Mundzir, Ibnu Jarir, para sahabat kami dan yang lainnya ”. (Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab : 2/386).

Wallahu a’lam
__

◼ Rabu, 10 Ramadhan 1440 H | 15 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-12 | Bab 11 - Rukun Puasa

Para ulama berselisih pendapat tentang apakah niat itu menjadi syarat puasa ataukah rukun puasa. Dan jika kita letakkan niat sebagai syarat puasa (sudah berlalu pembahasan niat) maka tidak tersisa rukun puasa kecuali satu, yaitu Imsak.

Imsak ialah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dimulai dari terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari. Allah ta’ala berfirman ketika menjelaskan durasi puasa :

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ فَالْئَانَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَاكَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 187).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata ;

“Fajar itu ada dua, adapun yang  pertama ia tidak mengharamkan makan (sahur-pent) dan tidak membolehkan shalat (shalat subuh-pent). Adapun fajar yang kedua ia mengharamkan makan dan menghalalkan shalat”. (HR Ibnu Khuzaimah : 3/210, Al-Hakim : 1/191 dinyatakan shahih oleh Syaikh Ali Hasan Al-Halaby di dalam kitab Shifatush Shaumin Nabi : 37).
Fajar yang pertama ini disebut fajar kadzib, sedang yang kedua di sebut fajar shadiq.

Kemudian syaikh Ali Hasan Al-Halabi berkata menerangkan perbedaan antara keduanya :

اعلم أيها الموفق إلى طاعة ربه أن أوصاف الفجر الصادق هي التي تتفق والآية الكريمة حتى يتبين لنا الخخيط الأبيض من الأسود من الفجر فإن ضوء الفجر إذا اعترض في الأفق على الشعاب ورؤوس الجبال  ظهر كأنه خيط أبيض وظهر من فوقه خيط أسود وهو بقايا ظلام الذي ولى مدبرا

“Ketahuilah wahai hamba Allah yang diberikan taufik untuk mentaati Rabb-nya, bahwa sifat fajar itu adalah yang sesuai dengan firman Allah ‘Hingga menjadi jelas benang putih dari benang hitam berupa fajar’. Karena sesungguhnya cahaya fajar itu apabila mulai muncul di ufuk timur, di puncak gunung ia akan tampak seperti benang putih dan tampak pula di atasnya benang hitam berupa sisa-sisa gelapnya malam yang masih mendominasi”. (Shifatush Shaumin Nabi : 38).

Dan sebagaimana kita baca dari ayat di atas bahwa batas akhir puasa ialah hingga malam menjelang. Menjelangnya malam ini dimulai dari tenggelamnya bulatan matahari di sisi barat.

Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata :

إذا أقبل الليل من هاهنا وأدبر النهار من هاهنا وغربت الشمس فقد أفطر الصائم

“Apabila malam telah menjelang dari sini, dan siang telah berlalu dari sini dan matahari telah tenggelam maka orang yang berpuasa sudah boleh berbuka”. (HR. Muslim : 1100).

Syaikh Ali Hasan Al-Halabi berkata :

وقد يظن بعض الناس أن الليل لا يتحقق بعد غروب الشمس فورا وإنما يدخل بعد انتشار الظلام شرقا وغربا وقد حدث ذلك لبعض أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فأفهم أنه ييكفي أول الظلام من جهة المشرق بعد اختفاء قرص الشمس

“Sebagian manusia menyangka bahwa waktu malam belum benar-benar terwujud setelah tenggelamnya matahari langsung. Akan tetapi malam baru masuk setelah kegelapan menyebar luas di timur dan barat. Hal ini juga terjadi pada sebagian para sahabat nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memahamkan mereka  bahwa malam tandanya cukup dengan awal kali gelap di sisi timur, sesaat setelah bulatan matahari sudah tenggelam”. (Shifatush Shaumin Nabi : 40).

Dari nukilan ayat serta sedikit uraian di atas kita memahami bahwa durasi puasa adalah dimulai dari terbitnya fajar shadiq hingga malam menjelang ditandai dengan tenggelamnya bulatan matahari di sisi barat.

Wallahu a’lam
__

◼ Kamis, 11 Ramadhan 1440 H | 16 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-13 | Bab 12 - Sahur

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

“Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur”. (HR. Muslim : 1096).

Makanan sahur yang terbaik ialah dengan kurma, berdasarkan sabda nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Sebaik-baik sahurnya seorang yang beriman adalah kurma”. (HR. Abu Dawud : 2345, Ibnu Hiban : 3475, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah : 562).

Sahur ini sunnah hukumnya tidak wajib, semua perintah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan sahur dibawa kepada pengertian mustahab/anjuran. Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan salah satu judul bab di dalam kitab beliau : “Bab tentang perintah sahur itu adalah perintah yang sifatnya anjuran dan bukan kewajiban yang mana orang yang meninggalkannya menanggung dosa”. (Shahih Ibnu Khuzaimah : 3/213).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

بكّروا بالإفطار، وأخّروا السُّحور

“Segerakanlah berbuka dan akhirkanlah sahur”. (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah : 1773).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

“Apabila salah seorang dari kalian mendengar suara adzan sedangkan bejana (piring-pent) masih ada di tangannya maka janganlah ia meletakkannya hingga ia menuntaskan makannya”. (HR Abu Dawud : 2350, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud : 2060).

Wallahu a’lam
__

◼ Jum'at, 12 Ramadhan 1440 H | 17 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-14 | Bab 13 - Hal - Hal Yang Harus Ditinggalkan Ketika Puasa

1. Berkata dusta
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh kepada perbuatan dia didalam meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari : 1903).

2. Perbuatan yang sia-sia dan porno.
Imam Muhammad bin Al-Fadhl bertutur :

جوارحك كلها أمانات عندك أمرت فى كل واحدة منها بامر فامانة العين الغض عن المحارم والنظر بالاعتبار وامانة السمع صيانتها عن اللغو والرفث وإحضارها مجالس الذكر وامانة اللسان اجتناب الغيبة والبهتان ومداومة الذكر وامانة الرجل المشي الى الطاعات والتباعد عن المعاصي وامانة الفم ان لا يتناول به الا حلالا وامانة اليد ان لا يمدها الى حرام ولا يمسكها عن المعروف وامانة القلب مراعاة الحق على دوام الأوقات حتى لا يطالع سواه ولا يشهد غيره ولا يسكن الا اليه

“Anggota badanmu semuanya adalah amanah, setiap satu dari masing-masing anggota badan kalian, diperintahkan dengannya suatu perintah. Amanahnya mata dengan menundukkan pandangan dari melihat hal-hal yang haram. Amanahnya pendengaran adalah dengan menjaganya dari mendengar perkataan yang sia-sia dan porno, dan menggunakannya untuk mendengarkan majelis dzikir.

3. Berteriak-teriak/bertengkar
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa itu bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi puasa itu dengan menahan diri dari perbuatan yang sia-sia, perkataan porno. Dan jika ada seseorang mencacimu atau berbuat jahiliyah kepadamu maka katakanlah ; ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.” (HR. Ibnu Khuzaimah : 7/282 dan Hakim : 4/111. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib Wat Tarhib : 1082).

4. Ghibah

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ؟ قَالُوا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah?. Para sahabat berkata ; ‘Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu’. Nabi bersabda : ‘Engkau menyebutkan hal yang dibenci oleh saudaramu’. Dikatakan ; ‘Apa pendapatmu ucapanku pada saudaraku itu benar?’.

Kata nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ; ‘Jika apa yang engkau katakan benar, maka engkau telah mengghibahnya, dan jika tidak benar engkau telah memfitnahnya’.” (HR. Muslim : 2589).

5. Namimah/mengadu domba.

Imam Ibnu Katsir berkata :

قُلْتُ: النَّمِيمَةُ عَلَى قِسْمَيْنِ: تَارَةً تَكُونُ عَلَى وَجْهِ التَّحْرِيشِ بَيْنَ النَّاسِ، وَتَفْرِيقِ قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ. فَهَذَا حَرَامٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. فَأَمَّا إِنْ كَانَتْ عَلَى وَجْهِ الْإِصْلَاحِ بَيْنَ النَّاسِ، وَائْتِلَافِ كَلِمَةِ الْمُسْلِمِينَ كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيثِ  لَيْسَ الْكَذَّابُ مَنْ يُنَمِّ خَيْرًا أَوْ يَكُونُ عَلَى وَجْهِ التَّخْذِيلِ وَالتَّفْرِيقِ بَيْنَ جُمُوعِ الْكَفَرَةِ، فَهَذَا أَمْرٌ مَطْلُوبٌ كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيثِ  الْحَرْبُ خدعة

“Aku katakan ; Namimah itu ada dua macam ; terkadang dilakukan untuk mengadu domba diantara manusia serta mencerai-beraikan hati-hati kaum mukminin, maka ini disepakati keharamannya.

Terkadang pula namimah dilakukan dalam rangka untuk mendamaikan di antara manusia, mengokohkan persatuan kaum muslimin sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits ; ‘Bukan pendusta orang yang melakukan namimah untuk kebaikan’ (HR Bukhari : 2546) atau tujuannya untuk memporak-porandakan persatuan orang-orang kafir, maka ini semua boleh sebagaimana disebut dalam hadits ; ‘Perang itu adalah tipu muslihat’  (HR Bukhari 2866) (Tafsir Adh-Wa’ul Bayan : 4/563, Al-Jumu’ Al-Bahiyyah Lil ‘Aqidatis-Salafiyyah : 1/29
〰〰〰〰〰〰〰

◼ Sabtu, 13 Ramadhan 1440 H | 18 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-15 | Bab 14 - Hal-Hal yang Dibolehkan Ketika Puasa

1. Berpagi hari dalam keadaan junub.

2. Memakai siwak/gosok gigi.

3. Madhmadhah/berkumur dan Istinsyaq/memasukkan air ke hidung ketika wudhu.

4. Bercumbu dan mencium istri.

5. Ambil sample darah, bekam, donor darah, Al-Fashdu/totok darah dan tindakan medis lain yang mengandung unsur mengambil darah.

6. Suntik, obat tetes mata, celak, minyak rambut.

7. Mencicipi makanan.

8. Mengguyur air dingin di atas kepala dan mandi.

9. Menelan benda kecil yang susah dihindari.

Wallahu a’lam
_

◼ Ahad, 14 Ramadhan 1440 H | 19 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-16 | Bab 15 - Pembatal Puasa

Pembatal Puasa

Para ulama telah bersepakat bahwa orang yang berpuasa wajib menahan diri dari  makan, minum dan jima’ selama durasi puasa yang ditetapkan. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah : 2/103 oleh Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim).

a). Pembatal puasa yang mengakibatkan batal serta mengharuskan qadha’ (mengganti puasa di hari yang lain).

1. Makan minum dengan sengaja.
2. Sengaja muntah.
3. Haidh dan nifas.
4. Berniat untuk memutus puasanya.
5. Murtad dari agama Islam.

b). Pembatal puasa yang menyebabkan qadha’ dan kifarah/tebusan.

pembatal jenis ini hanya ada satu saja yaitu jima’ (berhubungan suami istri) pada siang hari di bulan Ramadhan.

Tebusan seperti apa yang harus dibayarkan ? kita simak sejenak riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berikut ini, beliau berkata :

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

“Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki sambil berkata: “Wahai, Rasulullah, celaka aku !”. Beliau menjawab, ”Ada apa denganmu?”. Dia berkata, ”Aku bersenggama dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ”Apakah kamu memiliki budak untuk dimerdekakan?” Dia menjawab,”Tidak!”. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya  lagi, ”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab,”Tidak.”.

Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?”. Dia menjawab,”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi satu ‘Araq/wadah berisi kurma.

Beliau berkata : “Mana orang yang bertanya tadi?” Dia menjawab, ”Saya wahai rasulullah.” Beliau berkata lagi : “Ambillah ini dan sedekahkanlah ia!”. Kemudian orang tersebut berkata : “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah?

Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”. Maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian berkata: “Berikanlah kepada keluargamu!”. (HR. Bukhari : 1936, Muslim : 1111).

Wallahu a’lam
__

◼ Senin, 15 Ramadhan 1440 H | 20 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-17 | Bab 16 - Pembatal puasa yang menyebabkan qadha’ dan kifarah/tebusan.

pembatal jenis ini hanya ada satu saja yaitu jima’ (berhubungan suami istri) pada siang hari di bulan Ramadhan.

Tebusan seperti apa yang harus dibayarkan ? kita simak sejenak riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berikut ini, beliau berkata :

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

“Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki sambil berkata: “Wahai, Rasulullah, celaka aku !”. Beliau menjawab, ”Ada apa denganmu?”. Dia berkata, ”Aku bersenggama dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ”Apakah kamu memiliki budak untuk dimerdekakan?” Dia menjawab,”Tidak!”. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya  lagi, ”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab,”Tidak.”.

Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?”. Dia menjawab,”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi satu ‘Araq/wadah berisi kurma.

Beliau berkata : “Mana orang yang bertanya tadi?” Dia menjawab, ”Saya wahai rasulullah.” Beliau berkata lagi : “Ambillah ini dan sedekahkanlah ia!”. Kemudian orang tersebut berkata : “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah?

Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”. Maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian berkata: “Berikanlah kepada keluargamu!”. (HR. Bukhari : 1936, Muslim : 1111).

Wallahu a’lam
__

◼ Selasa, 16 Ramadhan 1440 H | 21 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-18 | Bab 17 - Kemudahan Dalam Puasa

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menginginkan bagi kalian kemudahan, dan Dia tidak menginginkan bagi kalian kesulitan”. (QS Al-Baqarah : 185).

Diantara sekian banyak bentuk kemudahan di dalam puasa ialah :

1). Orang yang boleh meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah.

a. Lelaki tua yang sudah tidak mampu

b. melaksanakan puasa.

c. Wanita tua yang sudah tidak mampu

d. melaksanakan puasa.

e. Wanita hamil yang khawatir atas dirinya.

f. Wanita menyusui yang khawatir jika berpuasa maka anaknya akan termadharati.

g. Orang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya.

2). Orang yang boleh tinggalkan puasa dan wajib mengqadha’.

a. Musafir/orang yang sedang melakukan perjalanan jauh.

b. Orang yang sakit

c. Wanita haidh dan Nifas

Wallahu a’lam
__

◼ Rabu, 17 Ramadhan 1440 H | 22 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-19 | Bab 18 - Berbuka Puasa

Ada beberapa hal yang selayaknya kita perhatikan berkaitan dengan syariat berbuka ini diantaranya :

a). Waktu  berbuka.

ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah :187).

b). Menyegerakan Berbuka

Bila kita telah yakin akan tenggelamnya matahari maka disunnahkan untuk bersegera berbuka. Bahkan muadzin yang akan mengumandangkan adzan lebih baik berbuka terlebih dahulu sebelum adzan.

c). Berbuka dengan kurma

Urutan terbaik untuk sesuatu yang kita konsumsi ketika pertama kali berbuka ialah ; Kurma basah, jika tidak ada kurma kering, jika tidak ada menenguk beberapa teguk air putih

d). Doa berbuka puasa.

terdapat riwayat shahih tentang doa berbuka puasa.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، كَانَ رَسُوْ لُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا اَفْطَرَ قَالَ : ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ اِنْشَاءَاللَّهُ

“Dari Ibnu Umar, adalah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : DZAHABAZH ZHAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA’ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan pahala telah ditetapkan inysa’Allah). (HR : Abu Dawud : 2357, Nasa’i : 1/66 dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud : 2357).

e). Kapan doa berbuka puasa dibaca

fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr, beliau menyatakan:

الذي يبدو أنه يقال مطلقاً لأن الظمأ يوجد ولكنه يتفاوت. وهذا الذكر يقال قبل الإفطار أو بعده، والأمر في هذا واسع

“Yang tampak kebenarannya dalam hal ini bahwa doa berbuka puasa tersebut diucapkan secara mutlak/bebas. Karena rasa haus didapatkan akan tetapi ia bertingkat-tingkat. Sehingga dzikir ini dibaca sebelum berbuka, atau setelahnya, permasalahannya luas”. (Rekaman pengajian Syarah Sunan Abu Dawud).

f). Keutamaan memberikan buka puasa

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barangsiapa memberi makanan berbuka puasa untuk orang yang puasa, ia mendapatkan seperti pahala orang yang berpuasa. Dengan tanpa mengurangi pahala pelaku puasa sedikitpun”. (HR. Tirmidzi : 807 dishahihkan oleh Imam Al-Albani di dalam Shahihul Jami’ : 6415).

g). Do’a untuk orang yang memberikan kepada kita makanan berbuka puasa.

Apabila kita mendapatkan undangan makan berbuka hendaknya kita menghadirinya melainkan jika kita memiliki udzur. Dan hendaknya kita meyakini bahwa pahala kita tidak akan berkurang sama sekali ketika kita menghadiri undangan tersebut sebagaimana hadis yang telah berlalu. Dan kita diajarkan untuk mendoakan orang yang memberikan kepada kita makan buka puasa dengan doa-doa yang ma’tsur yang ada asalnya dari nabi kita yang mulia shalallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara doa-doa tersebut ialah :

أَكَلَ طَعَامَكُمُ الأَبْرَارُ ، وَصَلَّتْ عَلَيكُمُ الْمَلاَئِكَةُ الأَخْيارُ ، وأفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ

“Semoga yang memakan makananmu adalah orang-orang yang baik, dan semoga para malaikat yang mulia bershalawat kepada engkau, dan semoga yang berbuka di sisi engkau adalah orang-orang yang berpuasa”. (HR. Ibnu Abi Syaibah : 3/100, Ahmad : 3/118, An-Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum : 268, Ibnu Sunni : 129, Abdurrazaq : 4/311 hadis ini shahih sebagaimana keterangan Syaikh Ali Hasan Al-Halabi dalam Shifatus Shaumin Nabi : 69).

Wallahu a’lam
__

◼ Jum'at, 19 Ramadhan 1440 H | 24 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-21 | Bab 20 - Shalat Tarawih

Shalat tarawih ialah shalat malam yang dikerjakan di malam-malam bulan Ramadhan. Ia dinamakan tarawih/istirahat karena pelaksanaanya di selingi waktu untuk beristirahat sejanak sebagaimana dikatakan oleh para ulama. Ia disyariatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah di masjid.

Karena khawatir disangka sebagai kewajiban, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberhentikan sementara shalat tarawih berjamaah di masjid. Ketika beliau sudah wafat, maka kekhawatiran ini sudah tidak ada lagi. Sehingga Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu menghidupkan kembali shalat tarawih berjamaah di masjid sebagaimana tersebut dalam riwayat sebagai berikut,

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرَانِي لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ فَقَالَ عُمَرُ نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي تَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي تَقُومُونَ يَعْنِي آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ

“Dari Abdurrahman bin Abdul Qari ia berkata ; aku keluar bersama Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu di bulan ramadhan menuju masjid. Manusia kala itu berpencar-pencar, ada lelaki shalat sendirian, ada lagi lelaki shalat lalu shalat dibelakangnya beberapa kelompok. Umar lantas berkata ; 'Aku berpendapat kalau mereka dikumpulkan dalam satu imam, niscaya akan lebih baik'.

Kemudian beliau mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah dengan imam Ubay bin Ka'ab, setelah itu aku keluar bersama imam mereka, Umarpun berkata, 'Sebaik-baik bid'ah adalah ini, orang yang tidur lebih baik dari yang bangun, ketika itu manusia shalat di awal malam”. (HR Bukhari : 4/218).

Kaum muslimin berbeda pendapat tentang batasan jumlah raka'at shalat tarawih. Pendapat yang paling mencocoki sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah delapan raka'at tanpa witir atau 11 rakaat dengan tiga raka’at witir berdasarkan hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'anha:

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at pada shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari : 1147و Muslim : 738).

Adapun riwayat Umar bin Khathab radhiyallahu anhu yang memerintahkan shalat tarawih lebih dari 11 rakaat adalah riwayat-riwayat yang tidak lepas dari kritikan. Dan justru Umar radhiyallahu ‘anhu pun dalam riwayat yang shahih ketika menghidupkan kembali sunnahnya shalat tarawih berjamaah, beliau memerintahkan agar salat tarawih dikerjakan dengan 11 raka’at, jumlah yang paling cocok dengan sunnah yang shahih.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik dengan sanad yang shahih dari jalan Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, ia berkata :

أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً قَالَ وَقَدْ كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلَّا فِي فُرُوعِ الْفَجْرِ

‘Umar bin Khaththab pernah memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari radhiyallahu ‘anhum mengimami orang-orang (shalat tarawih) dengan sebelas rakaat.

As-Saaib berkata : ‘Imam membaca dua ratusan ayat, hingga kami bersandar di atas tongkat karena sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak keluar melainkan di ambang fajar’. " (HR Malik dalam Al Muwatha’ : 1/478 no. 271, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shalat Tarawih : 45 dishahihkan pula oleh Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarah Jami’ Tirmidzi : 3/528).

Imam Al-Ajurri berkata :

من أصحابنا عن مالك أنه قال : الذي جمع عليه الناس عمر بن الخطاب أحب إلي وهو إحدى عشرة ركعة وهي صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم.

“Dari shahabat kami, dari Malik, ia berkata : “Shalat tarawih yang mana Umar mengumpulkan manusia di atasnya lebih aku senangi, yaitu sebanyak sebelas raka’at. Ia adalah shalat yang pernah dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. (Lihat Al-Mashabih Fi Shalatit Tarawih Oleh As-Suyuthi : 32).

Namun demikian seperti yang sudah-sudah kita tetap mengatakan bahwa masalah ini ialah masalah khilafiyyah ijtihadiyah yang kita diperbolehkan untuk berbeda di dalamnya. Tidak boleh saling mencaci, menyesatkan dan lain-lain. Imam Ibnu Utsaimin berkata :

ويؤسفنا كثيراً أن نجد في الأمة الإسلامية المتفتحة فئة تختلف في أمور يسوغ فيها الخلاف ، فتجعل الخلاف فيها سبباً لاختلاف القلوب ، فالخلاف في الأمة موجود في عهد الصحابة ، ومع ذلك بقيت قلوبهم متفقة. فالواجب على الشباب خاصة ، وعلى كل الملتزمين أن يكونوا يداً واحدةً ومظهراً واحداً ؛ لأن لهم أعداءً يتربصون بهم الدوائر.

“Sangat kita sayangkan kita mendapati di dalam tubuh umat Islam keberadaan beberapa kelompok yang berpecah belah di dalam masalah yang kita diperbolehkan untuk berbeda di dalamnya. Hingga mereka menjadikan perbedaan ini sebagai sebab berpecahnya hati. Sesungguhnya perbedaan di tubuh umat sudah ada sejak zaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Namun demikian hati-hati mereka tetap bersatu. Maka menjadi kewajiban pemuda umat ini secara khusus dan bagi setiap orang yang punya semangat mengamalkan ajaran agama untuk bersatu padu menampakkan perpaduan karena mereka menghadapi musuh-musuh yang senantiasa mencari kelengahan”. (Asy-Syarhul Mumti’ : 4/225).

Wallahu a’lam
__

Sabtu, 20 Ramadhan 1440 H | 25 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-22 | Bab 21 - Malam Seribu Bulan

Semua kita mendengar, mengenal dan sangat familiar dengan malam Lailatul Qadar atau malam yang keutamaannya melebihi seribu bulan. Keutamaan malam ini sangat agung, karena ia merupakan malam turunnya Al-Qur’an yang kelak akan menuntun setiap orang yang berpegang teguh dengannya menuju jalan kemuliaan dan kejayaan. Demikian pula ia akan mengangkat seseorang menuju kepada puncak kemuliaan serta keabadian. Dan kaum muslimin saling berlomba-lomba di malam ini unuk mendapatkan kebaikan, keberkahan, kemuliaan serta limpahan pahala yang tidak bisa dibandingkan dengan kenikmatan apapun di dunia ini.

a). Keutamaan Malam Seribu Bulan.

Allah ta’ala berfirman :

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5(

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada Lailatul Qadr. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu? Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur urusan. Malam itu (penuh) Salaam sampai terbit fajar”. (QS. Al-Qadr : 1-5).

b). Apakah Lailatul Qadar masih ada.

Imam Ibnu Utsaimin berkata :

الصحيح بلا شك أنها باقية، وما ورد في الحديث أنها رفعت، فالمراد رفع علم عينها في تلك السنة؛ لأن النبي صلّى الله عليه وسلّم رآها ثم خرج ليخبر بها أصحابه فتلاحى رجلان فرفعت، هكذا جاء الحديث.

“Yang benar dengan tanpa ada keraguan sama sekali bahwa lailatul qadar itu masih ada (masih berlangsung). Dan apa yang disebutkan di dalam hadits bahwa ia telah diangkat, maka maksudnya adalah diangkatnya pengetahuan tentang keberadaan lailatul qadar di tahun tersebut.

Karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya kemudian beliau keluar untuk memberitahukannya kepada para sahabatnya, lantas dua orang lelaki merengek-rengek maka diangkatlah lailatul qadar (tidak ada yang tahu lagi setelahnya) seperti inilah maksud haditsnya”. (Asy Syarhul Mumti’ : 6/490)

c). Kapan malam lailatul qadar

Imam At-Tirmidzi menuturkan :

وَرُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا لَيْلَةُ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَلَيْلَةُ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ وَخَمْسٍ وَعِشْرِينَ وَسَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَتِسْعٍ وَعِشْرِينَ وَآخِرُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ

“Dan diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang lailatul qadar bahwasanya ia adalah malam yang ke 21, dan malam 23, 25, 27, 29 dan malam terakhir di bulan ramadhan”.(Shahih Sunan At-Tirmidzi : 1/416 di bawah hadis no. 792).

Pendapat yang rajih/yang benar bahwa malam lailatul qadar ini ada di malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan ia berpindah-pindah setiap tahunnya dan sangat sulit untuk bisa dipastikan keberadaanya. Imam Ibnu Utsaimin merajihkan pendapat ini, beliau berujar :

والصحيح أنها تتنقّل فتكون عاماً ليلة إحدى وعشرين، وعاماً ليلة تسع وعشرين، وعاماً ليلة خمس وعشرين، وعاماً ليلة أربع وعشرين، وهكذا؛ لأنه لا يمكن جمع الأحاديث الواردة إلا على هذا القول، لكن أرجى الليالي ليلة سبع وعشرين، ولا تتعين فيها كما يظنه بعض الناس، فيبني على ظنه هذا، أن يجتهد فيها كثيراً ويفتر فيما سواها من الليالي.

“Yang benar bahwa Lailatul Qadar itu berpindah-pindah, ia ada dimalam ke-21 di sebuah tahun, lalu ada di malam ke 23 di tahun yang lain, lalu ada di malam ke-25 di tahun yang lain, dan ada di malam ke-24 di tahun yang lain, demikian kondisinya. Karena tidak mungkin menggabungkan banyak hadits tentang lailatul qadar ini melainkan dengan pendapat ini.

Akan tetapi yang paling kuat kemungkinannya adalah malam ke-27. Dan tidak bisa dipastikan sebagaimana yang disangka oleh sebagian manusia, lantas berdasarkan persangkaannya ini ia kemudian bersungguh-sungguh di malam ke-27 dan bermalas-malasan di malam-malam lainnya” (Asy-Syarhul Mumti’ : 6/492).

c). Banyaknya malaikat di malam Lailatul Qadar.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda :

إِنَّهَا لَيْلَةُ سَابِعَةٍ أَوْ تَاسِعَةٍ وَعِشْرِينَ ، إِنَّ الْمَلائِكَةَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ فِي الأَرْضِ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ الْحَصَى

“Sesungguhnya lailatul qadar itu malam ke-27 dan ke-29, sesungguhnya malaikat pada malam itu jumlahnya lebih banyak dari jumlah kerikil”. (HR Ahmad : 10316 dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’ : 5472).

d). Memperbanyak doa di malam lailatul qadar.

Saking banyaknya malaikat, keberkahan, kebaikan dan rahmat yang melimpah di malam tersebut, maka kita disunnahkan untuk banyak beribadah dan banyak berdoa. Utamanya doa khusus yang diajarkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu ia berkata ;

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا ؟ قَالَ : قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ )كَرِيمٌ( تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Apa pendapat engkau jika aku melihat Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?’. Beliau menjawab : ‘Ucapkanlah olehmu ;

ALLOHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ‘ANNII (Setelah “Afuwwun” tidak menggunakan “Kariim”-pen).

Artinya ; Ya Allah sesungguhnya Engkkau adalah maha pengampun, Engkau mencintai kemaafan maka maafkanlah aku”. (HR Tirmidzi : 3513 dishahihkan oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar : 247 dan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam I’lamul Muwaqqi’un : 4/249).

Hanya saja tambahan ‘Kariim’ pada doa tersebut tidak sah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Disebutkan dalam kitab Taraju’at Imam Al-Albani peringatan sbb :

تنبيه: وقع في سنن الترمذي بعد قوله: (عفو) زيادة (كريم) ! ولا أصل لها في شيء من المصادر المتقدمة، ولا في غيرها ممن نقل عنها

“Peringatan ; ada tersebut di dalam Sunan Tirmidzi setelah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ‘Afuwwun’ ada tambahan ‘Kariim’ ! Tambahan ini tidak ada asalnya sama sekali dalam referensi-referensi yang valid tidak pula ada di lokasi lain dari para ulama yang manukilnya.” (Taroju’at Imam Al-Albani : 1/31 oleh Syaikh Abul Hasan Asy-Syaikh).

e). Ciri Lailatul Qadar.

Imam Ibnu Utsaimin berkata menerangkan tanda serta ciri lailatul qadar :

1. Terangnya cahaya di malam itu, tanda ini di zaman ini tidak bisa dirasakan kecuali orang yang berada di daratan yang jauh dari cahaya lampu.

2.    Malam itu terasa tenang, maksudnya ketenangan hati dan kelapangan dada orang-orang yang beriman. Karena mereka merasakan ketenangan dan ketentraman dan kelapangan dada itu durasakan lebih dibanding malam-malam lainnya.

3.    Sebagian ahli ilmu berkata ; angin di malam itu berhembus tenang, tidak ada badai dan cuaca terasa cerah.

4.    Bahwa Allah terkadang memperlihatkan lailatul qadar dalam mimpi sebagaimana yang pernah dialami oleh sebagian para sahabat.

5.    Manusia di malam tersebut merasakan kelezatan shalat dan semangat yang lebih di bandingkan malam-malam lainnya. (Asy-Syarhul Mumti’ : 6/496-497).

Wallahu a’lam
__

◼ Ahad, 21 Ramadhan 1440 H | 26 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-23 | Bab 22 - I’tikaf

1). Makna i’tikaf.
Syaikh Muhammad bin Ali bin Adam Al-Etsyubi berkata :

الاعتكاف في اللغة : هو الحبس، واللزوم، والمكث، والاستقامة، والاستدارة. وفي الشرع: هو المكث في المسجد من شخص مخصوص بصفة مخصوصة

“I’tikaf secara bahasa maknanya menahan diri, melazimi, berdiam diri, istiqamah, berkutat.
Sedangkan menurut istilah syariat i’tikaf bermakna berdiam diri di mesjid dari seorang yang khusus dengan tata cara khusus”. (Dzakhiratul ‘Uqba Fi Syarhil Mujtaba : 8/680).

Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi berkata :

اعلم أن للاعتكاف معنين لغويا وشرعيا أما اللغوي فهو الإقامة عكف بالمكان إذا أقام فيها والمعكوف المحبوس  والشرعي فهو المكث في المسجد على سبيل القربة من شخص مخصوص بصفة مخصوصة

“Ketahuilah bahwasanya I’tikaf itu memiliki dua makna, secara bahasa dan secara istilah syariat. Adapun I’tikaf secara bahasa artinya tinggal, seseorang disebut beri’tikaf di lokasi tertentu jika ia tinggal di situ, yang dii’tikafi artinya yang didiami. Adapun secara istilah syariat I’tikaf artinya tinggal di masjid demi untuk mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan orang tertentu dengan tata cara khusus”. (Al-Inshaf Li Ahkamil I’tikaf : 5).

Adapaun maksud dan tujuan utama dari iktikaf adalah sebagaimana yang telah dituliskan oleh Imam Al-Laknuwi Al-Hindi sebagai berikut :

وشرع لهم الاعتكاف الذي مقصوده وروحه عكوف القلب على الله تعالى وجمعيته عليه، والخلوة به عن الاشتغال بالخلق، والاشتغال به وحده -سبحانه-؛ بحيث يصير ذكره، وحبه، والإقبال عليه في محل هموم القلب وخطراته؛ فيستولي عليه بدلها، ويصير الهم كله به، والخطرات كلها بذكره، والتفكر في تحصيل مراضيه، وما يقرب منه؛ فيصير أنسه بالله بدلا عن أنسه بالخلق؛ فيعده بذلك لأنسه به يوم الوحشة في القبور حين لا أنيس له، ولا ما يفرح به سواه؛ فهذا مقصود الاعتكاف الأعظم

“Disyariatkan I’tikaf bagi mereka yang mana maksud dan ruh dari I’tikaf ini adalah menenangkan hati untuk Allah, membersamai-Nya, menyendiri dengan-Nya dan memutus hubungan dengan makhluk untuk kemudian menyibukkan diri dengan Allah semata.
Hingga aktifitas menyebut asma Allah, mencintai Allah dan menerima Allah menjadi obat bagi kesedihan hati. Sampai kecintaan terhadap Allah ini menggantikan posisi kesedihan di dalam hati.
Kesedihan hati hilang dengan Allah, dan kegundahan hati hilang dengan mengingat Allah. Serta bertafakur untuk meraih keridhaan Allah, dan meraih segala hal yang mendekatkan diri kepada Allah.

Sampai pada taraf seseorang lebih merasa senang dan nyaman dengan Allah dari pada nyaman dengan makhluk.
Hingga kelak ia akan merasa nyaman dengan Allah di alam kubur ketika tak ada kawan serta tak ada yang membuatnya nyaman melainkan Allah. Ini adalah maksud agung dari disyariatkannya I’tikaf” (Zadul Ma’ad : 2/86-87, lihat pula Al-Inshaf Fi Hukmil I’tikaf : 7 oleh Imam Al-Laknuwi Al-Hindi).

2). Hukum I’tikaf.
I’tikaf ini sunnah hukumnya dan dianjurkan di hari apa saja, namun lebih ditekankan untuk dilakukan pada hari-hari di bulan Ramadhan. Dan yang paling utama adalah i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Allah ta’ala berfirman :

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid”. (QS Al-Baqarah : 187).

Disebutkan pula dalam riwayat yang shahih

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

“Adalah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Dan ketika berada di tahun beliau wafat, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. (HR Bukhari : 2044, Muslim : 1172).

Imam An-Nawawi berkata menerangkan hukum dari i’tikaf ini dan menegaskan akan kesepakatan para ulama tentangnya :

الاعتكاف سنة بالإجماع، ولا يجب إلا بالنذر بالإجماع، ويستحب الإكثار منه، ويستحب ويتأكد استحبابه في العشر الأواخر من شهر رمضان

“I’tikaf itu sunnah hukumnya secara ijma’. Dan tidak wajib melainkan jika diniatkan karena nadzar. Dan disunnahkan untuk memperbanyak i’tikaf dan ditekankan lagi kesunnahan I’tikaf ini untuk dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan”. (Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab : 6/475).

Sehingga jika seseorang bernadzar ingin melaksanakan i’tikaf di masjid, ketika itulah I’tikaf menjadi wajib atasnya sebagaimana riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berikut ini :

يَا رَسُولَ اللَّهِ , إِنِّي نَذَرْتُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَوْفِ بِنَذْرِكَ "

“Wahai Rasulullah sesungguhnya aku memiliki nadzar di zaman jahiliyah untuk beri’tikaf semalam di masjidil Haram. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, ‘Tepatilah nadzarmu”. (HR Bukhari : 4/237, Muslim : 1656).

3).  Hikmah I’tikaf.
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali menuturkan hikmah di balik pensyariatan I’tikaf ini :

معنى الاعتكاف وحقيقته: قطع العلائق عن الخلائق للاتصال بخدمة الخالق، وكلمَّا قويت المعرفة بالله، والمحبَّة له، والأنس به أورثتْ صاحبَها الانقطاعَ إلى الله - تعالى - بالكلية على كلِّ حال

“Makna I’tikaf dan hakikatnya ialah memutus hubungan dengan makhluk demi untuk berkhidmat kepada sang Khaliq. Setiap kali menguat ma’rifatullah serta kecintaan kepada Allah, dan juga rasa nyaman dengan Allah, itu semua akan memberikan efek kepada pelakunya berupa ketergantungan/keterkaitan dengan Allah dalam segala situasi”. (Latha’iful Ma’arif : 203).

Wallahu a’lam
__

◼ Senin, 22 Ramadhan 1440 H | 27 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-24 | Bab 23 - Syarat I’tikaf.

a). Islam
Sehinga tidak sah I’tikaf yang dilakukan oleh orag kafir, Allah ta’ala berfirman :

وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورً

“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS Al-Furqan : 23).

Syaikh Shalih bin Abdillah bin Fauzan Al-Fauzan berkata menafsirkan ayat ini :

فالمشركون لهم عبادات، كانوا يحجون، وكانوا يتصدقون، وكانوا يطعمون الأضياف، وكانوا يُكرمون الجيران، ولهم أعمال لكنها ليست مبنيّة على التّوحيد، فهي هباء منثور، لا تنفعهم شيئاً يوم القيامة

“Orang-orang musyrik kafir mereka melakukan ibadah, mereka berhaji, mereka bersedekah, mereka memberi makan para tamu, dan mereka juga memuliakan tetangga. Mereka melakukan amalan-amalan namun tidak dibangun berdasarkan tauhid. Maka amal-amal tersebut menjadi sirna menjadi debu yang beterbangan dan tidak memberi mereka manfaat sedikitpun kelak pada hari kiamat”. [ (I’anatul Mustafid Syarah Kita Tauhid : 1/59).]

b). Berakal
Syaikh Khalid bin Ali Al-Musyaiqih menerangkan sebab tidak sahnya I’tikaf yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki akal :

فلا يصح الاعتكاف من مجنون ولا سكران، ولا مغمى عليه؛ لحديث عمر رضي الله عنه مرفوعاً : (( إنما الأعمال بالنيات )) متفق عليه . وهؤلاء لا قصد لهم معتبر ولأنهم ليسوا من أهل العبادة وهذا الشرط بالتفاق الأئمة

“Maka tidak sah I’tikaf yang dilakukan oleh orang gila, demikian pula orang mabuk, juga orang yang pingsan berdasarkan hadits Umar radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ ; ‘Sesungguhnya amal-amal itu bergantung kepada niatnya’. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan karena orang-orang yang tidak memiliki akal ini mereka tidak memiliki Qasdun/keinginan yang dianggap sah. Dan karena mereka ini bukan termasuk kelompok orang yang dibebani dengan ibadah”. [ (Fiqhul I’tikaf : 69 oleh Syaikh Khalid Al-Musyaiqih).]

c). Niat
Karena orang yang berdiam diri di masjid bisa berniat untuk I’tikaf bisa pula berniat untuk tujuan lainnya. Maka dibutuhkan niat untuk menentukan dan membedakan jenis amal mana yang dimaksudkan.
Imam Ibnu Rusyd berkata menghikayatkan ijma’/kesepakatan disyaratkannya niat dalam I’tikaf, beliau berkata :

أما النية فلا أعلم فيها خلافا

“Adapun niat, maka aku tidak pernah mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentangnya”. [ (Bidayatul Mujtahid : 1/430).]

d). Berpuasa
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata :

ولم يذكر الله سبحانه وتعالى الاعتكاف إلا مع الصوم ، ولا فعله رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا مع الصوم . فالقول الراجح في الدليل الذي عليه جمهور السلف : أن الصوم شرط في الاعتكاف ، وهو الذي كان يرجحه شيخ الإسلام أبو العباس ابن تيمية

“Allah ta’ala tidak menyebutkan I’tikaf melainkan bersama puasa. Dan Rasulullah shalallahu ‘aaihi wa sallam tidak melaksanakan I’tikaf kecuali bersamaan dengan puasa. Maka pendapat yang rajih/kuat di dalam memahami dalil, yang dipilih oleh mayoritas kaum salaf ialah bahwa puasa itu merupakan syarat di dalam I’tikaf. Dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah”. [ (Zadul Ma’ad : 2/83).]

5). Aktivitas yang dianjurkan
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili berkata adab-adab I’tikaf yang seharusnya dilakukan oleh orang yang beri’tikaf di masjid :

وعلى المعتكف آداب ينبغي أن يتحلى بها قدر استطاعته ليلا نهارا وذلك بأن يقضي وقته بالصلاة وقراءة القرآن وذكر الله تعالى والصلاة على النبي وطلب العلم من تقسير أة حديث أو نحو ذلك من العلوم الشرعية و غير ذلك من الطاعات المحضة.

“Dan bagi orang yang beri’tikaf ada adab-adab yang selayaknya untuk dilakukan sesuai kadar kemampuan sepanjang siang dan malam. Itu dilakukan dengan cara menghabiskan waktunya untuk shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir menyebut asma Allah. Demikian pula bershalawat kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam serta menuntut ilmu berupa mengkaji tafsir, hadits maupun ilmu syariat lainnya dan juga ketaatan-ketaatan yang lain”. [ (Al-Fiqhul Islami : 2/715).]

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi juga berkata memperingatkan pelaku I’tikaf dari berbagai perbuatan yang selayaknya dihindari :

يُستحب للمعتكف التشاغل بالطاعات المحضة وتجنب مالا يعنيه من الأقوال والأفعال، ويجتنب الجدال والمراء والسباب والفحش فإن ذلك مكروه في غير الاعتكاف ففيه أولى، ولا يبطل الاعتكاف بشيء من ذلك
“Selayaknya orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan diri dengan  murni ketaatan,serta menjauhi hal-hal yang tidak penting baginya berupa perkataan, perbuatan, dan pertengkaran, debat kusir, mencaci serta berkata kotor. Karena hal-hal ini dibenci di luar waktu i’tikaf, maka lebih dibenci lagi ketika i’tikaf. Dan i’tikaf tidak batal dengan ini semua”. [ (Al-Mughni : 2/164).]

Wallahu a’lam
__

◼ Rabu, 24 Ramadhan 1440 H | 29 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-25 | Bab 24 - Zakat Fitri

1). Penamaan Zakat Fitri.
Nama yang disematkan kepadanya oleh dalil adalah Zakat Fitri sebagaimana riwayat sebagai berikut :

أنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِإِخْرَاجِ زَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikan Zakat Fitri sebelum berangkatnya kaum muslimin menuju lapangan untuk shalat hari raya.” (HR. Muslim : 986).

Hadis dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu juga menyatakan demikian, beliau mengatakan,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan Zakat Fitri sebagai bentuk penyucian tehadap pelaku puasa dari kesia-siaan dan kekejian, dan sebagai bentuk memberi makan kepada orang-orang miskin”. (HR Abu Daud : 1609, Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak : 1488 dishahihkan pula oleh Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’ : 3570).
Nama Zakat Fitri inilah yang lebih tepat karena memang demikianlah yang disebutkan oleh dalil.

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata :

أُضِيفَت الصَّدَقَةُ للفِطْرِ؛ لِكَونِهَا تَجِبُ بِالفِطْرِ مِن رَمَضَانَ

“Sedekah ini disambungkan dengan Fitri/berbuka, karena ia menjadi tanda wajibnya Fitri/berbuka dari puasa ramadhan”. (Fathul Bari : 3/367).

Dan kita mendahulukan penamaan yang disebutkan dalil dari pada penamaan yang lainnya. Sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Utsaimin berikut ini tentang keutamaan menggunakan lafadz Tamtsil dari pada Tasybih, beliau bertutur :

أنه الموافق للفظ القرآن في قوله تعالى: {ليس كمثله شيء}، {فلا تضربوا لله الأمثال}، ولم يقل: ليس كشبهه شيء ولا قال: فلا تضربوا لله الأشباه.

“Bahwasanya lafadz Tamtsil ini mencocoki lafadz Al-Qur’an seperti firman Allah ta’ala (Tiada yang semisal dengan Allah sesuatupun) dan firman Allah (Dan janganlah kalian membuat Tamtsil/permisalan terhadap Allah).
Allah tidak mengatakan “Tasybih/penyerupaan” tidak pula “Dan jangan kalian membuat tasybih /penyerupaan terhadap Allah”. (Majmu’ Fatawa War Rasail : 1/180-181).

Meski sah-sah saja kita menyebutnya sebagai Zakat Fitrah karena ada sebagian ulama’ yang membolehkannya, wallahu a’lam.

2). Hukum Zakat Fitri
Zakat Fitri hukumnya wajib berdasarkan dua riwayat tersebut di atas, bahkan imam Ibnul Mundzir menghikayatkan ijma’/kesepakatan para ulama akan wajibnya zakat fitri beliau berkata :

أجمع كل من نحفظ عنه من أهل العلم على أن صدقة الفطر فرض

“Para ahli ilmu yang pernah kami ketahui semuanya bersepakat bahwa zakat fitri itu hukumnya wajib”. (Al-Ijma’ : 49).

3). Fungsi Zakat
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitri sebagai bentuk penyucian tehadap pelaku puasa dari kesia-siaan dan kekejian, dan sebagai bentuk memberi makan kepada orang-orang miskin”. (HR Abu Daud : 1609 Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak : 1488 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ : 3570, Shahih Sunan Abi Dawud : 1420).

Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan hikmah disyariatkannya zakat fitri ini :

شكر لله عز وجل على إتمام الشهر وطعمة للمساكين في هذا اليوم الذي هو يوم عيد وفرح وسرور فكان من الحكمة أن يعطوا هذه الزكاة من أجل أن يشاركوا الأغنياء في الفرح والسرور

“Dalam rangka bersyukur kepada Allah azza wa jalla karena telah menyempurnakan puasa sebulan penuh. Dan sebagai bentuk memberi makan kepada orang-orang miskin di hari raya, hari kegembiraan dan kebahagiaan. Maka merupakan sebuah kebijaksanaan jika zakat fitri ini diberikan kepada orang-orang miskin supaya mereka ikut serta bersama orang-orang kaya dalam merasakan kebahagiaan dan kegembiraan”. (Asy-Syarhul Mumti’ : 6/160).

4). Atas siapa kewajiban zakat fitri berlaku
Ia berlaku bagi setiap orang islam baik laki, wanita, tua, muda maupun anak-anak berdasarkan riwayat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma sebagai berikut :

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri sebanyak satu sho’ berupa kurma atau satu sho’ berupa gandum, wajib bagi setiap budak, orang merdeka, lelaki, wanita, anak kecil maupun orang tua dari kalangan kaum muslimin. Dan nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikannya sebelum keluarnya manusia menuju tanah lapang untuk shalat”. (HR. Bukhari : 1503, Muslim : 984).

5). Jenis zakat fitri
Zakat fitri dibayarkan berupa makanan pokok di masing-masing negri sebesar satu Sho’. Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi berkata :

وقد اختلف في تفسير لفظ الطعام الوارد في حديث أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- فقيل: الحنطة، قيل: غير ذلك، والذي تطمئن إليه النفس أنه عام يشمل كل ما كيل من الطعام

"Para ulama berselisih akan tafsir kata ‘makanan’ yang tersebut di dalam hadis Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Lantas dikatakan bahwa maksud makanan di situ ialah gandum, dikatakan lagi bukan itu maksudnya. Pendapat yang menenangkan jiwa bahwasanya kata ‘makanan’ tersebut mencakup semua jenis makanan yang bisa ditimbang.”(Shifatus Shaumin Nabi : 103).

Wallahu a’lam
__

◼ Kamis, 25 Ramadhan 1440 H | 30 Mei 2019 M
👤 Ustadz Abul Aswad Al Bayaty hafizhahullah
📗 Tematik | Pembahasan Buku Fiqih Ramadhan - Meniti Hari Di Bulan Suci
🔊 Sesi Ke-26 | Bab 25 - Zakat Fitri bagian ke 2

6). Sho’ dalam ukuran modern
Satu Sho’ setara dengan empat Mud. Dan satu Mud setara dengan apa yang ada di tangan seorang lelaki dengan postur tubuh sedang. Para ulama’ berbeda pendapat di dalam menetapkan ukuran Sho’ ini jika diukur dengan ukuran modern.
Perbedaan taksiran tersebut berkisar antara 2,4 kilo sampai 3,5 kilo. Adapun yang difatwakan oleh para ulama yang terkumpul dalam Hai’ah Kibar Ulama’ adalah 2,6 kilogram sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Abdullah bin Sulaiman Al-Mani’ :

وقد بحثت هيئة كبار العلماء في المملكة العربية السعودية مقدار الصاع بالكيلو جرام وكان بحثها معتمداً على أن صاع رسول الله صلى الله عليه وسلم أربعة أمداد ، وأن المد ملء كفي الرجل المعتدل ، وكان منها تحقيق عن مقدار ملء كفي الرجل المعتدل ، وتوصل هذا التحقيق إلى أن مقدار ذلك قرابة 650 جراما للمد ، فيكون مقدار الصاع 2600 جرام .

“Dan Hai’ah Kibar Ulama’/persatuan para ulama’ besar di kerajaan Saudi Arabia telah meneliti ukuran Sho’ dengan Kilogram. Dan penelitiannya bersandar kepada aturan bahwa Sho’ nya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam itu setara dengan empat Mud.
Dan bahwa satu Mud itu setara dengan volume yang ada di telapak tangan seorang lelaki dengan postur sedang. Dan penelitian itu tentang ukuran yang setara dengan volume yang ada di telapak tangan lelaki dengan postur sedang. Hasil akhir dari penelitian ini ialah satu Mud setara dengan kira-kira 650 gr. Maka satu sho’ setara dengan 2600 gr”. (Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah : 59/178).

7). Yang berhak menerima zakat fitri
Zakat Fitri ini tidak dibagikan melainkan kepada orang yang berhak dari kalangan orang-orang miskin. Para ulama berselisih pendapat akan golongan orang yang berhak menerima zakat fitri, sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa zakat fitri ini dibagikan kepada delapan golongan sebagaimana zakat mal pada umumnya. Namun pendapat ini tidak dibangun di atas dalil yang kuat. Justru riwayat shahih yang telah lalu menyatakan bahwa zakat fitri diberikan khusus kepada orang-orang miskin :

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitri sebagai bentuk penyucian terhadap pelaku puasa dari kesia-siaan dan kekejian, dan sebagai bentuk memberi makan kepada orang-orang miskin”. (HR Abu Daud : 1609, Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak : 1488 dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’ : 3570, Shahih Sunan Abi Dawud : 1420).).

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan ketika menguatkan pendapat ini beliau bertutur :

وَكَانَ مِنْ هَدْيِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَخْصِيصُ الْمَسَاكِينِ بِهَذِهِ الصَّدَقَةِ ، وَلَمْ يَكُنْ يَقْسِمُهَا عَلَى الْأَصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ قَبْضَةً قَبْضَةً ، وَلَا أَمَرَ بِذَلِكَ ، وَلَا فَعَلَهُ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ ، وَلَا مَنْ بَعْدَهُمْ ، بَلْ أَحَدُ الْقَوْلَيْنِ عِنْدَنَا : إِنَّهُ لَا يَجُوزُ إِخْرَاجُهَا إِلَّا عَلَى الْمَسَاكِينِ خَاصَّةً ، وَهَذَا الْقَوْلُ أَرْجَحُ مِنَ الْقَوْلِ بِوُجُوبِ قِسْمَتِهَا عَلَى الْأَصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ.

“Dan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan orang-orang miskin untuk menerima sedekah ini (zakat fitri). Beliau tidak membagikannya kepada delapan golongan penerima zakat jatah per jatah. Tidak pula beliau memerintahkan untuk melakukan hal tersebut.
Dan para sahabatpun tidak ada yang melakukannya, tidak pula generasi setelahnya. Bahkan salah satu pendapat di sisi kami bahwasanya tidak boleh zakat fitri dikeluarkan melainkan kepada orang-orang miskin secara khusus. Dan pendapat inilah yang paling rajih/paling kuat jika dibandingkan dengan pendapat yang menyatakan harus dibagikan kepada delapan golongan penerima zakat”. (Zadul Ma’ad : 2/21).

8). Waktu pembayaran Zakat Fitri
Ia dibayarkan sebelum manusia keluar menuju shalat ‘Id atau boleh dimajukan sehari atau dua hari sebelumnya :

زَكَاةُ الْفِطْرِ طُهْرَةٌ لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، وَطُعْمَةٌ لِلْمَسَاكِينِ ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

“Zakat fitri itu sebagai bentuk penyucian bagi pelaku puasa dan sebagai bentuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat maka ia adalah zakat fitri yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat maka ia hanya sedekah sebagaimana sedekah-sedekah biasa yang ada”. (HR Abu Dawud : 1609, Ibnu Majah : 1827, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud : 1427).

Dari sini sebagian para ulama membagi waktu dikeluarkannya zakat fitri ini menjadi dua :

a). Waktu yang diperbolehkan
Yaitu sehari atau dua hari sebelum hari raya, berdasarkan riwayat sebagai berikut :

عَنِ ابنِ عُمَرَ - رضي الله عنهما -: «أنَّهُمْ كَانُوا يُعطُونَ قَبلَ الفِطرِ بِيَومٍ أوْ يَومَينِ

“Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ; bahwasanya para sahabat itu mereka mengeluarkan zakat sebelum hari raya sehari atau dua har sebelumnyai”. (HR Bukhari : 1511).

b). Waktu yang dianjurkan
Yaitu pada waktu pagi setelah shalat subuh sebelum keluar menuju shalat ‘id, ini berdasarkan riwayat sebagai berikut :

عَنِ ابنِ عُمَرَ - رضي الله عنهما -: «أنَّ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - أمَرَ بِزَكَاةِ الفِطْرِ أنْ تُؤَدَّى قَبلَ خُرُوجِ النَّاسِ إلَى الصَّلَاةِ

“Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikan zakat fitri sebelum manusia keluar menuju shalat ‘Id.” (HR Bukhari : 1503, Muslim : 984).

9). Batasan minimal harta orang yang wajib berzakat fitri
Apabila seseorang, setelah dikurangi zakat fitri untuk diri dan keluarganya, ia masih memiliki sisa makanan yang cukup untuk diri dan keluarganya di hari itu, maka ia sudah wajib mengeluarkan zakat fitri. Imam Shiddiq Hasan Khan berkata :

فَإِذَا مَلَكَ زِيَادَةً عَلَى قُوتِ يَوْمِهِ أَخْرَجَ الفِطْرَةَ إِن بَلَغَ الزَّائِدُ قَدْرَهَا

“Apabila seseorang memiliki kelebihan atas jatah makan hariannya, maka ia harus mengeluarkan zakat fitri jika kelebihan ini sudah mencapai ukuran zakat fitri yang harus ditunaikan”. (Ar-Radhatun Nadiyah : 1/519).

Wallahu a’lam
__