🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 21 Jumādā AtsTsānī 1440 H / 26 Februari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 20 | Hadits 22 dan 23
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 22 DAN 23
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh, kita masih diberi kesempatan untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-20) kita akan membaca hadīts 22 yang menerangkan bahwa cap kenabian yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam miliki adalah sebuah kelenjar yang menonjol dari permukaan kulit Beliau.
Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْوَضَّاحِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَقِيلٍ الدَّوْرَقِيُّ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ الْعَوَقِيِّ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ، عَنْ خَاتَمِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعْنِي خَاتَمَ النُّبُوَّةِ، فَقَالَ: كَانَ فِي ظَهْرِهِ بَضْعَةٌ نَاشِزَةٌ.
Imām At Tirmidzī meriwayatkan hadīts ini lengkap dengan sanad yang beliau miliki hingga Abū Nadhrah, ia berkata:
Aku bertanya kepada Abū Saīd Al Khudriy radhiyallāhu ta'āla 'anhu tentang cap kenabian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Maka Abū Saīd Al Khudriy radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:
“Di punggung Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ada sepotong daging yang menonjol ke permukaan."
Hadīts ini merupakan hadīts hasan, dihasankan oleh Syaikh Albāniy dalam Mukhtashar Jamā'il dan diriwayatkan oleh Imām Ahmad dengan nomor 11656.
Dan hadīts ini mendukung hadīts-hadīts yang telah lalu bahwa cap kenabian adalah sepotong daging atau kelenjar yang menonjol dari permukaan kulit Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam), yang mana besarnya seperti telur burung merpati yang berada di antara kedua bahu beliau dan lebih dekat dengan bahu kiri.
Kemudian kita akan masuk ke dalam hadīts 23 yang Imām At Tirmidzī menutup bab ini dengannya.
Beliau berkata:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ أَبُو الأَشْعَثِ الْعِجْلِيُّ الْبَصْرِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ عَاصِمٍ الأَحْوَلِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَرْجِسَ، قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ فِي نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَدُرْتُ هَكَذَا مِنْ خَلْفِهِ، فَعَرَفَ الَّذِي أُرِيدُ، فَأَلْقَى الرِّدَاءَ عَنْ ظَهْرِهِ، فَرَأَيْتُ مَوْضِعَ الْخَاتَمِ عَلَى كَتِفَيْهِ، مِثْلَ الْجُمْعِ حَوْلَهَا خِيلانٌ، كَأَنَّهَا ثَآلِيلُ، فَرَجَعْتُ حَتَّى اسْتَقْبَلْتُهُ، فَقُلْتُ: غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا رَسُولَ اللهِ، فَقَالَ: وَلَكَ فَقَالَ الْقَوْمُ: أَسْتَغْفَرَ لَكَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَقَالَ: نَعَمْ، وَلَكُمْ، ثُمَّ تَلا هَذِهِ الآيَةَ ؟ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ؟
Al Imām At Tirmidzī meriwayatkan hadīts ini lengkap dengan sanad periwayatan yang beliau miliki hingga shahābat Abdullāh ibnu Sarjis radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Beliau berkata:
Aku pernah mendatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika itu Beliau sedang berada ditengah-tengah shahābatnya, maka aku berputar ke belakang Beliau. Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengerti apa yang aku maksudkan lalu Beliau menyingkapkan selendang dari punggung hingga aku bisa melihat tempat cap kenabian yang berada di antara kedua pundaknya sebesar kepalan tangan.
Ada beberapa tahi lalat disekelilingnya, cap kenabian itu seakan-akan seperti kutil kemudian aku menghadap ke depan beliau lalu aku katakan:
"Semoga Allāh mengampunimu wahai Rasūlullāh."
Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab:
"Semoga kamu juga."
Ada shahābat yang bertanya:
"Apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memintakan ampun untukmu?"
Iya menjawab:
"Iya, dan untuk kalian juga, karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
'Mohonlah ampun, wahai Muhammad, akan dosa-dosamu dan dosa kaum mukminin dan mukminat'."
Dari hadīts ini kita bisa memetik beberapa pelajaran, yaitu:
⑴ Berkaitan dengan cap kenabian, bahwa sebagian shahābat mengibaratkan ukurannya seperti telur burung merpati dan sebagian yang lain mengibaratkan seperti kepalan tangan.
Dan semua shahābat mengabarkan sesuai yang tergambar dalam benak mereka.
Al Imām Al Qurtubi berkata, hadīts-hadīts yang ada menunjukkan bahwa cap kenabian adalah sepotong daging atau suatu kelenjar yang menonjol berwarna merah berada lebih dekat dengan pundak kiri.
Bentuknya sekecil-kecilnya adalah seperti telur burung merpati dan sebesar-besarnya adalah seperti kepalan tangan.
Perkataan Imām Al Quthubi ini menjadi kesimpulan akhir bagi kita dengan tambahan bahwa di sana ada rambut yang mengelilinginya atau ada rambut yang ada di atasnya (Wallāhu A'lam).
⑵ Hadīts ini menunjukkan bahwa para shahābat sangat bahagia ketika mendapatkan do'a dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sampai-sampai mereka bertanya kepada Abdullāh ibnu Sarjis, "Apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memintakan ampun untukmu juga?"
Dan hal itu seharusnya juga dimiliki oleh seorang mukmin bersemangat untuk mengamalkan hadīts-hadīts yang di sana ada do'a-do'a Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Kita ambil contoh do'a beliau ketika beliau mengatakan,
"Semoga Allāh merahmati seseorang yang mudah jika menagih hutang, mudah jika membeli dan mudah jika dia menjual."
(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 2076)
Dan masih banyak lagi.
Wallāhu Ta'āla A'lam bish Shawwāb
Semoga bermanfaat.
🖋 Akhukum Fillāh, Ratno
__________________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 22 Jumādā AtsTsānī 1440 H / 27 Februari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 21 | Memanjangkan Rambut Bukan Sunnah
〰〰〰〰〰〰〰
MEMANJANGKAN RAMBUT BUKAN SUNNAH
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Mulai dari pertemuan ini hingga beberapa pertemuan ke depan kita akan membahas tentang rambut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan izin Allāhu Ta'āla.
Sebelum kita membahas pembahasan ini perlu diketahui bahwa memanjangkan rambut dengan alasan mencontoh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam merupakan hal yang tidak tepat.
Syaikh Muhammad Shālih bin Utsaimin rahimahullāh pernah ditanya:
"Apakah memelihara rambut dan memanjangkannya termasuk sunnah (mengikuti Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam)?"
Beliau menjawab:
"Tidak mengikuti sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam."
Karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika itu hanya mengikuti kebiasaan masyarakatnya.
Oleh karena itu dalam suatu hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah melihat seorang anak dicukur sebagian rambutnya.
Lalu beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengatakan:
احْلِقُوهُ كُلَّهُ أَوْ اتْرُكُوهُ كُلَّهُ
"Cukur semua rambutnya atau biarkan semuanya."
(HR Abu Daud)
Maksudnya jangan setengah-setengah.
Dari hadīts ini bisa diambil pelajaran bahwa memanjangkan rambut bukanlah sunnah.
Jika memanjangkan rambut adalah sunnah tentu saja Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan melarang mereka dengan mengatakan, "Biarkanlah rambutnya," atau, "Jangan kalian potong, biarkan rambutnya panjang," atau semisalnya.
Kemudian Syaikh Utsaimin rahimahullāh mengatakan:
"Jika masyarakat memiliki kebiasaan memanjangkan rambut maka boleh memanjangkannya, akan tetapi jika masyarakat tidak memiliki kebiasaan tersebut ikutilah kebiasaan masyarakat dengan tidak memanjangkan rambut."
Jika kita perhatikan ucapan beliau ini, bisa kita simpulkan seorang tidak diperbolehkan memanjangkan rambut jika masyarakatnya tidak memiliki adat tersebut, apalagi jika masyarakat memiliki anggapan bahwa memanjangkan rambut merupakan kebiasaan anak-anak yang tidak memiliki adab.
Atau masyarakat menganggap bahwa seorang yang memanjangkan rambut adalah orang yang kurang sopan.
Kemudian Syaikh Utsaimin memberikan contoh dengan beberapa sikap para ulamā tentang urusan memanjangkan rambut ini.
Beliau mengatakan:
"Sekarang ini orang-orang tidak memiliki kebiasaan atau adat memanjangkan rambut, sehingga saat kita melihat para ulamā besar mereka tidak memanjangkan rambutnya."
Coba kita lihat Syaikh Abdurahman As Sa'di, Syaikh Abdul Āzib bin Baz. Begitu juga ulamā yang lain seperti Syaikh Muhammad bin Ibrāhīm dan saudara-saudaranya dari ulamā-ulamā besar abad ini, mereka tidak memanjangkan rambutnya, karena mereka menganggap hal ini bukanlah sunnah.
Dan kita paham andai saja memanjangkan rambut adalah sunnah mereka pasti akan bersemangat untuk mengikutinya.
Kesimpulannya:
Pemanjangkan rambut bukanlah sunnah dan hukum akan boleh tidaknya memanjangkan rambut mengikuti adat masyarakat.
Jika masyarakat memiliki adat tersebut boleh untuk memanjangkannya namun jika masyarakat tidak memiliki adat kebiasaan tersebut maka tidak boleh memanjangkannya.
(Disyarahakan dari liqo bab Al maftuh halaqah ke-126)
Dan in syā Allāh pada pertemuan selanjutnya kita membahas hadīts-hadīts yang menggambarkan sifat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Wallāhu A'lam bish Shawwāb.
Semoga bermanfaat.
__________________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 18 Rajab 1440 H / 25 Maret 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 22 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bagian 01)
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM (BAGIAN 1)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-22) kita akan membaca hadīts-hadīts yang berkaitan dengan rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh memberikan judul pada bab ini dengan "Bābu mā jā'a fī sya'ri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bab tentang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam)".
Bab ini memiliki sekitar delapan hadīts dan pada pertemuan ini kita akan membaca lima hadīts dari delapan hadīts tersebut, yaitu: Hadīts ke-24, hadits ke-25, hadits ke-26, hadīts ke-27 dan hadīts ke- 29.
Karena kelima hadīts ini memiliki tema yang sama (yaitu) tentang panjang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Hadīts ke-28 (in syā Allāh) akan kita bahas pada kesempatan yang lain,
Sebelum kita membaca hadits-hadīts yang berkaitan tentang penyebutan sifat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, kita simpulkan terlebih dahulu bahwa rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
√ Terkadang panjangnya mencapai pertengah telinga Beliau.
√ Terkadang panjangnya mencapai daun telinga Beliau.
√ Terkadang panjangnya menyentuh kedua pundak Beliau.
√ Terkadang panjangnya di antara keduanya.
Ini adalah empat keadaan rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan rambut Beliau tidak pernah melebihi kedua pundak Neliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam), sebagaimana di nukilkan oleh Al Manawi dari Abū Syamah dalam Faidhul Qadir Juz 5 halaman 74.
Dan semuanya memberikan gambaran bahwa rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) suatu waktu panjang, dan pada waktu yang lainnya tidak terlalu panjang atau agak pendek.
Dan ini merupakan kesimpulan yang dikuatkan oleh Syaikh Abdul Razaq Al Badr dalam bukunya Syarah Asy Syamāil dan di sana juga ada beberapa pendapat yang lainnya.
• Hadīts Pertama | Hadīts nomor 24:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ : أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : كَانَ شَعْرُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى نِصْفِ أُذُنَيْهِ
Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu menggambarkan bahwasanya:
"Rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terkadang panjangnya hingga setengah telinga."
(Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh),
Hadīts ini menunjukkan bahwasanya terkadang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mencapai pertengahan telinga.
• Hadīts Kedua | Hadīts nomor 25:
حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الزِّنَادِ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ، وَكَانَ لَهُ شَعَرٌ فَوْقَ الْجُمَّةِ، وَدُونَ الْوَفْرَةِ.
Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā pernah bercerita:
"Aku pernah mandi bersama Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dari satu wadah dan ternyata rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) melebihi daun telinga namun tidak sampai pundak."
(Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh).
Kesimpulannya:
Rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lebih dari daun telinga akan tetapi tidak sampai pundak.
• Hadīts Ketiga | Hadīts nomor 26:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو قَطَنٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَرْبُوعًا، بَعِيدَ مَا بَيْنَ الْمِنْكَبَيْنِ، وَكَانَتْ جُمَّتُهُ تَضْرِبُ شَحْمَةَ أُذُنَيْهِ.
Al Barā' bin 'Āzib radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:
"Tinggi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ideal. Dada Beliau bidang dan panjang rambut Beliau mencapai daun telinga."
⇒ Hadīts shahīh diriwayat juga oleh Imām Bukhāri nomor 3551 dan Imām Muslim nomor 2337, yang mana isinya:
"Rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam saat itu mencapai daun telinga."
• Hadīts Keempat | Hadīts nomor 27:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ: قُلْتُ لأَنَسٍ: كَيْفَ كَانَ شَعَرُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ قَالَ: لَمْ يَكُنْ بِالْجَعْدِ، وَلا بِالسَّبْطِ، كَانَ يَبْلُغُ شَعَرُهُ شَحْمَةَ أُذُنَيْهِ.
Qatādah (salah seorang murid dari Anas bin Mālik) bertanya kepada Anas bin Malik radhiyallāhu ta'āla 'anhu:
"Bagaimana sifat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ?"
Beliau menjawab:
"Rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak keriting namun juga tidak lurus dan panjang rambut Beliau hingga daun telinga."
⇒ Hadīts shahīh ini di riwayatkan juga oleh Imām Bukhāri nomor 5905 dan Imām Muslim nomor 2338.
Adapun isinya sama dengan sebelumnya, yaitu:
"Rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mencapai daun telinga."
• Hadīts Kelima | Hadīts nomor 29:
حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، عَنْ مَعْمَرٍ ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ شَعْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِلَى أَنْصَافِ أُذُنَيْهِ
Anas radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:
"Panjang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terkadang sampai ditengah telinga Beliau."
⇒ Hadīts shahīh ini diriwayatkan juga oleh Imām Muslim nomor 2339.
Itulah hadīts-hadīts yang berkaitan dengan panjang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan hadīts-hadits tersebut tidak saling bertentangan dan kita nyatakan bahwa rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam):
√ Terkadang panjangnya hingga kedua pundak.
√ Terkadang hanya sampai telinga,
√ Bisa juga sampai pertengahan telinga,
√ Dan terkadang diantara keduanya.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
Semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد
___________________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 19 Rajab 1440 H / 26 Maret 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 23 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bagian 02)
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM (BAGIAN 2)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-23) In syā Allāh, kita akan membaca hadīts yang menyatakan bahwa saat rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) panjang, Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengepangnya menjadi empat kepangan.
• Hadīts Pertama | Hadīts nomor 28
Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ ، عَنْمُجَاهِدٍ ، عَنْ أُمِّ هَانِئٍ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ ، قَالَتْ : قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ قَدْمَةً وَلَهُ أَرْبَعُ غَدَائِرَ
Ummu Hāniy bintu Abī Thālib radhiyallāhu ta'āla 'anhā berkata:
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah datang ke Mekkah dan saat itu rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dikepang empat."
(Hadīts ini dinyatakan shahīh oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh)
• Hadīts Kedua | Hadīts nomor 31
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ نَافِعٍ الْمَكِّيِّ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ ، عَنْ مُجَاهِدٍ ، عَنْ أُمِّ هَانِئٍ ، قَالَتْ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَا ضَفَائِرَ أَرْبَعٍ
Ummu Hāniy radhiyallāhu ta'āla 'anhā berkata:
"Aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki empat kepangan rambut."
⇒ Hadīts ini dinyatakan shahīh oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.
Dari dua hadīts ini bisa kita simpulkan bahwa saat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam panjang Beliau menjadikan empat kepangan.
Ibnu Hajar rahimahullāh dalam Fathu Barī' menyimpulkan:
"Bahwa perbuatan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ini dilakukan saat Beliau sedang melakukan safar atau dalam keadaan sibuk lainnya, sehingga Beliau tidak memiliki waktu untuk memotong rambutnya, sehingga beliau mengepangnya menjadi empat kepangan."
(Fathu Barī' Juz 10 Hal 360)
• Hadīts Ketiga | Hadīts nomor 30
Dan hadīts lain yang akan kita bahas adalah hadīts yang berkaitan dengan cara Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menata rambutnya.
√ Apakah beliau membiarkan rambutnya?
√ Apakah beliau membelahnya ke kanan atau ke kiri?
Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh berkata:
حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، عَنْ يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ : حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَيُسْدِلُ شَعْرَهُ ، وَكَانَ الْمُشْرِكُونَ يَفْرِقُونَ رُءُوسَهُمْ ، وَكَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يُسْدِلُونَ رُءُوسَهُمْ ، وَكَانَ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُؤْمَرْ فِيهِ بِشَيْءٍ ، ثُمَّ فَرَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ
Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā bercerita:
"Dahulu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (melakukan) mengumpulkan rambutnya ke belakang, karena kaum musyrikin saat itu membelah rambut mereka kesamping. Adapun ahli kitāb melakukan sadl pada rambutnya (mengumpulkan kebelakang) dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senang untuk mencocoki ahli kitāb selama belum datang perintah dari Allāh. Kemudian pada akhirnya beliau memilih membelah rambutnya."
(Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaik Albāniy rahimahullāh dalam kitāb Mukhtashar Asy Syamāil).
Dari hadīts ini bisa kita simpulkan bahwa sikap Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang paling akhir adalah membagi atau membelah rambutnya ke samping tidak men-sadl rambutnya.
Adapun kenapa pada awalnya Beliau lebih memilih ahli kitāb adalah?
Karena ahli kitāb memiliki kitāb yang diturunkan Allāh dari langit dan bisa jadi cara mereka menata rambut mencocoki kitāb tersebut sehingga Beliau lebih memilih cara ahli kitāb di dalam masalah ini daripada cara orang-orang musyrikin.
Dan Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma'ad Juz 1 Hal 168 memberikan gambaran bagaimana maksud sadl.
Maksud dari sadl adalah:
"Untuk mengumpulkan rambutnya kebelakang dan tidak membelahnya menjadi dua belahan."
Kemudian Ibnu Hajjar berkata juga:
"Sikap terakhir yang dipilih Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terhadap rambutnya adalah membelah atau membaginya."
Demikian pembahasan kita dari bab ini, semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
__________________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 20 Rajab 1440 H / 27 Maret 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 24 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Menyisir Dan Merapikan Rambut
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN MENYISIR DAN MERAPIHKAN RAMBUT
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-24) In syā Allāh, kita akan membahas tentang hadīts-hadīts yang berkaitan dengan menyisir dan merapihkan rambut.
Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh memberikan judul pada bab ini dengan "Bābu mā jā'a fī tarajjuli Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bab yang menyebutkan tentang hadīts-hadīts yang berkaitan tarajjul-nya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam).
Apa maksud: ترجّل (tarajjul)?
⑴ Pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani
Dalam Fathu Barī' Syarah Shahīh Al Bukhāri, Ibnu Hajar Al Asqalani menukilkan dari Ibnu Bathal bahwa tarajjul adalah:
"Menyisir rambut kepala dan jenggot dengan meminyakinya sekaligus."
⑵ Pendapat Syaikh 'Utsaimin
Dalam syarah beliau terhadap Shahih Muslim pada kaset nomor 974 A menit ke-21, detik ke-40, mendefinisikan tarajjul dengan mengatakan:
"Kata tarajjul artinya meminyaki rambut kemudian menyisir dan memperbaikinya."
⇒ Inilah arti tarajjul yaitu menata rambut, menyisir dan meminyakinya.
⑶ Pendapat Syaik Abdurrazaq
Syaikh Abdurrazaq ketika mendefinisikannya mengatakan:
"Tarajjul adalah menyisir rambut, membersihkan dan memberikan perhatian khusus padanya (mungkin zaman sekarang dinamakan perawatan rambut, Wallāhu A'lam)."
Bab ini menunjukkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan perhatian kepada rambut Beliau, tidak membiarkannya berantakan. Bahkan Beliau bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ
"Siapa yang memiliki rambut hendaknya memuliakannya."
(Hadīts shahīh riwayat Abū Dāwūd nomor 3632, Syaikh Albāniy rahimahullāh mengatakan hasan shahīh)
Akan tetapi perlu dicatat bahwa sering-sering menyisir rambut juga dilarang.
Hadīts-hadīts selanjutnya adalah sebagai berikut.
Al Imām At Tirmidzī berkata dalam hadīts nomor 32:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ قَالَ : حَدَّثَنَامَعْنُ بْنُ عِيسَى قَالَ : حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ ، عَنْهِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : كُنْتُ أُرَجِّلُ رَأْسَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا حَائِضٌ
Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā berkata:
"Aku pernah menyisir atau menata rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika aku hāidh."
(Hadīts shahīh diriwayatkan juga oleh Imām Bukhāri nomor 295 dan 5925 dan Imām Muslim nomor 297 dengan banyak riwayat yang semakna dengan hadīts di atas)
Dan salah satu riwayatnya dengan lafazh:
"Aku pernah mencuci rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam saat aku hāidh."
Hadīts ini menunjukkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan perhatian kepada kebersihan rambut dan kepalanya dengan dicuci atau diminyaki sehingga tidak menyebabkan bau yang tidak sedap atau banyak kutu.
Dan pada hadīts ini ditunjukkan bahwa Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā mencuci rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) walau beliau sedang hāidh.
Hadīts ini juga menunjukkan bahwa wanita yang sedang hāidh tidak najis, baik badan maupun keringatnya (tetap suci) bahkan wanita yang sedang hāidh boleh melakukan segala hal bersama suaminya kecuali hubungan suami istri saja.
Dan ini merupakan perbedaan antara Islām dan ahli kitāb. Dahulu pada zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, orang-orang ahli kitāb, mereka tidak mau makan bersama istri mereka saat istri mereka hāidh, bahkan mereka mengisolasi istri-istri mereka saat hāidh dan tidak tinggal serumah dengan mereka.
Ketika mengetahui hal tersebut para shahābat bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam hingga Allāh pun menurunkan ayatnya:
وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًۭى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ
Mereka bertanya kepadamu tentang hāidh Katakanlah: "Hāidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu hāidh."
(QS Al Baqarah: 222)
Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun bersabda, ketika itu:
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
"Lakukan hal apapun yang kalian suka dengan istri kalian saat hāidh kecuali hubungan suami istri."
(Hadīts shahīh riwayat Imām Muslim nomor 302)
Ini adalah faedah yang kedua bahwa wanita hāidh tidaklah najis, dan masih boleh melakukan hal apapun bersama suaminya kecuali hubungan suami istri.
Sahabat BiAS, hanya ini yang bisa disampaikan.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
__________________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 23 Sya'ban 1440 H / 29 April 2019 M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc.
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 25 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Uban Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN UBAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-25), in syā Allāh kita akan masuk dalam pembahasan uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Imām At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla menamai bab ini dengan "Bābu Mā jā'a Fī Syaibi Rasūlillāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bab tentang hadīts-hadīts yang berkaitan dengan uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam)”.
Pada bab ini Imām At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla membawakan sekitar 8 (delapan) hadīts yang kesimpulannya adalah:
"Bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam hanya memiliki sedikit uban (tidak banyak) hanya sekitar 14 (empat belas) atau 20 (duapuluh) helai saja."
Dan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) beruban bukan karena memikirkan perkara dunia, akan tetapi Beliau beruban dikarenakan kabar-kabar akhirat yang Beliau dengar atau kengerian hari kiamat yang Beliau tadabburi dari ayat-ayat Al Qurān.
Berikut ini adalah hadīts-hadīts yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Beliau (Imām At Tirmidzī) berkata dalam hadīts nomor 37:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو دَاوُدَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ: قُلْتُ لأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: هَلْ خَضَبَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ قَالَ: لَمْ يَبْلُغْ ذَلِكَ، إِنَّمَا كَانَ شَيْبًا فِي صُدْغَيْهِ وَلَكِنْ أَبُو بَكْرٍ، خَضَبَ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ.
Shahābat Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu pernah ditanya oleh salah seorang murid beliau yang bernama Qatādah.
Beliau berkata:
"Apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dahulu menyemir rambut Beliau?"
Anas bin Mālik Radhiyallāhu ‘anhu menjawab:
"Keadaan rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak sampai pada keadaan yang harus disemir karena uban Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) hanya di kedua pelipis saja."
Setelah shahābat Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu menyebutkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyemir rambutnya, kemudian beliau memberikan kabar. Beliau mengatakan:
"Akan tetapi Abū Bakar radhiyallāhu ta'āla 'anhu menyemir rambutnya dengan dengan hinnā dan katam." (Hadīts ini di shahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dengan nomor 30)
√ Hinnā' (الْحِنَّاءِ) adalah sejenis tumbuhan yang membuat rambut menjadi merah.
√ Katam (الْكَتَمِ) adalah sejenis tumbuhan yang bisa membuat uban menjadi berwarna hitam.
Jika kedua jenis tumbuhan ini digabungkan maka akan tercipta warna lain (yaitu) sebuah warna antara warna merah dan hitam sehingga tidak masuk dalam larangan menyemir rambut dengan warna hitam.
Adapun pelajaran yang bisa kita ambil, adalah:
⑴ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyemir rambutnya.
Dalam permasalahan ini ada perbedaan pendapat, apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya ataukah tidak.
Namun dalam hadīts ini disebutkan oleh shahābat Anas bin Mālik bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyemir rambutnya, karena uban Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sedikit sehingga tidak perlu disemir.
⑵ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak memiliki banyak uban (uban Beliau sedikit).
Pada hadīts ini digambarkan bahwa uban Beliau hanya di kedua pelipis.
Namun perlu dicatat bahwa hadīts lain menyatakan bahwasanya, "Uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berada di beberapa bagian rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) bukan hanya dikedua pelipis saja."
Sebagaimana dalam hadīts riwayat Muslim nomor 2341 dari shahābat Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Beliau mengatakan:
وَلَمْ يَخْتَضِبْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّمَا كَانَ الْبَيَاضُ فِي عَنْفَقَتِهِ وَفِي الصُّدْغَيْنِ وَفِي الرَّأْسِ نَبْذٌ
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyemir rambut, uban Beliau hanya di rambut bawah bibir (bagian atas jengot), di kedua pelipis dan beberapa helai di kepala."
Demikianlah pembahasan kita kali ini, dan in syā Allāh pada pertemuan selanjutnya akan disebutkan berapa banyak uban yang berada pada rambut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
__________________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 24 Sya'ban 1440 H / 30 April 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 26 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Larangan Menyisir Rambut Terlalu Sering
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN LARANGAN MENYISIR RAMBUT TERLALU SERING
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh, kita masih diberikan keistiqāmah untuk tetap belajar hadīts-hadīts yang disusun oleh Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla dalam Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah.
Alhamdulillāh, pada pertemuan kali ini, (pertemuan ke-26) kita akan membaca hadīts nomor 35 dan nomor 36, tentang larangan menyisir rambut terlalu sering.
Imām At Tirmidzī rahimahullāhu berkata dalam hadīts nomor 35.
Beliau berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُغَفَّلٍ، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عنِ التَّرَجُّلِ، إِلا غِبًّا.
Dari Abdullāh bin Mughabbal, dia berkata:
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang bersisir kecuali dilakukan secara ghibban."
(Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh)
√ Ghibban (غِبًّا) artinya sehari dilakukan sehari ditinggalkan, sebagaimana kata Syaikh Albāniy rahimahullāh.
Dalam syair Arab dikatakan:
زُرْ غِبّاً تَزْدَدْ حُبّاً
"Berkunjunglah jarang-jarang niscaya rasa cinta akan bertambah."
Jika kita berkunjung setiap hari, maka orang yang kita kunjungi akan merasa biasa saja atau bahkan akan bosan. Tapi jika kita berkunjung setiap bulan sekali atau setahun sekali pasti rasa rindu itu akan menambah indahnya pertemuan.
Sehingga makna hadīts ini adalah untuk menyisir, membersihkan dan merapihkan rambut jarang-jarang, tidak setiap hari, tidak setiap waktu.
Kemudian Imām At Tirmidzī berkata dalam hadīts nomor 36.
Beliau berkata:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلامِ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ أَبِي الْعَلاءِ الأَوْدِيِّ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، كَانَ يَتَرَجَّلُ غِبًّا.
Dari salah seorang shahābat bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dahulu menyisir rambut dan atau merawatnya secara ghibban.
Dan telah berlalu arti kata ghibban yaitu sehari merawat dengan menyisir atau meminyakinya dan hari yang lain beliau meninggalkannya.
Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak merawat rambut Beliau setiap hari.
Hadīts di atas merupakan hadīts yang didhaifkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Syamāil hadīts nomor 29.
Namun kata Syaikh Abdur Razzaq Al Badr, hadīts tersebut hasan karena adanya berbagai pendukung (Wallāhu A'lam).
Para ulamā berbeda pendapat tentang larangan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini.
√ Ada yang mengatakan makruh bagi yang menyisir setiap hari.
√ Ada yang membolehkan setiap ada kebutuhan.
Syaikh Abdullāh Al Fauzan, setelah menjelaskan pendapat para ulamā tentang masalah menyisir rambut dalam Kitāb Raudhatul Afham.
Beliau berkata:
"Dan yang tampaknya benar, Wallāhu A'lam, tidak adanya pewaktuan dalam menyisir rambut ini, bahkan ketika seseorang itu butuh maka ia boleh melakukannya."
Namun jika seorang ingin mengikuti sunnah maka menyisir sehari dan meninggalkan sehari (Itulah sunnahnya).
Dan selalu menyisir rambut setiap saat itu juga tidak baik, sebagaimana pandangan sebagian masyarakat.
Sebagian masyarakat memandang ketika ada seseorang yang selalu membawa sisir kemana-mana (misalnya) ketika melepas helmnya menyisir rambut, setiap berwudhū' juga menyisir rambutnya, sebagian orang mengatakan itu suatu hal yang tidak baik.
Jadi apabila bisa menyisir sehari kemudian ditinggalkan sehari maka itu adalah sunnah dan jika masih harus menyisir (harus menyisir setiap hari atau harus merapihkan setiap saat) maka bisa (cukup) dengan tangannya.
Namun jika ia memang sangat butuh untuk menyisir rambutnya karena (misalnya) rambutnya berantakan dan tidak bisa menggunakan tangan maka ia boleh menyisir rambutnya dengan sisir sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdullāh Al Fauzan dalam kitāb beliau yang berjudul Raudhatul Afham jilid I hal 213).
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
__________________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 25 Sya'ban 1440 H / 01 Mei 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 27 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Menyisir Rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN MENYISIR RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita semua untuk kembali mengkaji hadīts-hadīts yang berkaitan dengan sifat-sifat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Alhamdulillāh, pada pertemuan kali ini, (pertemuan ke-27) kita akan masuk pada hadīts nomor 33.
Imām At Tirmidzī rahimahullāh berkata:
حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ عِيسَى، قَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ صَبِيحٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبَانَ هُوَ الرَّقَاشِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُكْثِرُ دَهْنَ رَأْسِهِ وَتَسْرِيحَ لِحْيَتِهِ، وَيُكْثِرُ الْقِنَاعَ حَتَّى كَأَنَّ ثَوْبَهُ، ثَوْبُ زَيَّاتٍ.
Shahābat Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:
"Adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sering meminyaki rambut Beliau. Begitu juga Beliau banyak menyisir jenggotnya dan Beliau juga sering memakai kain pelindung saat meminyaki rambut. Karena seringnya Beliau meminyaki rambut, baju Beliau seperti baju pen jual minyak."
Hadīts ini merupakan hadīts yang dhaif begitu juga kata Syaikh Albāniy rahimahullāh dan Syaikh Abdur Razzaq Al Badr, karena dalam hadīts tersebut ada berita yang mungkar tidak mungkin ada pada diri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Di dalam hadīts disebutkan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam karena seringnya memakai minyak rambut sampai baju Beliau seperti baju yang dipakai oleh oleh penjual minyak.
Tentu ini merupakan hal yang tidak layak bagi Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).
Bagaimana tidak, ada shahābat yang datang kepada Beliau dalam keadaan bajunya kotor, kemudian Beliau menegur shahābat tersebut dengan cukup tegas sebagaimana dalam hadīts Abū Dāwūd nomor 4062 yang di shahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.
أ ما كانَ يجدُ هذا ما يغسِلُ بهِ ثوبَهُ؟
"Apakah orang ini tidak menemukan benda yang bisa mencuci bajunya?"
Sehingga bisa disimpulkan ini merupakan hadīts yang dhaif sebagaimana kata para ulamā.
Kemudian hadīts ke-34, Imām At Tirmidzī rahimahullāh berkata:
حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ، عَنِ الأَشْعَثِ بْنِ أَبِي الشَّعْثَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: إِنْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَيُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي طُهُورِهِ إِذَا تَطَهَّرَ، وَفِي تَرَجُّلِهِ إِذَا تَرَجَّلَ، وَفِي انْتِعَالِهِ إِذَا انْتَعَلَ
Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā berkata:
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sangat suka mendahulukan yang kanan ketika bersuci dan saat menyisir atau merawat rambut, begitu juga saat beliau memakai sandal."
Sahabat BiAS rahīmakumullāh,
Hadīts ini merupakan hadīts yang shahīh yang diriwayatkan juga oleh Imām Bukhāri dalam hadīts nomor 168, dengan tambahan lafazh:
وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
"Dan Beliau senang mendahulukan yang kanan dalam setiap urusan Beliau."
Imām Muslim pun meriwayatkan dengan tambahan lafazh yang sama dengan nomor hadīts 268, sehingga hadīts ini merupakan hadīts yang bisa dijadikan dalīl.
Pelajar dari hadīts ini adalah :
⑴ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam suka mendahulukan yang kanan saat bersuci baik itu wudhū', mandi ataupun tayammum.
Ketika Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) membasuh, Beliau mendahulukan bagian kanan sebelum bagian kiri.
Misalkan Beliau berwudhū', maka Beliau membasuh tangan kanan sebelum tangan kiri, kaki kanan sebelum kaki kiri.
Begitu juga ketika Beliau menyisir rambut, Beliau mendahulukan bagian kanan sebelum bagian kiri.
Begitu juga ketika Beliau memakai sandal, Beliau memasukan kaki kanan terlebih dahulu sebelum kaki kiri.
Alasan kenapa hadīts ini dimasukan dalam bab menyisir rambut adalah:
√ Karena dalam hadīts tersebut bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam suka mendahulukan bagian kanan saat Beliau menyisir rambut.
Dan sunnah ini masuk dalam berbagai hal yang baik termasuk memberi, menerima, makan, memakai baju, memakai celana, dan lain sebagainya.
Adapun untuk hal-hal yang kotor Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menggunakan yang kiri.
Misalnya: Saat beristinjā, istijmār dan yang lainnya.
Imām An Nawawi rahimahullāh berkata:
قاعدة الشرع المستمرة استحباب البداءة باليمين، في كل ما كان من باب التكريم والتزين وما كان بضدها استحب فيه التياسر
"Kaidah syar'iat yang telah baku, sunnahnya memulai dari kanan dalam setiap hal yang di situ ada kemuliaan dan berhias. Adapun lawannya disunnahkan menggunakan yang kiri terlebih dahulu.”
Inilah agama Islām, ada banyak adab indah yang terkadang tidak ditemukan di dalam agama lain, bahkan dalam hadīts ini untuk menggunakan atau mendahulukan anggota badan yang kananpun ada hadīts nya. Itulah agama Islām.
Pertemuan kali ini cukup sampai disini.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
__________________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 05 Dzulqa'dah 1440 H / 08 Juli 2019 M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc.
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 28 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Uban Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN UBAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita semua untuk kembali mengkaji hadīts-hadīts yang berkaitan dengan sifat-sifat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Alhamdulillāh, pada pertemuan kali ini, (pertemuan ke-28) kita masih dalam pembahasan uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Yang mana Imām At Tirmidzī dalam bab ini membawakan sekitar 8 hadīts, yang kesimpulannya adalah:
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam hanya memiliki sedikit uban (tidak banyak), hanya sekitar 14 atau 20 helai saja. Sehingga Beliau tidak perlu menyemir rambutnya.
Uban-uban itu tidak terlihat saat Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) meminyaki rambutnya.
Dan perlu diketahui bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beruban, bukan karena memikirkan perkara dunia, akan tetapi Beliau beruban dikarenakan kabar-kabar ākhirat, kengerian-kengerian hari kiamat yang Beliau dengar dan yang beliau tadaburi dari ayat-ayat Al Qurān."
Hadīts yang akan kita baca pada pertemuan kali ini, adalah hadīts nomor 38.
Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh berkata :
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ، وَيَحْيَى بْنُ مُوسَى، قَالَا: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: «مَا عَدَدْتُ فِي رَأْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِحْيَتِهِ إِلَّا أَرْبَعَ عَشْرَةَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ»
Shahābat Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu, pernah berkata:
"Aku menghitung uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang berada di kepala dan jenggot Beliau dan tidak ku temukan, kecuali 14 helai saja yang berwarna putih.” (Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Asy Syamāil dengan nomor 31)
Adapun faedah hadītsnya adalah:
"Uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidaklah banyak, dan dalam hadīts ini disebutkan hanya sekitar 14 helai saja pada dua tempat, yaitu jenggot dan rambut kepala.”
Kemudian Imām At Tirmidzī membawakan hadīts ke-3 dalam bab ini, yang bernomor 39.
Beliau rahimahullāh berkata :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ سَمُرَةَ، وَقَدْ سُئِلَ عَنْ شَيْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «كَانَ إِذَا دَهَنَ رَأْسَهُ لَمْ يُرَ مِنْهُ شَيْبٌ، وَإِذَا لَمْ يَدْهِنْ رُئِيَ مِنْهُ»
Simāk bin Harb bercerita, bahwa beliau pernah mendengar seorang yang bernama Jābir bin Samurah radhiyallāhu ta'āla 'anhu ditanya tentang uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Beliau pun menjawab:
"Jika Beliau meminyaki rambutnya, ubannya menjadi tidak terlihat. Namun jika rambut Beliau tidak diminyaki maka ubanya terlihat." (Hadīts shahīh dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Mukhtshar Syamāil nomor 32)
Dan kesimpulan dari hadīts ini adalah:
"Uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu hanya sedikit saja, sehingga hanya dengan meminyakinya saja, uban Beliau menjadi tidak terlihat karena kilauan yang dihasilkan dari minyak yang Beliau gunakan.”
Dan pada hadīts ke-40 (hadīts ke-4 dalam bab ini, Imām At Tirmidzī membawakan hadīts tentang jumlah uban Beliau lagi.
Beliau rahimahullāh berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْوَلِيدِ الْكِنْدِيُّ الْكُوفِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، عَنْ شَرِيكٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: «إِنَّمَا كَانَ شَيْبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوًا مِنْ عِشْرِينَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ»
Dari Abdullāh bin Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, beliau berkata:
"Uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu hanya berjumlah sekitar 20 helai saja.” (Hadīts ini shahīh, dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh)
Dari tiga hadīts yang kita baca ini, kesimpulannya adalah:
"Uban yang berada pada rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu hanyalah sedikit, tidak banyak, kurang lebihnya hanya 14 atau 20 helai saja.”
Sehingga jika ada seorang yang bermimpi melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan rambut yang putih, jenggot putih, maka perlu diragukan, bahwa itu bukan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Jika ada seorang yang melihat sosok manusia dalam mimpinya, dengan sifat yang tidak sesuai dengan hadīts-hadīts, kita ragukan bahwa ia telah memimpikan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, apalagi seorang yang bermimpi melihat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam namun bukan dalam bentuk manusia (misalkan) dalam bentuk cahaya, maka kita harus meragukan ini.
Dan inilah pelajaran kita kali ini, semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
_________________________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 06 Dulqa'dah 1440 H / 09 Juli 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 29 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Uban Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN UBAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita semua untuk kembali mengkaji hadīts-hadīts yang berkaitan dengan sifat-sifat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Alhamdulillāh, pada pertemuan kali ini, (pertemuan ke-29) kita masih melanjutkan pembahasan uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (Hadīts no 41-42)
Yang mana telah kita simpulkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak memiliki banyak uban. Uban Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) hanya sekitar 14 hingga 20 helai saja (sebagaimana riwayat-riwayat yang telah berlalu), sehingga apabila Beliau meminyaki rambutnya uban-uban tersebut seakan-akan tidak ada.
Dan perlu dicatat bahwa uban-uban Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) muncul bukan karena memikirkan urusan dunia, akan tetapi karena ayat-ayat Al Qurān yang menggambarkan akan kengerian hari kiamat yang Beliau dengar dan tadabburi.
Al Imām At Tirmidzī berkata dalam hadīts nomor 41:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ [161 هـ - 248 هـ وهو من أحد الشيوخ الذي أخذ منه أصحاب كتب الستة] قَالَ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ، عَنْ شَيْبَانَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عِكْرِمَةَ [مولى ابن عباس، من كبار التالعين، وكان يفتي الناس، وقبل ذلك قد تعلم العلم أربعين سنة، وكان يفتي بالباب وابن عباس يفي في الدار]، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ [بحر الأمة] قَالَ: قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ شِبْتَ، قَالَ: «شَيَّبَتْنِي هُودٌ، وَالْوَاقِعَةُ، وَالْمُرْسَلَاتُ، وَعَمَّ يَتَسَاءَلُونَ، وَإِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ» [صححه الألباني 34]
Abū Kurayb Muhammad Ibnu Al 'Alā' (beliau lahir pada tahun 161 Hijriyyah dan meninggal pada tahun 248 Hijriyyah), beliau adalah guru dari ulamā yang meriwayatkan enam kitāb.
( Yaitu:
⑴ Imām Bukhāri
⑵ Imām Muslim
⑶ Imām Abī Dāwūd
⑷ Imām An Nassā'i
⑸ Imām Ibnu Mājah
⑹ Imām At Tirmidzī )
Beliau mengatakan dari Abī Ishāq, dari 'Ikrimah (maula/budaknya Ibnu Abbās) dan Ikrimah termasuk kibar at tābi'in, dan Imām Adz Dzahabi menyebutkan bahwa beliau ini adalah seorang yang memberikan fatwa di pintu.
(Jadi ada rumah di situ ada pintunya dan di dalam ada Ibnu Abbās, dan 'Ikrimah ini adalah seorang yang berfatwa di pintu sedangkan Ibnu Abbās berfatwa di dalam rumah, (maksudnya) adalah jika ada seorang yang datang ke rumah Ibnu Abbās maka yang pertama kali ditanya adalah 'Ikrimah dan jika 'Ikrimah bisa menjawab maka tidak perlu bertanya kepada Ibnu Abbās dan ketika 'Ikrimah tidak bisa menjawab maka bertanya kepada Ibnu Abbās.
Dan dikatakan dalam riwayat beliau bahwasanya beliau belajar selama 40 tahun dan beliau disini meriwayatkan dari Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā seorang shahābat yang mendapatkan do'a dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam agar difaqihkan dalam agama dan diberikan ilmu tafsir Al Qurān).
Shahābat Ibnu Abbās bercerita, bahwa Abū Bakar Ash-Shiddīq pernah berkata kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
"Wahai Rasūlullāh, engkau telah beruban.”
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun menjawab:
"Telah membuatku beruban surah Hūd, Al Wāqi'ah, Al Mursalāt, (عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ) An Nabā' dan (إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ) At-Takwīr, surat-surat itulah yang telah membuatku beruban.” (Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh)
Kemudian Imām At Tirmidzī membawakan hadīts yang semakna, yaitu hadīts nomor 42, yang merupakan hadīts keenam dalam bab ini.
Beliau berkata:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ [قال الذهبي : الحافظ بن الحافظ، لكن ابتلي بوراق سوء، وأفسد حديثه] قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ صَالِحٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَرَاكَ قَدْ شِبْتَ، قَالَ: «قَدْ شَيَّبَتْنِي هُودٌ وَأَخَوَاتُهَا»
Sufyān Ibnu Wakī' adalah anak dari Wakī' Ibnu Zārah seorang ulamā (ahli hadīts), Imām Adz Dzahabi mengatakan Al Hāfizh Ibnu Hāfidz (anak yang hāfizh dari seorang yang hāfizz) hanya saja Sufyān Ibnu Wakī' ini memiliki seorang sekretaris (bahasa kita) yang menulis hadīts-hadītsnya tidak amanah, sehingga orang tersebut merusak keabsahan hadītsnya.
Sufyān Ibnu Wakī' mengatakan, dari Abī Ishāq dari Abī Juhaifah radhiyallāhu ta'āla 'anhu. Beliau mengatakan:
Bahwasanya dahulu shahābat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah menyampaikan kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
"Wahai Rasūlullāh, kami melihat engkau telah mulai beruban.”
Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menjawab:
"Yang telah membuatku beruban adalah surah Hūd dan teman-temannya.”
(Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy radhiyallāhu ta'āla 'anhu di dalam Mukhtshar Asy Syamāil dengan nomor 35)
Dan maksud dari saudara-saudara surah Hūd adalah surat-surat yang menceritakan tentang kengerian hari kiamat, sebagaimana dikatakan oleh Al Manawiy dalam kitāb Faidhul Qadīr.
Dan Ibnu Hajar Al Haitami rahimahullāh, ketika ditanya surat apa saja yang termasuk saudara-saudara Hūd?
Maka beliau menyebutkan beberapa surat dengan membawakan dalīl dan perkataan ulamā tentangnya.
Di antara yang beliau sebutkan, dalam kitāb beliau yang bernama Al Fatāwa Al Hadītsiyyah adalah :
⑴ Surat 56 (Al Wāqi'ah)
⑵ Surat 77 (Al Mursalāt)
⑶ Surat 78 (An Nabā')
⑷ Surat 81 (At Takwīr)
⑸ Surat 69 (Al Hāqqah)
⑹ Surat 88 (Al Ghāsyiyah)
⑺ Surat 101 (Al Qāri'ah)
⑻ Surat 70 (Al Ma'ārij)
⑼ Surat 54 (Al Qamar)
Pelajaran yang bisa kita ambil dari hadīts-hadīts di atas, adalah :
√ Bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beruban bukan karena urusan dunia.
√ Yang membuat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beruban adalah kabar tentang kengerian dan kesusahan pada hari kiamat yang Beliau renungkan dari surat-surat Al Qurān (semisal) surat Hūd, surat An Nabā', surat Al Wāqi'ah dan yang semisalnya.
Dan yang perlu dipahami, bahwa isi surat-surat tadilah yang membuat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beruban, bukan berarti orang yang membaca surat tersebut akan beruban, karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beruban karena mentadaburi isi surat-surat tersebut. Karena kengerian yang ada dalam surat tersebut, bukan hanya sekedar membaca saja tanpa tadabur dan penghayatan.
√ Bahwa Al Qurān itu memberikan efek yang sangat besar sekali bagi seorang bisa yang mentadaburinya, bisa
memahami maknanya, bisa mengetahui maksud-maksudnya.
Seorang yang bisa seperti itu, maka Al Qurān akan memberikan efek yang sangat besar bagi kebaikan, keshālihan, kesucian jiwa, dan kebahagian di dunia maupun di ākhirat.
Inilah pembahasan kita pada pertemuan ini, semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 07 Dzulqa'dah 1440 H / 10 Juli 2019 M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 30 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Uban Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN UBAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita semua untuk kembali mengkaji hadīts-hadīts yang berkaitan dengan sifat-sifat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Alhamdulillāh, pada pertemuan kali ini, (pertemuan ke-30) kita masih melanjutkan pembahasan uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (Hadīts no 43-44)
Yang mana telah kita simpulkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak memiliki banyak uban. Uban Beliau sekitar 14 hingga 20 helai saja. Sehingga apabila Beliau meminyaki rambutnya uban-uban tersebut seakan-akan tidak ada.
Dan yang perlu dicatat bahwa uban-uban Beliau muncul bukan karena memikirkan urusan dunia, akan tetapi karena ayat-ayat Al Qurān yang menggambarkan akan kengerian hari kiamat yang Beliau dengar dan tadabburi.
Dan Imām At Tirmidzī membawakan hadīts yang ke-43.
Beliau berkata :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ [من أشهر الشيوخ في خرسان ت 244 هـ] قَالَ: أَنْبَأَنَا شُعَيْبُ بْنُ صَفْوَانَ [كاتب القاضي ببغداد]، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ [قَالَ البُخَارِيُّ: كَانَ عَبْدُ المَلِكِ بنُ عُمَيْرٍ مِنْ أَفصَحِ النَّاسِ]، عَنِ إِيَادِ بْنِ لَقِيطٍ الْعِجْلِيِّ [قال الذهبي : من علماء التابعين]، عَنْ أَبِي رِمْثَةَ التَّيْمِيِّ [اختلف في إسمه]، تَيْمِ الرَّبَابِ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعِي ابْنٌ لِي، قَالَ: فَأَرَيْتُهُ، فَقُلْتُ لَمَّا رَأَيْتُهُ: «هَذَا نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ، وَلَهُ شَعْرٌ قَدْ عَلَاهُ الشَّيْبُ، وَشَيْبُهُ أَحْمَرُ» [صححه الألباني 36]
Berkata Āli Ibnu Hujr, beliau adalah seorang ulamā yang terkenal di Khurasān dan beliau meninggal pada tahun 244 H.
Beliau mengatakan:
Syu'aib Ibnu Shafwān (beliau adalah sekretaris khatib Al Qadhi di Baghdad) memberikan kabar kepadaku, dari Abdul Mālik bin Umair (Imām Al Bukhāri mengatakan beliau ini termasuk seorang yang sangat fasih dalam berbicara).
Dari Iyād Ibnu Laqīd Al 'Ijliy (Imām Adh Dhahabi mengatakan beliau adalah salah satu ulamā dari kalangan tābi'in).
Dari Abū Rimtsah At Taimiy (beliau ini diperselisihkan namanya, jadi di sini langsung disebutkan kunyahnya dan Imām At Tirmidzī membawakan kota asalnya yaitu dari Taim Ar Rabāb).
Beliau berkata :
Aku mendatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersama dengan anakku, maka aku pun melihat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Ketika aku melihatnya, aku berkata:
"Ini adalah Nabi Allāh."
Dan ketika itu Beliau memakai dua pakaian yang hijau, dan rambut Beliau sudah ada ubannya, dan uban itu berwarna merah. (Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh)
• Faedah pertama | Uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak lebat.
Karena lafazh: وَلَهُ شَعْرٌ قَدْ عَلَاهُ الشَّيْبُ , kita artikan: "Rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sudah ada ubannya (sudah muncul ubannya)," bukan: “Dan rambut Beliau telah banyak beruban."
Karena jika kita mengartikan: "Dan rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sudah ada ubannya," atau: "Sudah muncul ubannya,” itu lebih mencocoki hadīts-hadīts yang lainnya, yang menyatakan bahwa uban beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam itu sedikit.
• Faedah kedua | Bahwa uban beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pada hadīts ini, saat shahābat Abū Rimtsah At Taimiy menghadap Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah merah.
Dan hal tersebut mungkin disebabkan oleh minyak yang beliau kenakan pada rambut beliau, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Abdurrazzaq dalam Syarh beliau dalam kitāb Asy Syamāil.
• Faedah ketiga | Walaupun pada hadīts ini, disebutkan bahwa beliau memakai baju hijau, bukan berarti memakai baju hijau ini sunnah, namun (kata para ulamā) hukum maksimal memakai baju hijau adalah boleh (mubah).
Kemudian hadīts terakhir dalam bab ini, adalah hadīts nomor 44.
Al Imām At Tirmidzī berkata :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ
[قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بنُ مَهْدِيٍّ: لَوْ قِيْلَ لِحَمَّادِ بنِ سَلَمَةَ: إِنَّكَ تَمُوْتُ غَداً، مَا قَدِرَ أَنَّ يَزِيْدَ فِي العَمَلِ شَيْئاً.
قُلْتُ (الذهبي): كَانَتْ أَوْقَاتُهُ مَعْمُوْرَةً بِالتَّعَبُّدِ وَالأَوْرَادِ.
وَقَالَ عَفَّانُ: قَدْ رَأَيتُ مَنْ هُوَ أَعبَدُ مِنْ حَمَّادِ بنِ سَلَمَةَ، لَكِنْ مَا رَأَيتُ أَشدَّ مُوَاظِبَةً عَلَى الخَيْرِ، وَقِرَاءةِ القُرْآنِ، وَالعَمَلِ للهِ -تَعَالَى- مِنْهُ.
قَالَ مُوْسَى بنُ إِسْمَاعِيْلَ التَّبُوْذَكِيُّ: لَوْ قُلْتُ لَكُم: إِنِّيْ مَا رَأَيتُ حَمَّادَ بنَ سَلَمَةَ ضَاحِكاً، لَصَدَقْتُ، كَانَ مَشْغُوْلاً، إِمَّا أَنْ يُحَدِّثَ، أَوْ يَقْرَأَ، أَوْ يُسبِّحَ، أَوْ يُصَلِّيَ، قَدْ قَسَّمَ النَّهَارَ عَلَى ذَلِكَ. قَالَ يُوْنُسُ بنُ مُحَمَّدٍ المُؤَدِّبُ: مَاتَ حَمَّادُ بنُ سَلَمَةَ فِي الصَّلاَةِ فِي المَسْجِدِ
سَمِعْتُ بَعْضَ أَصْحَابِنَا يَقُوْلُ: عَادَ حَمَّادُ بنُ سَلَمَةَ سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ، فَقَالَ سُفْيَانُ: يَا أَبَا سَلَمَةَ! أَتُرَى الله يَغْفِرُ لِمِثْلِي؟
فَقَالَ حَمَّادٌ: وَاللهِ لَوْ خُيِّرْتُ بَيْنَ مُحَاسَبَةِ اللهِ إِيَّاي، وَبَيْنَ مُحَاسَبَةِ أَبَوَيَّ، لاَخْتَرْتُ مُحَاسَبَةَ اللهِ، وَذَلِكَ لأَنَّ اللهَ أَرحَمُ بِي مِنْ أَبَوَيَّ.ت : 167 هـ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ[ت 123 هـ
أَدْرَكْتُ ثَمَانِيْنَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَكَانَ قَدْ ذَهَبَ بَصَرِي، فَدعوتُ اللهَ -تَعَالَى- فَرَدَّ عَلَيَّ بَصَرِي.
قَالَ: قِيلَ لِجَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ: أَكَانَ فِي رَأْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْبٌ؟ قَالَ: «لَمْ يَكُنْ فِي رَأْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْبٌ إِلَّا شَعَرَاتٌ فِي مَفْرِقِ رَأْسِهِ، إِذَا ادَّهَنَ وَارَاهُنَّ الدُّهْنُ» [صححه الألباني 32]
Berkata Ahmad Ibnu Manī'.
Beliau adalah seorang ulamā yang menjadi guru dari Ashab Kutub As Sittah kecuali Bukhāri, seperti Imām Muslim, Abū Dāwūd, An Nassā'i, Ibnu Mājah, At Tirmidzī semuanya meriwayatkan dari Ahmad bin Manī' ini secara langsung (mendengar dari beliau).
Sedangkan Imām Bukhāri meriwayatkan dari Ahmad Ibnu Manī' ini melalui perantara (beliau tidak bertemu langsung atau meriwayatkan secara langsung dari beliau).
Ahmad Ibnu Manī' adalah seorang penulis kitāb Musnad sebagaimana Imām Ahmad mempunyai musnad Ahmad, maka Ahmad bin Manī' memiliki musnad hanya saja kitāb musnad yang beliau tulis termasuk kitāb-kitāb yang hilang (tidak sampai kepada kita).
Berkata Suraij Ibnu An Nu'mān (meninggal pada hari raya 'Iedul Adhā tahun 217) berkata Hammād ibnu Salamah (beliau ini sangat istimewa), Abdurrahmān bin Mahdī mengatakan:
"Andai saja dikatakan kepada Hammād bin Salamah, engkau akan mati besok, pasti Hammād bin Salamah tidak akan mampu menambah jumlah amalannya karena beliau telah memaksimalkan waktunya untuk beramal.”
Dan Imām Adh Dhahabi juga mengatakan:
"Waktunya Hammād bin Salamah itu selalu terpenuhi dengan beribadah."
Dan Yūnus bin Muhammad Al Mu'adzib mengatakan:
"Bahwasanya Hammād bin Salamah meninggal dalam keadaan shalāt di masjid"
Karena Hammād bin Salamah adalah seorang ahli ibadah, pernah dicerikan bahwasanya Sufyān Ats Tsauri (seorang ahli hadīts) ketika Hammād bin Salamah mengunjunginya bertanya:
"Wahai Abū Salamah, Apakah engkau menyangka bahwasanya Allāh itu mengampuni seorang sepertiku?"
⇒ Ini bukan keraguan, bahwasanya Allāh tidak mampu mengampuni orang seperti beliau (Sufyān Ats Tsauri) ini merupakan kerendahan hati dari beliau.
Kemudian di antara kata-kata emas yang diucapkan oleh Hammād bin Salamah adalah:
"Demi Allāh, andai saja aku diberikan pilihan siapa yang akan menghisabku, apakah Allāh ataukah kedua orangtuaku, pasti aku akan memilih dihisab oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dari pada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allāh lebih penyayang kepadaku daripada kedua orang tuaku.”
Itulah Hammād bin Salamah seorang ahli hadīts yang paling tsiqah dalam hadītsnya.
Berkata Tsabit Al Bunani (meninggal pada tahun 167 Hijriyyah beliau adalah seorang yang gemar beribadah) beliau meriwayatkan dari Simāk Ibni Harb (meninggal pada tahu 123 Hijriyyah) beliau mengatakan:
"Aku bertemu 80 shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan dahulu aku tidak bisa melihat kemudian aku berdo'a kepada Allāh sehingga akhirnya aku bisa melihat.”
⇒ Ini salah satu keutamaan Simāk Ibnu Harb.
Kemudian beliau mengatakan (Dikatakan kepada Jābir bin Samurah):
"Apakah di kepala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ada uban ?"
Beliau (Jābir bin Samurah) mengatakan:
"Di kepala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak ada uban, kecuali beberapa helai saja ditengah kepala Beliau, jika Beliau meminyaki kepalanya, beberapa uban tersebutpun tersembunyikan." (Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy dalam Mukhtashar Asy Syamāil nomor 32)
Dan hadīts ini menunjukkan bahwa uban yang hanya berada pada kepala Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) hanyalah sedikit, dan rambut beliau ketika diminyaki, uban-uban tersebut seakan-akan tersembunyikan.
Inilah pembahasan kita pada pertemuan ke-30 ini, semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 25 Dzulhijjah 1440 H / 26 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 31 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Menyemir Rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN MENYEMIR RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Ada banyak nikmat yang perlu kita syukuri. Diantara nikmat-nikmat tersebut adalah nikmat menuntut ilmu.
Dan pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-31), in syā Allāh kita melanjutkan pembahasan Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Beliau rahimahullāh berkata:
بَابُ مَا جَاءَ فِي خِضَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bab tentang hadīts-hadīts yang berkaitan dengan: خِضَابِ (menyemir rambut) Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Syaikh Abdurrazzaq berkata :
"Imam At Tirmidzī membawakan bab ini dengan maksud ingin menjelaskan, apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambut beliau atau tidak.”
Beliau juga menjelaskan bahwa hal ini diperselisihkan oleh para ulamā, bahkan diperselisihkan oleh para shahābat radhiyallāhu ta'āla 'anhum.
Menurut pendapat shahābat;
√ Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu mengatakan, "Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak menyemir rambutnya."
√ Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu mengatakan, "Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menyemir rambutnya.”
Imām Nawawi mengatakan :
"Bahwa Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya sesekali dan hal tersebut tersirat pada hadīts Ibnu Umar dalam Shahīh Al Bukhāri dan Muslim. Namun, seringnya Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak menyemir rambutnya. Dan semua shahābat mengabarkan sesuai dengan ilmunya, benar serta jujur dalam pengabarannya, Wallāhu a’lam."
(Ini pendapat Imām An Nawawi, yang dinukil Syaikh Albāniy dalam Mukhtashar Syamāil)
Dan ada juga yang mengatakan bahwa Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyemir rambutnya sama sekali dan rambut Beliau berubah warna bukan karena semir, akan tetapi karena Beliau sering memakai parfum atau minyak wangi pada rambutnya.
Berikut hadīts-hadīts yang diriwayatkan oleh Imām At Tirmidzī pada bab ini.
Imam At Tirmidzī rahimahullāh dalam hadīts nomor 45.
Beliau berkata :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ
"Telah memberikan hadits kepadaku, Ahmad bin Mani', beliau berkata: Telah memberikan hadits kepadaku, Husyaim.
Beliau adalah Husyaim bin Basyir, seorang yang pernah dilarang oleh ayahnya untuk menuntut ilmu. Sampai saat Husyaim sakit, ada seorang qadhi (hakim kota) tersebut menjenguknya. Sejak saat itulah Husyaim bin Basyir diperbolehkan oleh ayahnya untuk menuntut ilmu.
Ketika Husyaim telah menjadi guru, beliau sangat berwibawa.
Imām Ahmad pernah bercerita:
"Aku menuntut ilmu kepada Husyaim selama 4 atau 5 tahun, aku tidak pernah bertanya kepadanya suatu masalah kecuali 2x saja, dan hal tersebut dikarenakan kewibawaan yang beliau miliki.”
Tentang kekuatan hafalannya, Ibnul Mubarak berkata:
"Kalau orang-orang melemah hafalan ketika umur bertambah, maka itu tidak terjadi pada Husyaim.”
Tentang keshālihannya, Abū Hatim berkata :
"Masalah kejujuran, sikap amanah dan keshālihan, maka Husyaim tidak usah diragukan lagi.”
Selain unggul dalam bidang hadīts, beliau juga luar biasa dalam hal ibadah.
Diceritakan oleh Imām Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An Nubala juz 8 hal 290,
"Bahwa sejak 20 tahun sebelum beliau meninggal, beliau selalu shalāt shubuh dengan wudhū'nya ketika shalāt isya.”
Maksudnya adalah beliau tidak batal dan tidak tidur antara dua waktu tersebut, karena kita tahu bahwa tidur itu membatalkan wudhū'.
(Keterangan ini bisa dilihat dalam Siyar A’lam An Nubala juz 8 halaman 290, tentang biografi Husyaim bin Basyir)
Husyaim bin Basyir berkata:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ
"Memberikan hadīts kepadaku, Abdul Mālik bin 'Umayr (seorang hakim di kota kufah)."
عَنِ إِيَادِ بْنِ لَقِيطٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو رِمْثَةَ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ ابْنٍ لِي
Dari Iyād bin Laqīth, dia berkata: Abū Rimtsah berkata:
"Aku mendatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersama anakku."
Syaikh Abdurrazaq pernah membawakan beberapa pelajaran pada kalimat ini, beliau menyatakan bahwa pada kalimat ini menunjukan, "Anjuran untuk membawa anak-anak hadir di majelis para ulamā, agar mereka mencintai ulamā, mencintai majelis ilmu dan agar mereka terjaga dari segala hal yang membuat lalai dari agama."
Apalagi pada masa-masa kita ini, banyak sekali faktor yang bisa menyebabkan seorang terlalaikan dari majelis ilmu.
فَقَالَ: «ابْنُكَ هَذَا؟» فَقُلْتُ: نَعَمْ أَشْهَدُ بِهِ، قَالَ: «لَا يَجْنِي عَلَيْكَ، وَلَا تَجْنِي عَلَيْهِ»
Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bertanya kepada Abū Rimtsah, "Apakah ini anakmu?"
Abū Rimtsah pun menjawab, "Iya, aku bersaksi bahwasanya dia adalah anakku."
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, "Ketika anakmu berbuat dosa maka engkau tidak menanggungnya dan ketika engkau berbuat dosa anakmu tidak menanggungnya."
Pada kalimat ini ada isyarat tentang firman Allāh Ta'āla,
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌۭ وِزْرَ أُخْرَىٰ
"Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain.” (QS. Al Isrā': 15)
قَالَ: وَرَأَيْتُ الشَّيْبَ أَحْمَرَ
"Kemudian Abū Rimtsah mengatakan: "Dan dan aku melihat uban Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berwarna merah.”
Kalimat inilah yang menjadi isyarat penting pada pembahasan kita ini bahwa Abū Rimtsah mengatakan bahwa uban Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berwarna merah.
Dan dari sini pula, para ulamā berbeda pendapat, apakah warna merah itu karena semir atau karena seringnya Beliau memakai minyak wangi pada rambutnya.
Dan itu diperselisihkan oleh para ulamā.
قَالَ أَبُو عِيسَى: "هَذَا أَحْسَنُ شَيْءٍ رُوِيَ فِي هَذَا الْبَابِ، وَأَفْسَرُ؛ لِأَنَّ الرُّوَايَاتِ الصَّحِيحَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَبْلُغِ الشَّيْبَ.
Berkata Abu Īsā (Imām At Tirmidzī): "Hadīts ini adalah hadīts terbaik dalam bab ini (Syaikh Albāniy menshahīhkan hadīts ini) dan yang paling jelas, karena riwayat-riwayat yang shahīh, bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak membutuhkan semir rambut (karena kita tahu bahwa jumlah uban beliau sedikit antara 12 hingga 20 helai saja).”
Perkataan Imām At Tirmidzī ini mengisyaratkan kepada kita bahwa Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak menyemir rambutnya.
وَأَبُو رِمْثَةَ اسْمُهُ: رِفَاعَةُ بْنُ يَثْرِبِيٍّ التَّيْمِيُّ
Dan Abū Rimtsah namanya adalah Rifā'ah ibnu Yatsribiy At Taimiy.
Dan di sana ada pendapat lain tentang nama beliau ini.
Jadi kesimpulan dari hadīts ini adalah:
"Kita tahu bahwa di sana ada perbedaan pendapat di kalangan para ulamā tentang permasalahan apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya ataukah tidak? Namun secara hukum fiqih seorang boleh saja menyemir rambutnya, asalkan tidak dengan warna hitam atau dengan warna lain yang dianggap buruk oleh masyarakat.”
Itulah kesimpulan kita semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 26 Dzulhijjah 1440 H / 27 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 32 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Menyemir Rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN MENYEMIR RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Ada banyak nikmat yang perlu kita syukuri di antara nikmat-nikmat tersebut adalah nikmat menuntut ilmu.
Dan pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-32) in syā Allāh, kita melanjutkan pembahasan Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Kali ini kita akan membahas tentang biografi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan pada kesempatan kali ini kita meneruskan pembacaan hadīts yang berkaitan tentang, apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambut ataukah tidak.
Yang mana hal tersebut diperselisihkan oleh para ulamā bahkan para shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
In syā Allāh ini adalah hadīts nomor 46 dari kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, yang ditulis oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāhu.
Imām At Tirmidzī berkata :
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي
"Sufyān bin Wakī' memberikan hadīts kepadaku, dia mengatakan ayahku memberikan hadīts."
Ibnu Hajar berkata tentang Wakī' bin Al Jarrah ini (ayah dari Sufyān bin wakī'):
"Beliau terpercaya, penghafal hadīts (hafidz) dan seorang ahli ibadah."
Imām Ahmad berkata :
"Wakī' adalah imam kaum muslimin pada masanya.”
Marwan bin Muhammad Ath Thathari berkata :
"Aku tidak pernah melihat orang yang lebih khusyu' dari Wakī'. Dan biasanya ketika ada seorang yang diceritakan kepadaku, pasti ku dapati orang tersebut lebih buruk dari pada ceritanya, kecuali Wakī'. Aku melihatnya ia lebih baik dari pada cerita-cerita yang sampai kepadaku.”
Kemudian Imām Wakī' juga pernah mengatakan :
"Seorang tidak akan sempurna, sampai ia mau belajar dengan orang yang lebih utama, dengan orang yang sama, dan dengan orang yang lebih rendah darinya.”
Imām Wakī', berkata:
عَنْ شَرِيكٍ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ مَوْهَبٍ قَالَ: سُئِلَ أَبُو هُرَيْرَةَ
Dari Syarīk, dari Utsmān bin Mauhab, dia berkata Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu pernah ditanya,
Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu adalah seorang shahābat yang paling banyak meriwayatkan hadīts, beliau meriwayatkan sekitar 5374 hadīts. Walaupun beliau adalah seorang yang tidak begitu lama kebersamaannya bersama Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Karena beliau masuk Islām sekitar tahun 7 Hijriyyah dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam meningal tahun 11 Hijriyyah hanya. Sekitar 3 atau 4 tahun saja kebersamaannya bersama Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Lalu kenapa beliau bisa meriwayatkan hadīts sebanyak itu, padahal shahābat yang lain tidak bisa meriwayatkan hadīts sebanyak itu ?
Setidaknya ada tiga jawaban, yaitu:
⑴ Beliau adalah orang yang semangat untuk belajar kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Imām Al Bukhāri pernah meriwayatkan sebuah hadīts dari shahābat Abū Hurairah ketika beliau bertanya tentang, "Siapakah orang yang paling bahagia dengan syafā'atmu wahai Rasūlullāh?"
Sebelum Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab pertanyaan dari Abī Hurairah, Beliau mengatakan, "Wahai Abū Hurairah, aku sudah menyangka bahwa tidak akan ada orang yang mendahuluimu bertanya tetang hal ini, karena aku melihat engkau sangat semangat untuk belajar hadīts.”
Lalu Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam baru menjawab pertanyaan Abī Hurairah terkait siapakah orang yang paling bahagia dengan syafā'at Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam. (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 99 dan nomor 6570)
⑵ Karena beliau (Abī Hurairah) mendapatkan do'a dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam agar kuat hafalannya.
Beliau pernah mengatakan:
Aku pernah mengadu:
"Wahai Rasūlullāh, aku mendengar banyak hadīts dari mu, hanya saja aku lupa."
Maka Beliaupun (shallallāhu 'alayhi wa sallam) meminta agar Abū Hurairah membentangkan kain baju atasnya. Setelah dibentangkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam seakan-akan menuangkan sesuatu pada kain tersebut. Lalu Beliau memerintahkan Abū Hurairah untuk mendekap kain itu.
Setelah itu Abū Hurairah berkata:
"Setelah kejadian tersebut, aku tidak lupa satu hadīts pun dari Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).” (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 3648 dan Muslim nomor 2493)
⑶ Karena beliau (Abū Hurairah) selalu bersama Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan hanya makan sebatas kenyang saja, beliau tidak sibuk dengan dunia tetapi fokus dengan belajar.
Dikatakan dalam sebuah hadīts:
"Abū Hurairah memiliki hadīts yang banyak, karena dia adalah seorang yang selalu membersamai Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan mencukupkan diri untuk makan secukupnya saja dan selalu menghadiri apa yang tidak dihadiri shahābat yang lain dan menghafal apa yang tidak dihafal shahābat yang lain." (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 118)
Inilah alasan kenapa beliau menjadi istimewa dan bisa meriwayatkan banyak hadīts, bahkan menjadi shahābat yang paling banyak meriwayatkan hadīts (sekitar 5374 hadīts).
Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu pernah ditanya :
هَلْ خَضَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ: «نَعَمْ»
قَالَ أَبُو عِيسَى: " وَرَوَى أَبُو عَوَانَةَ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ، فَقَالَ: عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ "
"Apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya?" Beliau menjawab, "Iya."
Berkata Abū Īsā (At Tirmidzī):
Abū 'Awānah meriwayatkan hadīts ini dari Utsmān bin Abdillāh bin Mauhab, beliau mengatakan dari Ummi Salamah.
Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dan hadīts ini menunjukkan bahwa Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu termasuk shahābat yang berpendapat bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya.
Dan Imām At Tirmidzī mengisyaratkan ada riwayat lain yang mendukung hal ini, yaitu riwayat dari Ummu Salamah istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dan sebagian ulamā berpendapat dengan pendapat yang lain, ketika Imām At Tirmidzī mengatakan bahwa Abū 'Awānah meriwayatkan hadīts ini dari Utsmān bin Abdillāh bin Mauhab dan beliau mengatakan dari Ummu Salamah, maka Imām At Tirmidzī mengisyaratkan bahwa Ummu Salamah yang meriwayatkan hadīts Abū Hurairah tadi bukan Abū Hurairah.
Ini sebagian pendapat.
Di antara yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Utsmān bin Mauhab pernah masuk menemui Ummu Salamah, lalu beliau (Ummu Salamah) menunjukan salah satu rambut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam telah disemir. (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 5897)
Dari hadīts di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada sebagian shahābat yang berpendapat bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memang menyemir rambutnya, baik hadīts yang kita sebutkan tadi diriwayatkan oleh dari Abū Hurairah atau yang benar dari Ummu Salamah.
Pelajaran yang kita dapat ada shahābat yang menyatakan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam itu menyemir rambutnya.
Inilah pelajaran kita kali ini tentang hadīts di atas. Dan semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 27 Dzulhijjah 1440 H / 28 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 33 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Menyemir Rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN MENYEMIR RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Ada banyak nikmat yang perlu kita syukuri di antara nikmat-nikmat tersebut adalah nikmat menuntut ilmu.
Dan pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-33) in syā Allāh, kita melanjutkan pembahasan Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.
Hari ini kita akan melanjutkan pembahasan hadīts yang berkaitan tentang, "Apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambut atau kah tidak”.
Yang mana hal tersebut diperselisihkan para ulamā bahkan juga diperselisihkan oleh para syahādat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Di antara hadīts yang membahas hal ini adalah hadīts Jahdamah radhiyallāhu ta'āla 'anhā.
Tentang hadīts ini, Imām At Tirmidzī berkata,
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هَارُونَ قَالَ: أَنْبَأَنَا النَّضْرُ بْنُ زُرَارَةَ، عَنْ أَبِي جَنَابٍ، عَنْ إِيَادِ بْنِ لَقِيطٍ، عَنِ الْجَهْدَمَةِ، امْرَأَةِ بِشْرِ ابْنِ الْخَصَاصِيَّةِ، قَالَتْ: «أَنَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ يَنْفُضُ رَأْسَهُ وَقَدِ اغْتَسَلَ، وَبِرَأْسِهِ رَدْعٌ مِنْ حِنَّاءٍ» أَوْ قَالَ: «رَدْغٌ» شَكَّ فِي هَذَا الشَّيْخُ
Memberikan hadīts kepadaku Ibrāhīm ibnu Hārun, Ibrāhīm ibnu Hārun berkata: memberikan hadīts kepadaku An Nadhr ibnu Zurārah dari Abū Janāb dari Iyād bin Laqīth dari Al Jahdamah istri dari Bisyr bin Al Khashāshiyyah.
Al Jahdamah berkata:
"Aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam keluar dari rumahnya dengan mengusap air sisa mandi dari kepalanya. Saat itu ada sisa-sisa bahan semir di kepala Beliau.
Pada hadits tersebut ada kata رَدْعٌ dan رَدْغٌ kita artikan dengan sisa-sisa bahan semir di kepala Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).
Namun jika kita artikan secara detail, رَدْعٌ adalah semir dari bahan za’faran dan wars.
Apa itu za’faran dan wars?
Za’faran dan wars keduanya adalah jenis tumbuhan, yang bisa memberikan warna kuning, mungkin kalau di Indonesia seperti kunir dan sejenisnya, Wallāhu A’lam.
Adapun رَدْغٌ adalah sisa-sisa henna.
Apa itu henna ?
Henna adalah sejenis tumbuhan, bahasa ilmiyahnya adalah Lawsonia inermis atau bahasa kita adalah pacar kuku.
Dari dua definisi tersebut kita artikan bahwa Jahdamah melihat di atas kepala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ada bahan yang biasa dipakai oleh orang arab untuk mewarnai rambut mereka.
Hadīts ini dikatakan oleh Syaikh Albāniy sebagai hadīts yang dhaif (lemah) karena dua rawi yang bermasalah.
Yaitu:
⑴ Nadhr ibnu Zurārah, beliau dianggap mastur.
Mastur dalam istilah hadīts memiliki arti bahwa rawi tersebut (belum diketahui keadaannya secara pasti baik berkaitan dengan kekuatan hafalan atau kejujuran atau faktor lainnya.
⑵ Abū Janāb yang bernama Yahyā bin Abī Hayyah, beliau adalah mudallis.
Mudallis dalam ilmu hadīts adalah seorang yang suka menggunakan kata-kata yang terkadang mengecoh pendengar baik yang berkaitan dengan nama guru, nama tempat, bahkan terkadang seorang mudallis bisa menghilangkan guru aslinya dari sanad, karena guru tersebut lemah hafalannya, agar hadīts yang disampaikan tidak ditinggalkan oleh pendengarnya.
Ini salah satu ciri-ciri mudallis (ini dipelajari dalam musthalah hadīts, tidak bisa diterangkan di sini)
Dari dua sebab itulah, Syaikh Albāniy mendhaif-kan hadīts ini (ini terkait derajat hadītsnya).
Jika hadīts ini dianggap shahīh maka tidak mengharuskan bahwa Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya, karena kita ingat bahwa uban Beliau sangat sedikit sekali, hanya sekitar dua puluh helai saja, bahkan ada yang mengatakan kurang.
Sehingga Syaikh Abdurrazaq mengatakan yang maknanya, "Bisa jadi Beliau meletakan bahan semir seperti za’faran atau henna atau yang lainnya dalam rangka pengobatan atau pendinginan kepala atau semisalnya, bukan dalam rangka menyemir."
Kesimpulannya adalah:
"Hadīts ini dhaif dan andai saja hadīts ini shahīh masih mengandung kemungkinan-kemungkinan."
Itulah kesimpulan yang bisa kita ambil dari pembahasan hadīts tersebut.
Wallāhu Ta'āla A'lam.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 08 Shafar 1441 H / 07 Oktober 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 34 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Uban Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله
الحمد لله الذي جعل من يريده بخير فقيها في الدين
والصلاة والسلام على أشرف الخلق وسيد المرسلين
نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أما بعد
Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh karena telah memudahkan kita untuk belajar.
Semoga Allāh selalu menjaga nikmat ini hingga kita kembali kepadanya. Dan semoga Allāh berkenan memberikan ilmu yang bermanfaat dan semoga kita bisa mengamalkan ilmu-ilmu tersebut.
Pada kesempatan kali ini, kita akan menutup pembahasan tentang permasalahan, apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya ataukah tidak?
Dengan membaca hadīts terakhir dalam bab ini, yang mana Imām At Tirmidzī berkata :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: «رَأَيْتُ شَعْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخْضُوبًا»
Memberikan hadīts kepadaku Abdullāh bin Abdurrahmān, memberikan hadīts kepadaku Amr bin Āshim, memberikan hadīts kepadaku Hamād bin Salamah, memberikan hadīts kepadaku Humaid, dari Anas bin Mālik berkata:
رَأَيْتُ شَعْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخْضُوبًا
"Aku melihat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tersemir.”
قَالَ حَمَّادٌ: وَأَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ قَالَ: «رَأَيْتُ شَعْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ مَخْضُوبًا»
Berkata Hamād, memberikan kabar kepadaku Abdullāh bin Muhammad bin Aqīl.
Beliau berkata: "Aku melihat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang dimiliki oleh Anas bin Mālik tersemir”.
√ Terkait jalan hadīts pertama, maka Syaikh Al-Bāniy mengatakan bahwa sanadnya shahīh.
√ Terkait hadīts kedua beliau mengatakan bahwa sanadnya shahīh sampai Abdullāh bin Muhammad bin Aqīl.
Namun karena Abdullāh bin Muhammad bin Aqīl adalah seorang yang hadītsnya berderajat hasan, maka hadīts tersebut kesimpulan akhirnya adalah hasan.
Kedua hadīts ini seakan-akan bertentangan dengan hadīts yang telah lalu penyebutannya dalam sanad yang shahīh juga, bahkan diriwayatkan oleh Imām Muslim dari hadīts Anas bin Mālik Radhiyallāhu ‘anhu, bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak perlu untuk menyemir uban beliau, karena jumlahnya yang sangat sedikit hanya sekitar 20 helai saja.
Dan dengan adanya hadīts di ataspun, tetap belum bisa menghilangkan perbedaan pendapat dikalangan ulamā.
Imām Nawawi rahimahullāhu ta’alā, sebagaimana pernah kita sampaikan, beliau pernah mengatakan: "Bahwa beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) itu menyemir rambutnya sesekali"
Dan hal tersebut tersirat pada hadīts Ibnu Umar dalam shahīh Al Bukhāri dan Muslim.
Namun memang seringnya beliau tidak menyemir rambutnya.
Namun Syaik Abdurrazzaq bin Badr dalam syarahnya menyinggung hal ini, bahwa hadīts tersebut tidak mengharuskan sebuah kesimpulan, bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya, bisa jadi rambut-rambut tersebut berubah karena adanya unsur lain, baik berupa parfum atau faktor lainnya.
Kemudian Syaikh Abdurrazaq membawakan sebuah riwayat dalam Mustadrak Al Hākim dan riwayat ini juga dibawakan oleh Syaikh Al-Bāniy rahimahullāh setelah membawakan perkataan Imām Nawawi dalam Mukhtashar Syamail beliau. Yang mana inti dari riwayat Al Hākim dalam Mustadraknya tersebut adalah sebagai berikut,
"Dari Abdullāh bin Muhammad bin Aqīl (beliau adalah perawi hadīts di atas) beliau mengatakan, "Aku melihat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang ada di Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu tersemir".
Dalam riwayat ini beliau berkata,
Anas bin Mālik ketika itu tiba di kota Madīnah dan ketika itu gubernurnya adalah Umar bin Abdul Azīz.
Maka beliau mengutus utusan untuk bertanya kepada Anas bin Mālik, beliau berpesan kepada utusannya tersebut, "Tanyakan kepada Anas bin Mālik, “Apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya?"
Karena aku melihat salah satu rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah berubah warnanya, terang Umar bin Abdul Azīz kepada utusannya.
Setelah disampaikan pertanyaan tersebut kepada Anas bin Mālik, maka Anas bin Mālik berkata :
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang diberikan nikmat hitam pada rambutnya, seandainya aku hitung uban beliau yang berada di kepala dan di jenggot beliau, maka hitunganku tidak akan melebihi 11 helai, adapun rambut yang berubah warnanya tersebut, mungkin berubah karena parfum, yang biasa beliau kenakan". Jelas Anas bin Mālik Radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Setelah menjelaskan permasalahan pada hadīts ini, Syaikh Abdurrazaq Al Badr kembali menegaskan bahwa dalam permasalahan ini, yaitu apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya ataukah tidak, ada dua pendapat.
⑴ Pendapat pertama mengatakan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyemir rambutnya dan perubahan-perubahan yang ada pada beberapa rambut beliau dikarenakan parfum yang beliau kenakan.
⑵ Pendapat kedua menyatakan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya dan di antara yang berpendapat bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya adalah Ibnu Katsīr dalam Bidayah wa Nihayah.
Kemudian kita sebagai masyarakat umum (sebagai penuntut ilmu pemula) jika kita tidak bisa memahami hal ini dengan baik atau ilmu kita belum bisa sampai ke sana, maka yang terpenting bagi kita adalah kita tahu dalam permasalahan ini ada perbedaan pendapat dikalangan para ulamā bahkan dikalangan para shahābat.
Dan jangan sampai kita salam faham, terhadap pembahasan kita, yang mana pembahasan kita ini adalah apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya atau tidak? Bukan permasalahan apakah hukum menyemir rambut, bukan itu!
⇒ Karena kedua permasalahan tersebut berbeda.
Kemudian dari hadīts-hadīts serta perbedaan pendapat yang telah kita bahas, hal tesebut menunjukan bahwa para ulamā kita begitu semangat menjaga riwayat-riwayat yang ada dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Jika permasalahan rambut saja dijaga sampai seperti ini (ada beberapa riwayat/pendapat) apalagi permasalahan halal dan haram. Tentu lebih mereka jaga lagi.
Semoga kepercayaan kepada para ulamā Islām semakin meningkat dan semakin yakin bahwa mereka telah mencurahkan waktunya dalam rangka menjaga syar'iat Islām ini dan semoga kita juga bisa mengambil manfaat-manfaat dari ilmu-ilmu yang mereka ajarkan.
Wallāhu Ta'āla a’lam bishshawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
_________________________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 09 Shafar 1441 H / 08 Oktober 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 35 | Hadīts-Hadīts Yang Berkaitan Dengan Batu Celak Mata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADITS-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN BATU CELAK MATA RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WASSALAM
بسم الله
الحمد لله الذي جعل من يريده بخير فقيها في الدين
والصلاة والسلام على أشرف الخلق وسيد المرسلين
نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أما بعد
Sahabat BiAS, rahimaniy wa rahimakumullāhu. Alhamdulillāh, kita dipertemukan kembali oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam membahas kitāb Syamāil terkait bagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam kehidupannya.
Pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-35) kita akan membahas tentang sebuah bab (baru) yang berkaitan tentang apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mempergunakan celak mata atau tidak?
Jika Beliau memakainya, apakah manfaat yang diperoleh darinya?
Nah kita akan membaca hadīts-hadīts yang berkaitan dengan hal ini.
Imām At Tirmidzī berkata :
بَابُ مَا جَاءَ فِي كُحْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Bab tentang hadīts-hadīts yang berkaitan dengan batu celak mata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.”
Syaikh Abdurrazaq berkata tentang bab ini, yang maknanya adalah sebagaimana berikut:
Judul ini dibuat oleh penulis dalam rangka menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan batu celak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."
Yang mana, memakai celak mata ini termasuk dari petunjuk dan sunnah Beliau. Sunnah Beliau yang Beliau sampaikan, baik dengan ucapan maupun perbuatan secara langsung, sebagaimana akan datang penyebutan hadīts-hadītsnya pada bab ini.
Kuhl atau yang kita artikan batu celak merupakan sebuah batu yang sudah dikenal banyak kalangan. Ada yang berwarna hitam atau agak kemerahan. Kedua jenis tersebut dinamakan itsmid.
Jadi kuhl atau itsmid secara makna hampir sama (bisa dinamakan kuhl atau itsmid).
Kemudian Syaikh melanjutkan:
Batu itsmid ini mudah remuk dan bisa ditumbuk dengan sangat halus.. Kemudian itsmid tersebut dipakai di mata dengan menggunakan pencil mata atau semisalnya. Dan telah datang dorongan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk menggunakan celak mata ini.
Dan terkait fungsi dari itsmid atau celak ini, dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam kitāb beliau yang berjudul Zadul Ma’ad.
Di antara yang beliau sebutkan, adalah:
⑴ Bercelak menguatkan pandangan mata.
⑵ Bercelak juga menyehatkan mata.
⑶ Bisa menghilangkan kotoran mata.
⑷ Dan fungsi lainnya jika ditambahan bahan lain itsmid ini bisa memberikan fungsi yang lainnya.
(Bisa dilihat di dalam kitāb Zadul Ma’ad Juz 4/283).
Kemudian yang perlu diperhatikan, tidak boleh bagi laki-laki untuk menggunakan celak dalam rangka berhias, mereka hanya boleh menggunakan sampai batas tidak dikatakan berhias.
Dan misalkan dalam sebuah masyarakat belum terbiasa ada seorang laki-laki yang menggunakan celak atau masyarakat akan mengatakan, “Laki-laki kok pakai celak,” maka baiknya, sunnah ini hanya dilakukan ketika ia berada di rumah saja, agar tidak menimbulkan keributan dalam masyarakat.
Begitu juga, jika seorang anak dilarang oleh orang tuanya memakai celak itsmid ini, maka sebaiknya ia menuruti orang tuanya, karena hukum memakai celak adalah sunnah dan terkadang sunnah perlu ditunda pelaksanaannya jika menimbulkan permasalahan yang serius di masyarakat.
Dan hal ini bisa kita umpamakan dengan shalāt memakai sandal. Shalāt memakai sandal adalah sunnah, namun jika masyarakat belum bisa menerima hal ini, maka kita perlu mendakwahkannya terlebih dahulu, tidak serta merta langsung diamalkan tanpa menimbang-nimbang keadaan.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah ada keinginan untuk membangun Ka'bah sesuai pondasi Nabi Ibrāhīm alayhissallām, akan tetapi Beliau tunda, karena keadaan masyarakat ketika itu belum bisa menerima hal itu.
Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pernah bersabda :
"Wahai Āisyah, andai saja kaummu tidak baru meninggalkan kekufuran (maksudnya baru menjadi mualaf atau baru masuk Islām) tentu akan kurobohkan Ka'bah kemudian kubangun sesuai pondasi Nabi Ibrāhīm alayhissallām."
(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 1585 dan Muslim)
Dan Imām Nawawi ketika menerangkan hadīts tersebut dalam Shahīh Muslim,
Beliau berkata :
"Pada hadīts ini terdapat dalīl akan kaidah hukum, jika ada banyak maslahat yang bertentangan (harus dipilih salah satu) atau yang bertentangan adalah maslahat dan mafsadah (kerugian), dan tidak bisa digabungkan antara maslahat dan mafsadah (kerugian) maka didahulukan melakukan yang lebih penting.
Karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyampaikan bahwa merobohkan Ka'bah kemudian membangunnya kembali sebagaimana pondasi Nabi Ibrāhīm alayhissallām adalah sebuah kemaslahatan (kebaikan), akan tetapi belum bisa dilakukan karena terbentur dengan mafsadah (kerugian) yang besar.
Yaitu adanya kekhawatiran, masalah tersebut membuat ramai / fitnah orang-orang yang yang baru saja masuk Islām dan hal tersebut dikarenakan masyarakat ketika itu sangat mengagungkan Ka'bah sehingga jika diubah akan menjadi permaslahan besar menurut mereka, sehingga ditinggalkan terlebih dahulu oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."
Tutur Imam Nawawi rahimahullāhu ta’ālā.
Sehingga kita bisa menyimpulkan, jika memakai celak dianggap aneh/menyerupai wanita pada suatu komunitas hendaknya kita sebagai kaum muslimin bisa bijak dalam memakainya. Misalkan hanya dipakai ketika di rumah atau ketika tidur atau ketika masyarakat telah lapang dada menerimanya, agar tidak timbul keramaian di masyarakat.
Semoga bermanfaat
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 10 Shafar 1441 H / 09 Oktober 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 36 | Hadīts-Hadīts Yang Berkaitan Dengan Batu Celak Mata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADITS-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN BATU CELAK MATA RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WASSALAM
بسم الله
الحمد لله الذي جعل من يريده بخير فقيها في الدين والصلاة والسلام على أشرف الخلق وسيد المرسلين نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أما بعد
Sahabat BiAS, rahimaniy wa rahimakumullāhu. Alhamdulillāh, kita dipermudah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk bertemu kembali dalam membahas kitāb Syamāil terkait tentang biografi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-36) kita akan membahas hadīts nonprofits 49 sesuai dengan penomeran dalam kitāb Syarah Syamāil karya Syaikh Abdurrazaq Al Badr hāfidzullāh Ta'āla.
Imām At Tirmidzī berkata :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حُمَيْدٍ الرَّازِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اكْتَحِلُوا بِالْإِثْمِدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ»
Memberikan hadīts kepadaku Muhammad bin Humaid Ar Rāziy, memberikan hadīts kepadaku Abū Dāwūd Ath Thayālisi, dari 'Abbād bin Manshūr dari Ikrimah dari Ibnu Abbās bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
"Bercelaklah kalian dengan batu itsmid, karena itu bisa menguatkan pandangan dan menumbuhkan rambut."
Pada sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini ada beberapa faedah, diantaranya:
⑴ Ada perintah dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada para shahābatnya untuk memakai itsmid atau celak, dan perintah ini berlaku juga untuk kaum mukminin. Perintah ini dibawa kepada hukum sunnah atau mustahab.
⑵ Bercelak atau memakai itsmid memiliki beberapa manfaat, di antara yang disebutkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah:
√ Bisa menajamkan atau memperjelas pandangan mata.
√ Bisa menumbuhkan rambut.
Yang dimaksud rambut disini menurut Syaikh Abdurrazaq adalah rambut yang berada di tepi kelompak mata (bulu mata).
Kemudian Syaikh Abdurrazaq mengingatkan di antara nikmat yang harus kita ingat-ingat disini adalah nikmat Allāh yang telah memberikan bulu mata dan juga dijadikannya mata ini bisa berkedip.
Ini adalah nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang pantas untuk kita syukuri. Karena alangkah susahnya, orang yang tidak bisa berkedip.
Kemudian riwayat tentang lafazh perintah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan juga manfaat dari bercelak di atas, merupakan hadīts yang dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Syamāil.
Kemudian Imām At Tirmidzī berkata:
وَزَعَمَ «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ لَهُ مُكْحُلَةٌ يَكْتَحِلُ مِنْهَا كُلَّ لَيْلَةٍ ثَلَاثَةً فِي هَذِهِ، وَثَلَاثَةً فِي هَذِهِ»
Dan (Ibnu Abbas) menganggap bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki tempat celak yang Beliau bercelak darinya setiap malam tiga kali, di sini dan tiga kali di sini (maksudnya tiga kali di mata kanan dan tiga kali di mata kiri).”
Dari tambahan ini kita mendapatkan faedah bahwa :
⑴ Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki tempat yang dipakai untuk bercelak.
⑵ Setiap malam beliau memakai celak tiga kali di kanan dan tiga kali di kiri.
Namun kata Syaikh Albāniy rahimahullāh tambahan ini dhaif jiddan (sangat lemah) sehingga kita tidak bisa mengatakan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki tempat celak, dan tidak bisa kita mengatakan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam setiap malam bercelak, tiga kali di kanan dan tiga kali di kiri.
Kita tidak bisa menyatakan hal tersebut, akan tetapi, di sana ada cara bercelak yang disebutkan oleh Syaikh Abdurrazaq dan in syā Allāh kita sampaikan pada pertemuan berikutnya, bersamaan dengan membaca hadīts nomor 50 (in syā Allāh).
Semoga pembahasan yang ringkas ini bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 07 Rabi'ul Awwal 1441 H / 04 November 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 37 | Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam Bercelak Sebelum Tidur
〰〰〰〰〰〰〰
RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM BERCELAK SEBELUM TIDUR
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulillāh, puji syukur atas nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang Allāh limpahkan kepada kita semua, sehingga pada hari ini kita bisa melanjutkan pembahasan kitāb Asy-Syamāil Al Muhammadiyah hingga pada pertemuan yang ke-37.
Dan alhamdulillāh, kita sudah sampai pada hadīts nomor 50, sebagaimana penomoran pada kitāb Syarah kitab Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Syaikh Abdurrazaq Al Badr.
Dalam hadīts ke-50 ini, Imām At Tirmidzī rahimahullāh membawakan hadīts dari shahābat Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā.
Beliau mengatakan:
كَانَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَكْتَحِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ بِالإِثْمِدِ، ثَلاثًا فِي كُلِّ عَيْنٍ،
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam biasa bercelak sebelum beliau beranjak tidur dengan itsmid 3 kali pada setiap mata."
Dan dalam riwayat lain,
إِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، كَانَتْ لَهُ مُكْحُلَةٌ يَكْتَحِلُ مِنْهَا عِنْدَ النَّوْمِ، ثَلاثًا فِي كُلِّ عَيْنٍ.
"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dahulu memiliki tempat atau wadah celak, beliau biasa menggunakannya untuk bercelak sebelum tidur 3 kali untuk masing-masing mata."
Dari hadīts ini kita mengambil beberapa pelajaran atau informasi, yaitu:
⑴ Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki wadah untuk bercelak.
⑵ Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam bercelak dengan itsmid sebelum tidur.
⑶ Cara beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam menggunakan celak (itsmid) adalah 3 kali untuk mata kanan dan 3 kali untuk mata kiri.
Inilah 3 pelajaran atau informasi yang kita dapatkan dari hadīts ini, akan tetapi hadīts yang berisi tentang 3 informasi ini statusnya sangat lemah (dhaifun jiddan) sebagaimana hukum yang diberikan oleh Syaikh Al-Bāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Syamāil.
Dan Syaikh Abdurrazaq rahimahullāh menjelaskan dari mana sisi kelamahan hadīts ini, kelemahan hadīts ini adalah dari seorang rawi yang bernama 'Abbād bin Manshūr
Beliau adalah seorang rawi yang berstatus shalub dituduh berpaham qadariyyah dan melakukan tadlis. Tadlis (bahasa gampangnya) adalah menyembunyikan sesuatu dalam hadītsnya.
Dari Abbād bin Manshūr ini masalah hadīts timbul, dimana karena beliau terkadang menyembunyikan sesuatu dalam hadītsnya, ternyata dalam hadīts ini beliau menyembunyikan dua rawi yang beliau ambil hadītsnya dan beliau langsung meriwayatkan dari gurunya 2 orang rawi ini.
Jadi setelah kita teliti ternyata seharusnya Abbād bin Manshūr ini meriwayatkan dari Ibnu Abī Yahyā dari Dāwūd bin Husain baru dari Ikrimah, akan tetapi dalam hadīts ini beliau langsung mengatakan عن عكرمة tanpa menyebutkan Ibnu Abī Yahyā dan Dāwūd bin Husain.
Padahal 2 rawi ini bermasalah sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Abdurrazaq setelah beliau menelitinya.
√ Rawi yang bernama Ibnu Abī Yahyā berstatus matruqul hadīts (hadītsnya ditinggalkan).
√ Rawi yang bernama Dāwūd bin Husain adalah seorang rawi yang berstatus lemah pada gurunya bernama Ikrimah, padahal hadīts ini dari Ikrimah.
Kesimpulannya:
Tiga informasi dari hadīts ini, belum bisa kita sandarkan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam karena 3 rawi tadi (Abbād bin Manshūr, Ibnu Abī Yahyā dan Dāwūd bin Husain)
⇒ Adapun apabila ada hadīts lain yang mendukungnya baru bisa berubah status hadītsnya.
Adapun terkait hukum memakai celak atau melakukan celak sebelum tidur atau bercelak 3 kali di mata kanan dan kiri, maka itu tidak masalah.
√ Boleh-boleh saja seorang memiliki tempat celak.
√ Boleh saja seorang bercelak sebelum tidur.
√ Boleh saja seorang bercelak 3 kali untuk mata kanan dan 3 kali untuk mata kiri.
Bahkan Syaikh Abdurrazaq dalam kitābnya menyampaikan kepada kita 2 cara bercelak agar berjumlah ganjil karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyukai sesuatu yang berjumlah ganjil.
Bahkan di dalam kitāb Al Mughi, Ibnu Khudamah mengatakan:
ويستحب أن يكتحل وترا
"Disunnah seseorang bercelak dengan jumlah ganjil.”
Syaikh Abdurrazaq memberikan 2 cara,
⑴ Bercelak sebagaimana dalam hadīts ini, 3 kali untuk mata kanan, 3 kali untuk mata kiri.
Dan menurut imam An-Nawawi rahimahullāh dalam kitāb Al Majmu beliau, cara inilah yang dianjurkan.
⑵ Bercelak mulai dari mata kanan, kemudian beralih ke mata kiri, kemudian yang ketiga kembali ke mata kanan kemudian yang keempat kembali ke mata kiri dan kelima ditutup dengan mata kanan, sehingga jumlahnya kalau kita memakai cara yang kedua ini 3 kali untuk mata kanan dan 2 kali untuk mata kiri.
Jika jumlahnya kita tambahkan maka kita akan mendapatkan jumlah ganjil yaitu 5 (lima), begitu yang dipaparkan oleh Syaikh Abdurrazaq dalam syarah hadīts ini dan ada riwayat yang shahīh yang dishahīhkan oleh Syaikh Al-Bāniy rahimahullāh dalam silsilah Al ahadīts as shahīhah dengan nomor 633 terkait syarah kedua ini.
Di sana dikatakan:
كان يكتحل في عينه اليمنى ثلاث مرات ، واليسرى مرتين
"Adalah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam biasa bercelak untuk mata kanannya 3 kali dan untuk mata kirinya 2 kali.”
Inilah pembahasan hadīts kita, semoga jelas dan bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 08 Rabi'ul Awwal 1441 H / 05 November 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 38 | Anjuran Bercelak Sebelum Tidur
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-38
〰〰〰〰〰〰〰
ANJURAN BERCELAK SEBELUM TIDUR
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selaly dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulillāh, puji syukur kita panjatkan atas nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang telah Allāh sampaikan kepada kita semua. Yang dengannya kita masih bisa menghirup udara, kita masih bisa memperbanyak amal ibadah untuk mengapai surga dan kita masih bisa berusaha untuk menjauhi larangan-larangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar kita bisa jauh dari neraka.
Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Pada pertemuan kita kali ini (pertemuan ke-38) kita akan melanjutkan kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh.
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas hadīts ke-51, 52 dan 53 menurut penomoran dalam Syarah Syaikh Abdurrazaq Al Badr hāfidzahullāh.
• Hadīts 51
Kita masuk pada hadīts ke-51, dimana Imām At Tirmidzī rahimahullāh membawakan hadīts ini lengkap dengan sanadnya hingga shahābat Jābir bin Abdillāh radhiyallāhu ta'āla 'anhumā.
Dimana beliau mengatakan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالإِثْمِدِ عِنْدَ النَّوْمِ، فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ
"Pakailah itsmid ketika hendak tidur, karena hal tersebut akan menajamkan pandangan dan menumbuhkan rambut.” (Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh di dalam kitāb Al Mukhtashar Asy Syamāil).
Pelajar hadīts ini adalah:
√ Kita dianjurkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menggunakan celak dari itsmid ketika hendak tidur.
Dan harus dipahami bahwasanya ketika dikatakan "dianjurkan" maka hukumnya tidaklah wajib.
√ Kita dianjurkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts ini untuk menggunakan celak dari itsmid.
⇒ Itsmid adalah sebuah bahan untuk bercelak.
(Jika kita pergi ke Arab Saudi misalkan saat umrah atau berhaji kita bisa membelinya di toko-toko sekitar masjid Nabawi atau masjidil haram, akan tetapi perlu dipastikan. bahwasanya itsmid yang kita beli adalah itsmid yang asli yang benar-benar terbukti dan penjualnya amanah, karena kata Syaikh Abdurrazaq telah banyak beredar itsmid-itsmid palsu yang dicampur dari bahan-bahan yang lainnya sehingga tidak memberikan manfaat yang disampaikan dalam hadīts-hadīts ini).
Dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengajurkan kita untuk menggunakan celak dari itsmid ketika hendak tidur dan bercelak dengan itsmid ini akan menguatkan pandangan mata dan menumbuhkan bulu mata.
• Hadīts 52
Imām At Tirmidzī membawakan hadīts ini lengkap dengan sanadnya hingga shahābat Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, dimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ خَيْرَ أَكْحَالِكُمُ الإِثْمِدُ، يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ
"Celak mata terbaik kalian adalah yang berbahan itsmid, ia dapat menajamkan pandangan mata dan menumbuhkan rambut di mata.” (Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh di dalam kitāb Al Mukhtashar Asy Syamāil).
Pelajar hadīts ini adalah:
√ Itsmid merupakan bahan celak yang paling bagus yang paling baik karena bisa menajamkan mata dan menumbuhkan rambut mata.
• Hadīts 53
Imām At Tirmidzī membawakan hadīts ini lengkap dengan sanadnya hingga shahābat Ibnu 'Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالإِثْمِدِ، فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ.
"Pakailah itsmid, karena itsmid dapat menajamkan pandangan dan menumbuhkan rambut.” (Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh di dalam kitāb Al Mukhtashar Asy Syamāil)
Pelajar hadīts ini adalah:
√ Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menganjurkan untuk menggunakan itsmid sebagai bahan celak mata kita. Karena itsmid bisa menajamkan mata dan menumbuhkan rambut mata.
Jika kita simpulkan hadīts di atas, hadīts yang hampir sama lafazhnya, hampir sama maknanya, minimal kita bisa mengambil 4 pelajaran.
⑴ Ada anjuran dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada kita semua untuk. menggunakan itsmid sebagai celak mata.
⑵ Dianjurkan menggunakan celak dari itsmid ketika hendak tidur.
⑶ Di antara fungsi itsmid adalah menajamkan pandangan mata.
⑷ Di antara fungsi itsmid adalah menumbuhkan rambut mata, rambut yang ada di sekitar kelopak mata.
Inilah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari 3 hadīts diatas, semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 09 Rabi'ul Awwal 1441 H / 06 November 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 39 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Pakaian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam Bercelak Sebelum Tidur
〰〰〰〰〰〰〰
HADITS YANG BERKAITAN DENGAN PAKAIAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM
بسم الله
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulillāh, puji syukur atas nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang Allāh limpahkan kepada kita semua, sehingga pada kesempatan hari ini kita masih bisa menghirup udara, kita masih bisa beramal untuk lebih mendekat kepada surga dan kita masih bisa menjauhi larangan-larangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla guna menjauh dari neraka.
Maka segala puji bagi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kemudian shalawat dan salam semoga selalu tercurah dan terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam beserta keluarga, shahābat dan orang-orang yang mengikuti Beliau dengan baik hingga akhir zaman nanti.
Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Pada kesempatan kali ini kita akan masuk kepada bab baru dari kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh.
Pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-39) kita masuk pada bab ke-8 dengan judul:
باب ما جاء في لباس رسول الله
(Bābu māja a fī libāsi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam).
Bab tentang riwayat-riwayat yang datang berkaitan dengan pakaian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Ketika memberikan pendahuluan tentang bab ini, Syaikh Abdurrazaq mengatakan:
هذه التتّرجمة ليبيّن ما يتعلق بلباس النبيّ ﷺ من حيث صفته، و أنواعه وألواه، ونحو ذلك مما يتعلّق به
Judul ini dimaksudkan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pakaian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, baik berkaitan dengan sifatnya ataupun macamnya atau warnanya atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan pakaian Beliau.
وينبغي أن يغلم أنّ الأصل في اللِّباس الإباحة، فإنّ لإنسان أن يلبس ماشاء من الثّياب متجنْبًا ما جاءالنْهي عنه في الشْريعة و لهذا صحّ عن نبيِّنا أنَّه قال:
Dan sangat pantas untuk diketahui bahwasanya hukum asal berpakaian adalah boleh (mubah), tiap orang boleh memakai pakaian yang ia inginkan, tentu dengan menjauhi larangan-larangan yang datang dalam syar'iat.
Oleh karena itu telah shahīh dari Nabi kita bahwasanya beliau bersabda:
كُلْوا , وَاشْرَبْ, وَالْبَسْ, وَتَصَدَّقْ فِي غَيْرِ سَرَفٍ, وَلَا مَخِيلَةٍ
“Makan dan minumlah, berpakaianlah, juga bersedekahlah tanpa boros dan bersikap sombong.” (Hadīts riwayat Abū Dāwūd, An Nassā'i 5/79, Ibnu Mājah 3605, Ahmad, dan dikeluarkan oleh Al Bukhāri secara mu’allaq)
Dan datang juga riwayat dari shahābat Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, bahwasanya Beliau mengatakan:
كل ما شئت، والبس ما شئت، ما أخطأتك اثنتان: سرف آو مخيلة
"Makanlah apa yang engkau inginkan, pakailah pakaian apa yang engkau inginkan, selama dua hal bisa terhindari yaitu sifat berlebih-lebihan (boros) dan kesombongan."
Syaikh menjelaskan makna hadīts yang ia bawakan:
أي البس ما شئت من الثِّياب، لكن احذر من الإسراف واحذر أيضًا من المخيلة و هي الخلاء
Silakan pakai pakaian yang engkau inginkan, tetapi hindarilah dari sifat berlebih-lebihan dan hindari juga dari makhīlah, yaitu kesombongan.
Apa itu makhīlah?
Syaikh mengatakan: و هي الخلاء, jika kita artikan dalam bahasa Indonesaia bisa kita artikan dengan kata kesombongan.
وجاءت السّنّة بذكر بعض المحاذير فيما يتعلّق باللبلس أمر النّبيّ ﷺ باجتنابها منها
Dan telah datang dalam sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutan tentang beberapa hal yang dilarang berkaitan dengan pakaian. Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan kita untuk menjauhinya.
Dan larangan-larangan yang disebutkan oleh Syaikh, in syā Allāh kita bahas pada pertemuan selanjutnya.
Pada intinya pembahasan kita kali ini, hukum asal dari pakaian adalah boleh. Kita boleh memakai pakaian apapun asalkan tidak ada larangan-larangan yang kita langgar. Tidak ada larangan-larangan syar'iat yang kita terjang.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 05 Rabi’ul Akhir 1441 H / 02 Desember 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 40 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Pakaian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADITS YANG BERKAITAN DENGAN PAKAIAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulillāh, kita panjatkan puji syukur kita atas nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang telah terlimpahkan kepada kita semua, sehingga pada kesempatan hari ini kita bisa melanjutkan pembahasan Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh.
Pada kesempatan kali ini, kita akan melanjutkan pembacaan syarah (penjelasan) dari Syaikh Abdurrazaq Al Badr hafīzhahullāh berkaitan dengan pendahuluan dari bab tentang pakaian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dan kita sudah sampai pada hal-hal yang dilarang oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terkait pakaian kita.
Syaikh Abdurrazaq akan berusaha menyebutkan beberapa poin di antara hal yang dilarang di dalam berpakaian.
Dan apa yang disebutkan Syaikh di sini bukan merupakan pembatasan, di sana masih ada yang lainnya.
Beliau mengatakan :
وجاءت السّنّة بذكر بعض المحاذير فيما يتعلّق باللبلس أمر النّبيّ ﷺ باجتنابها منها:
Dan telah datang penyebutan dalam sunnah Nabi shallallāhu alayhi wa sallam, hal-hal yang berkaitan dengan larangan-larangan yang terkait dengan pakaian, Nabi shallallāhu alayhi wa sallam memerintahkan untuk menjauhi hal-hal tersebut.
Di antaranya adalah:
⑴ Isbāl
الإسبال: و هو أن ينزل ثوب الرّجل أسفل من كعبيه, ، فقد جاء في هذا و عيد في أحاديث كثيرة. ولهذا عدّه جماعةمن أهل العلم في الكبائر، ومما جاء فيه من الوعيد ما ثبت في صحيح مسلم.
Isbāl adalah pakaian seseorang lebih rendah daripada kedua mata kakinya. Dan telah datang ancaman terkait dengan isbāl ini dalam banyak hadīts.
Oleh karena itu sebagian ahli ilmu, menjadikan isbāl ini dalam dosa-dosa besar. Dan di antara ancaman yang shahīh adalah ancaman yang terdapat di dalam Shahīh Muslim.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ : "الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ"
"Ada tiga golongan yang dia tidak akan diajak berbicara pada hari kiamat nanti, Allāh tidak akan melihat kepadanya dan tidak akan mensucikannya, bagi mereka adzab yang pedih; orang yang isbāl, orang yang mengadu domba dan orang yang menawarkan barang jualannya dengan sumpah palsu.”
وفي الباب أحاديث كثيرة فيها التّحذير من الإسبال و بيان خطورته
Dan banyak hadīts yang membahas tentang peringatan-peringatan dan bahaya isbāl ini.
⑵ Larangan memakai pakaian Sutra dan pakaian Syuhrah untuk laki-laki.
وقد نهىﷺ الرّجال عن لبس الحرير ، و عن اتّخاذ لباس الشّهرة
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang laki-laki memakai pakaian sutra dan memakai pakaian Syuhrah (الشّهرة).
Apakah pakaian Syuhrah (الشّهرة)?
و هو أن يلبس الإنسان لباسا يتميزبه بين أهل بلده, ولهذا كان الأصل للإنسان, أن يلبس مثل لباس أهل بلده, مما ليس فيه مخالفة شر عية، أمّا إذا وجدت المخالفة، فإنه يجتنبها
Pakaian syuhrah adalah seseorang memakai pakaian yang berbeda dengan masyarakat setempat, sehingga dia menjadi istimewa dengan pakaian tersebut.
Hukum asal bagi seseorang adalah berpakaian sebagaimana pakaian yang digunakan oleh penduduk setempat, selama pakaian tersebut tidak terdapat pelanggaran syari'at di dalamnya.
Adapun jika pakaian suatu daerah itu ada penyelisihan syar'iat maka hendaknya seseorang meninggalkannya.
⑶ Larang meniru suatu kaum (tasyabbuh)
و مما جاءبه الّنهى في أمر اللّباس قوله ﷺ
Dan di antara larangan yang datang berkaitan dengan pakaian adalah sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka."
فالأ لبسة الّتي يختصّ بها الكفار ويعرفون بها لا يحل للمسلمأن يلبسها
Maka tidak halal bagi seorang muslim untuk memakai pakaian-pakaian khusus yang dimiliki oleh orang-orang kāfir (non muslim).
(Hadīts riwayat Ahmad 2: 50 dan Abū Dāwūd nomor 4031, Syaikh Albāniy mengatakan bahwa hadīts ini shahīh sebagaimana dalam Irwa’ul Ghalil nomor 1269)
Inilah beberapa larangan yang disebutkan oleh Syaikh Abdurrazaq dalam pendahuluannya sebelum membahas hadīts-hadīts yang berkaitan dengan pakaian Nabi shallallāhu 'alayhissallām wa sallam.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 06 Rabi’ul Akhir 1441 H / 03 Desember 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 41 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Pakaian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADITS YANG BERKAITAN DENGAN PAKAIAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulillāh, kita panjatkan puji syukur kita atas nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang telah terlimpahkan kepada kita semua, sehingga pada kesempatan hari ini kita bisa melanjutkan pembahasan Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-41) kita akan membaca hadīts nomor 54, sesuai penomoran dalam penjelasan (syarah) Syaikh Abdurrazaq Al Badr.
Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam hadīts ini mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حُمَيْدٍ الرَّازِيُّ، حَدَّثَنَا وَالْفَضْلُ بْنُ مُوسَىو أَبُو تُمَيْلَةَ، وَزَيْدُ بْنُ حُبَابٍ،عَنْ عَبْدِ الْمُؤْمِنِ بْنِ خَالِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ،
Muhammad bin Humaid Ar Rāziy mengambil hadīts dari 3 gurunya (yaitu) Al Fadhlu bin Mūsā, Abū Tumailata dan Zaid bin Hubāb, mereka (Al Fadhlu bin Mūsā, Abū Tumailata dan Zaid bin Hubāb) mengambil hadīts dari Abdil Mukmin bin Khālid, kemudian dari Abdullāh bin Buraidah, dan Abdullāh bin Buraidah dari Ummu Salamah radhiyallāhu 'anhā.
قَالَتْ كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْقَمِيصُ
Ummu Salamah berkata: "Baju yang paling dicintai oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah qamīsh."
Hadīts ini di shahīhkan oleh Syaikh Al-Bāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Syamāil nomor 46.
Berkaitan dengan hal ini, Syaikh Abdurrazaq menjelaskan bahwasanya baju yang paling dicintai oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah qamīsh.
القميص هو الثّوب المعروف، الذي له كمان تدخل فيها اليدان، و له جيب يدخل فيه العنق، و قد قبل في سبب حبّ النبي ﷺ للقميص: لأنّه سهل في لبسه، سهل في خلعه، مريح في التّحرّك به، بخلاف بعض الألبسة الّتي تحتاج عند التّحرّك فيها إلى تعاهد مثل الإزار
Menurut syaikh qamīsh adalah: "Baju yang sudah dikenal yang memiliki dua lengan dan kerah"
Dan disebutkan bahwasanya sebab kecintaan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada qamīsh ini karena:
⑴ Mudah untuk dipakai (سهل في لبسه)
⑵ Mudah untuk dilepas (سهل في خلعه)
⑶ Nyaman untuk dipakai beraktifitas ( مريح في التّحرّك به)
⑷ Berbeda dengan jenis pakaian lain ketika kita menggunakannya (beraktifitas dengannya) selalu perlu diperbaiki seperti sarung (misalnya / مثل الإزار).
⇛Ini lah penjelasan dari Syaikh Abdurrazaq terkait masalah qamīsh ini.
Kemudian Imām At Tirmidzī rahimahullāh membawakan hadīts nomor 55 dan 56 dengan matan (isi) hadīts yang sama.
Hadīts nomor 55:
كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْقَمِيصُ
"Baju yang paling dicintai oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah qamīsh.”
Hadīts nomor 56:
كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَلْبَسُهُ، الْقَمِيصُ
"Baju yang paling dicintai oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk beliau kenakan adalah qamīsh.”
Kenapa Imām At Tirmidzī membawakan hadīts nomor 55 dan 56 ?
Karena apabila dirujuk kepada para ulamā hadīts, ternyata ada permasalahan di dalam sanadnya. Apakah Abdullāh bin Buraidah langsung meriwayatkan dari Ummu Salamah (isteri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam) ataukah Abdullāh bin Buraidah ini ada perantara (antara beliau dengan Ummu Salamah)?
Imām At Tirmidzī disini mengatakan, yang benar antara Abdullāh bin Buraidah dan Ummu Salamah ada perantara yaitu ibunya (Ibu dari Abdullāh bin Buraidah).
⇛Jadi, Abdullāh bin Buraidah meriwayatkan dari ibunya dan ibunya dari Ummu salamah radhiyallāhu 'anhā.
Itu yang ingin disampaikan oleh Imām At Tirmidzi dalam hadīts 55 dan 56, adapun secara matan (isi) hadīts hampir sama dengan pembahasan hadīts nomor 54.
Inilah pembahasan kita pada kesempatan kali ini.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 07 Rabi’ul Akhir 1441 H / 04 Desember 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 42 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Pakaian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADITS YANG BERKAITAN DENGAN PAKAIAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulillāh, kita masih diberikan kesempatan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla untuk melanjutkan pembacaan Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-42) in syā Allāh kita akan membaca hadīts nomor 57.
Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam hadīts ini mengatakan:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَجَّاجِ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ بُدَيْلٍ يَعْنِي ابْنَ مَيْسَرَةَ الْعُقَيْلِيَّ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ، قَالَتْ:
Telah memberikan hadīts kepadaku Abdullāh bin Muhammad bin Al Hajāj, beliau mengatakan: telah memberikan hadīts kepadaku Mu'ādz bin Hisyām, beliau mengatakan: telah memberikan hadīts kepadaku ayahku, dari Budail bin Maysarah Al 'Uqailī dari Syahr bin Hausyab dari Asmā bintu Yazīd beliau mengatakan:
كَانَ كُمُّ قَمِيصِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى الرُّسْغِ.
"Dahulu lengan baju Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sampai pergelangan tangan (الرُّسْغِ)."
Bagaimana kedudukan hadīts ini?
⇛Hadīts ini dinyatakan lemah oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Syamāil nomor 47, akan tetapi Syaikh Abdurrazaq berusaha untuk menguatkan hadīts dan membawa hadīts ini kepada kemungkinan bahwa memang lengan baju Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam panjangnya hingga pergelangan tangan (Itu kesimpulannya).
Jika ada seorang menggunakan lengan baju kurang dari pergelangan tangan, apakah diperbolehkan ?
⇛Tentu kita jawab, sangat boleh sekali.
Apakah jika lebih dari pergelangan tangan diharamkan (tidak diperbolehkan) ?
⇛Maka kita jawab, hal tersebut tidak mengapa.
Tidak mengapa kita menggunakan lengan baju sampai ditengah-tengah telapak tangan (misalnya), asalkan tidak berlebihan dan masyarakat setempat tidak memandang hal yang aneh dari baju kita.
Kesimpulannya:
√ Boleh menggunakan lengan baju, sampai pergelangan tangan, sebelum pergelangan tangan atau sampai pergelangan tangan (diperbolehkan).
Pelajaran yang kita ambil dari hadīts ini adalah berkenaan dengan sifat baju Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
√ Ketika di padang Masyhar nanti, kita akan melihat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menggunakan lengan baju hingga pergelangan tangan.
√ Ketika misalkan, kita bermimpi bertemu dengan sosok yang mengaku Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kita bisa praktekan ilmu-ilmu yang ada di dalam kitāb Asy Syamāil ini.
Itu yang bisa saya sampaikan pada pertemuan kali ini.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 05 Jumada Al-Ula 1441 H / 31 Desember 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 43 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Pakaian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Lanjutan)
〰〰〰
HADITS YANG BERKAITAN DENGAN PAKAIAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM (LANJUTAN)
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulillāh, kita masih bisa melanjutkan pembahasan Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-43) in syā Allāh kita akan melanjutkan pembacaan hadīts-hadīts yang berkaitan dengan pakaian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Pada hadīts ini, Imām At Tirmidzī rahimahullāh mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو عَمَّارٍ الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُشَيْرٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَهْطٍ مِنْ مُزَيْنَةَ لِنُبَايِعَهُ، وَإِنَّ قَمِيصَهُ لَمُطْلَقٌ، أَوْ قَالَ: زِرُّ قَمِيصِهِ مُطْلَقٌ قَالَ: فَأَدْخَلْتُ يَدِي فِي جَيْبِ قَمِيصِهِ، فَمَسَسْتُ الْخَاتَمَ.
Imām At Tirmidzī rahimahullāh mengatakan; Telah memberikan hadīts kepada-ku Abū Ammār yang bernama Husain ibnu Huraits,, beliau mengatakan: Telah memberikan hadīts kepadaku Abū Nu'aim, Abū Nu'aim mengatakan: Telah memberikan kepadaku Zuhair, Zuhair mengatakan: Dari 'Urwah bin Abdillāh bin Qusyair dari Mu'āwiyyah bin Qurrah dari ayahnya (Qurrah Radhiyallāhu 'anhu).
Qurrah mengatakan: "Aku pernah mendatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan sekelompok orang dari Muzainah (nama sebuah kabilah) untuk memba'iat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan ternyata kancing kemeja Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam terbuka atau tidak dikancingkan, kemudian aku masukan tanganku kelengan baju (krah) baju Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian aku menyentuh (meraba) khātam (tanda kenabian) beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam". (Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albaniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Syamāil nomor 48)
⇒ Rahtin (رَهْطٍ) biasanya berjumlah 3 sampai 10 orang, jika kita menemukan kata: رَهْطٍ di dalam hadīts-hadīts atau perkataan ulamā maka kemungkinan maksudnya adalah sekelompok orang yang berjumlah 3 sampai 10 orang.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari hadīts ini adalah :
Bahwasanya saat itu kancing baju bagian atas Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam terbuka (tidak dikancingkan).
Sebagian orang berpendapat bahwasanya melepas kancing baju bagian atas adalah mencocoki Sunnah akan tetapi kata Syaikh Abdurrazaq hafīzhahullāh ta'āla, beliau memberikan kritikan pada hal ini.
Dalam hadīts ini tidak ada isyarat bahwasanya termasuk dari Sunnah melepas kancing baju bagian atas.
Kenapa seperti itu?
Perhatikan perkataan Syaikh Abdurrazaq dalam syarah Asy Syamāil, beliau mengatakan:
Hukum asalnya adalah kita menutup (mengancingkan) kancing baju bagian atas, jika di sana ada keperluan untuk membuka kancing baju maka silahkan dibuka.
Kemudian sebagian orang mengatakan bahwa membuka kancing baju atas adalah Sunnah. Beliau katakan bahwasanya hal ini tidak ada dalīl yang jelas atas hal tersebut.
Dan hadīts ini tidak menunjukkan sama sekali akan hal tersebut baik dari dekat maupun jauh, karena kita tidak tahu apakah Beliau membuka kancing baju tersebut dalam rangka beribadah atau dalam rangka mensunnahkan atau Beliau membukanya karena ada alasan tertentu, seperti udara yang sangat panas atau Beliau sedang menderita panas dalam (misalnya) atau alasan yang lainnya.
Dan yang kuat dalam prasangka kami bahwa Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) melakukan hal tersebut bukan dalam rangka beribadah atau mensunnahkan.
Karena (kata beliau rahimahullāh) seandainya ini adalah Sunnah, tentu tidak perlu ada kancing baju karena tidak ada fungsinya, lalu kenapa harus diberi kancing baju?
Beliau di sini mengatakan tentu tidak perlu ada kancing baju sekalian karena tidak ada fungsinya jika memang tidak harus dikancingkan.
Kesimpulannya adalah :
Salah satu ciri pakaian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di sini adalah kancing baju atasnya tidak dikancingkan, akan tetapi sekali lagi sebagaimana pernyataan Syaikh Abdurrazaq hafīzhahullāh bahwa hal ini bukan Sunnah dan hukum asalnya adalah dikancingkan kecuali ada keperluan silahkan di buka.
Akan tetapi ini kembali kepada 'urf (kebiasaan) masyarakat karena ini permasalahan pakaian.
√ Apakah kebiasaan masyarakat ketika memakai baju seperti ini dikancingkan atau tidak?
√ Apakah kebiasaan masyarakat memakai baju seperti itu dikancingkan atau tidak ?
Ikuti kebiasaan masyarakat setempat agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak baik, karena pada kaidah awal (pernah kita sampaikan) bahwa poin dari Syaikh Abdurrazaq dalam berpakaian kita mengikuti bagaimana masyarakat di sekitar kita. Jangan menampilkan sesuatu yang berbeda sehingga menimbulkan berbagai permasalahan.
Semoga pembahasan ini bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 06 Jumada Al-Ula 1441 H / 01 Januari 2020 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 44 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Pakaian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Lanjutan)
〰〰
HADITS YANG BERKAITAN DENGAN PAKAIAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WASALLAM (LANJUTAN)
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulillāh, kita panjatkan puji syukur kita atas nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang terlimpahkan kepada kita semua yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk melanjutkan pembahasan Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh.
Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-44) dan in syā Allāh kita akan membaca hadīts nomor 59.
Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam hadīts ini mengatakan:
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ الشَّهِيدِ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ وَهُوَ يَتَّكِئُ عَلَى أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَلَيْهِ ثَوْبٌ قِطْرِيٌّ، قَدْ تَوَشَّحَ بِهِ، فَصَلَّى بِهِمْ
Tekah memberikan hadīts kepada-ku Abdubnu Humaid, beliau mengatakan: Telah memberikan hadīts kepada-ku Muhammad bin Fadhl, beliau mengatakan: Telah memberikan hadīts kepadaku Hammād bin Salamah dari Habīb bin Asy Syahid dari Al Hasan dari Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu ( ada 6 nama perawi di sini).
Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu berkata, "Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah keluar dan Beliau bersandar kepada Usāmah bin Zaid, ketika itu Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memakai baju: قِطْرِيٌّ , dan Beliau ketika itu sudah dipapah (tidak bisa berjalan sendiri), akhirnya Beliau shalāt dengan mereka".
Imām At Tirmidzī di sini, beliau membawa cerita :
وَقَالَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ: قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ: سَأَلَنِي يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَوَّلَ مَا جَلَسَ إِلَيَّ ، فَقُلْتُ : حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ ، فَقَالَ : لَوْ كَانَ مِنْ كِتَابِكَ ، فَقُمْتُ لِأُخْرِجَ كِتَابِي فَقَبَضَ عَلَى ثَوْبِي ثُمَّ قَالَ : أَمْلِهِ عَلَيَّ ؛ فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ لَا أَلْقَاكَ ، قَالَ : فَأَمْلَيْتُهُ عَلَيْهِ ، ثُمَّ أَخْرَجْتُ كِتَابِي فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ
Abd bin Humaid mengatakan: Muhammad bin Fadhl mengatakan, "Suatu ketika Yahya bin Ma'īn bertanya hadīts ini kepadaku, pertama kali ketika dia duduk di majelisku.
⇒ Yahya bin Ma'īn adalah seorang ulamā hadīts (kritikus hadīts) yang sangat terkenal beliau adalah ulamā yang luar biasa.
(Kata Muhammad bin Fadhl) maka aku menyampaikan kepada Yahya bin Ma'īn: Telah memberikan hadīts kepadaku Hammād bin Salamah.
Yahya bin Ma'īn mengatakan, "Bacanya dari kitāb saja jangan menggunakan hapalan." Maka aku berdiri untuk mengambil kitābku ternyata Yahya bin Ma'īn menarik bajuku kemudian beliau mengatakan, "Sudah tidak mengapa, dari hapalanpun tidak apa-apa. Tolong bacakan hadīts tersebut. Karena aku takut tidak bisa bertemu denganmu lagi".
Syaikh Abdurrazaq mengatakan: Ini menunjukkan semangat para ulamā Salaf menjaga waktunya.
Hanya karena takut menunggu gurunya mengambil kitāb, takut tidak mendapatkan hadītsnya, takut ada sesuatu hal yang membuat terhalang dari hadīts tersebut. Ini sangat dijaga oleh pada ulamā hadīts kita.
Maka Muhammad bin Fadhl mengatakan:
"Maka akupun mendiktekan hadīts tersebut kepadanya (Yahya bin Ma’īn), kemudian setelah aku mendiktekan hadīts tersebut dari hapalanku, akupun mengambil kitāb-ku kemudian aku membacakan kitāb tersebut kepada Yahya bin Ma'īn.
Ini cerita Muhammad bin Fadhl dan Yahya bin Ma'īn berkaitan dengan hadīts ini. Menunjukkan bagaimana semangatnya ulamā Salaf.
Muhammad bin Fadhl memberikan hadīts ini dua kali, yaitu :
⑴ Dengan hapalan beliau.
⑵ Dengan membaca dari kitābnya.
(Hadīts ini dinyatakan shahīh oleh Syaikh Al-Bāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Syamāil nomor 49)
Dan ini bukan sesuatu yang aib, ketika seorang ulamā (ustad) membaca kitāb ketika sedang menyampaikan muhadharah. Bahkan Imam Ahmad rahimahullāh, walaupun beliau hapal 1 Juta hadīts, namun ketika beliau menyampaikan hadīts di majelis biasanya beliau membuka kitābnya.
Pelajaran dari pertemuan kita kali ini yang berkaitan dengan pakaian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, adalah: Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memakai baju: قِطْرِيٌّ (Qithriy).
Menurut Syaikh Albāniy rahimahullāh, ketika beliau menjelaskan baju: قِطْرِيٌّ (Qithriy), beliau mengatakan dengan dikasrahkan huruf ق dan disukunkan huruf ط nya (karena tulisan Arab tidak ada harakatnya sehingga beliau memberikan cara mengharakati).
القطري: بكسر القاف وسكون الطاء، نسبه إلى القطر، وهو نوع من البرود اليمانية، يتخذ من قطن وفيه حمرة وأعلام مع خطوط أو نوع من حلل جياد تحمل من بلد بالبحرين اسموها (قطر) بفتحتين.
Al Qitriy adalah sebuah penisbahan pada negara Qatar. Itu adalah sejenis baju yang terbuat dari katun dan di dalam baju tersebut ada warna merahnya dan bergaris-garis (motifnya kalau di Indonesia mungkin seperti lurik) atau pakaian sejenis hulal yang bagus kwalitasnya diambil dari sebuah negara di Bahrain namanya Qathar (Qatar).
Mungkin ini ketika Qatar dan Bahrain masih bersatu (satu negara) karena sekarang keduanya sudah menjadi negara yang berbeda (negara terpisah).
Inilah pelajaran kita kali ini, bahwasanya salah satu baju Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah: ثَوْبٌ قِطْرِيٌّ , yaitu baju lurik berwarna merah bergaris-garis yang diimpor dari negara atau kota yang bernama Qatar.
Semoga pelajaran ini bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 02 Jumada Al-Akhir 1441 H / 27 Januari 2020 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 49 | Hadits Tentang Salah Satu Pakaian Yang Pernah Dipakai Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam (lanjutan)
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām rahīmaniy wa rahīmakumullāh, yang semoga selalu dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, diluaskan rejekinya dan diberkahi umurnya.
Alhamdulillāh pada pertemuan yang ke-49 ini, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena kita diberikan kesempatan oleh Nya untuk melanjutkan pembacaan hadīts-hadīts yang ada di dalam Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh.
In syā Allāh, kita akan membahas hadīts nomor 67 dan 68, pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pakaian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dua hadīts yang akan kita baca, berkenaan tentang warna pakaian yang dianjurkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam agar kita memakainya. Baik saat seseorang hidup maupun saat seseorang telah meninggal dunia (mayit) sebagai kain kafan.
Hadīts ini diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas radhiyallāhu 'anhumā, yang mana beliau adalah Turjumanul Qur'ān (penerjemah Al-Qur'an) yang sangat ulung.
Beliau mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْبَيَاضِ مِنَ الثِّيَابِ، لِيَلْبِسْهَا أَحْيَاؤُكُمْ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ، فَإِنَّهَا مِنْ خِيَارِ ثِيَابِكُمْ
"Atas kalian yang masih hidup untuk memakai pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit kalian dengan kafan yang berwarna putih, karena pakaian berwarna putih merupakan sebaik-baik pakaian". (Hadīts ini shahīhkan oleh Syaikh Al-Albāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Asy Syamāil)
Pelajaran yang bisa kita ambil adalah:
⑴ Pakaian berwarna putih merupakan pakaian yang disunnahkan (dianjurkan) untuk dikenakan, BUKAN wajib.
⑵ Pakaian berwarna putih dianjurkan dan disunnahkan bagi orang yang masih hidup maupun untuk mengkafani mayit.
⑶ Pakaian berwarna putih dianjurkan untuk laki-laki, sedangkan wanita apabila di dalam rumah diperbolehkan bahkan dianjurkan.
Apakah pakaian berwarna putih ini dianjurkan dipakai oleh wanita di luar rumah?
Jawabannya, adalah:
Melihat situasi dan kondisi masyarakat setempat, apabila masyarakat menganggap biasa pakaian berwarna putih, dalam artian mereka tidak menganggap pakaian berwarna putih sebagai pakaian untuk berhias, maka dibolehkan untuk digunakan.
Namun apabila masyarakat menganggap pakaian berwarna putih adalah pakaian untuk berhias, maka ini tidak diperbolehkan. Sehingga warna pakaian untuk wanita adalah bebas selama tidak menunjukkan tabarruj atau makna berhias dengan warna tersebut.
⇒ Ini perlu digaris bawahi, bahwa pakaian wanita adalah bebas (warnanya) selama tidak menunjukkan tabarruj atau makna berhias dengan warna tersebut.
Para wanita pun boleh menggunakan warna-warna lain selain warna hitam saat keluar rumah, selama pakaian tersebut tidak dianggap masyarakat sebagai warna untuk berhias.
Hal ini disampaikan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullāh. Beliau pernah ditanya, memakai pakaian berwarna hijau, kuning atau selainnya bagi wanita saat berhaji bagaimana hukumnya wahai syaikh?
Beliau menjawab, "Tidak mengapa”, maksudnya tidak mengapa seorang wanita memakai pakaian dengan warna apapun, kecuali dengan pakaian yang berwarna yang ia dianggap bertabarruj atau berhias. Maka yang seperti ini tidak boleh dikenakan oleh mereka.
Kemudian beliau memisalkan pakaian putih di adat kebiasaan masyarakat beliau.
Beliau mengatakan, "Pakaian putih (misalkan) dalam adat-istiadat masyarakat kami, dianggap sebagai pakaian yang digunakan untuk berhias dan untuk mempercantik diri. Sehingga (hendaknya) mereka tidak memakai pakaian berwarna putih saat ihram”.
Dari penjelasan dari Syaikh ini kita tahu, bahwa memakai pakaian berwarna putih atau warna lain bagi wanita harus memperhatikan kondisi masyarakat setempat. Apakah mereka menganggapnya sebagai pakaian untuk berhias dan mempercantik diri atau tidak. Jika jawabannya tidak maka boleh dikenakan oleh mereka.
Kenapa pakaian berwarna putih dianjurkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Jawabannya adalah hadīts nomor 68 yang dibawakan oleh Imam At-Tirmidzī di sini, hadīts dari Samurah bin Jundub radhiyallāhu 'anhu.
Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
الْبَسُوا الْبَيَاضَ، فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ.
"Pakailah pakaian putih, karena pakaian putih itu lebih suci dan lebih bersih dan kafanilah mayat kalian dengan warna tersebut.” (Hadīts ini dinyatakan shahīh oleh Syaikh Al- Albāniy rahimahullāh ta'āla)
Pelajaran dari hadīts ini adalah:
Kita dianjurkan untuk memakai pakaian putih karena pakaian putih lebih suci dan bersih.
Kenapa pakaian putih suci dan bersih?
Karena pakaian putih apabila ada noda sedikit saja langsung terlihat, berbeda dengan warna lainnya.
Oleh karena itu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam meminta dalam do'a Iftitah beliau, beliau meminta kepada Allāh agar kesalahan-kesalahan beliau dibersihkan sebagaimana dibersihkannya pakaian putih dari noda. Hal tersebut mengandung arti bahwasanya beliau meminta kepada Allāh agar Allāh membersihkan kesalahan beliau sebersih-bersihnya, sehingga tidak tertinggal noda kesalahan sedikit pun.
Inilah pembahasan kita pada kali ini semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 03 Jumada Al-Akhir 1441 H / 28 Januari 2020 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 45 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Pakaian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Lanjutan)
〰〰〰〰〰〰〰
HADITS YANG BERKAITAN DENGAN PAKAIAN RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM (LANJUTAN)
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulillāh kita dapat berjumpa lagi pada pertemuan yang ke-45, dalam membahas Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh tentang hadīts-hadīts yang berkaitan dengan pakaian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Pada kesempatan kali ini kita akan membaca hadīts yang ke-60, berdasarkan penomoran dalam syarah Syaikh Abdurrazaq Al Badr hafīzhahullāh ta'āla.
Hadīts ke-60 ini berkaitan dengan do'a yang dibaca Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika Beliau memiliki baju, sarung atau pakaian baru lainnya. Ini menunjukkan kepada kita tentang pentingnya berdo'a.
Hadīts ini diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzī dari guru beliau yang bernama Suwaid bin Nashr, dari Abdullāh bin Mubārak dan dari Said bin Iyās Al Juzairi dari Abū Nadhrah dari sahabat Abū Said Al-l Khudriy radhiyallāhu 'anhu.
Abū Said Al Khudriy radhiyallāhu 'anhu, pernah berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، إِذَا اسْتَجَدَّ ثَوْبًا سَمَّاهُ بِاسْمِهِ عِمَامَةً أَوْ قَمِيصًا أَوْ رِدَاءً، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا كَسَوْتَنِيهِ، أَسْأَلُكَ خَيْرَهُ وَخَيْرَ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika Beliau memakai pakaian baru, Beliau berdo'a dengan menyebut nama pakaian tersebut dalam do'anya baik itu: عِمَامَةً أَوْ قَمِيصًا أَوْ رِدَاءً
⇒ Jadi yang disebutkan adalah jenis pakaiannya, bukan menamai pakaiannya, karena bagi yang tahu bahasa Arab, ini bisa mengarah ke arah itu. Seakan-akan Beliau memakai pakaiannya dengan nama-nama sesuatu. Tapi yang dimaksud di sini adalah menyebut jenis pakaian dalam do'anya.
Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berdo'a, "Yā Allāh untuk-Mu segala puji, Engkau telah memberikan pakaian untukku. Aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang ia dibuat untuknya. Dan aku berlindung dari keburukannya dan dari keburukan yang ia dibuat untuknya."
Syaikh Abdurrazaq ketika mencontohkan hadīts ini dalam praktek nyatanya, ternyata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika memiliki: عمامة baru (عمامة adalah kain di atas kepala untuk laki-laki), Beliau berdo'a:
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا كَسَوْتَنِيهِ هذة العمامة
Beliau berdo'a dengan menambah kata: هذة العمامة ( sesuai dengan nama bendanya yaitu: عمامة).
Apabila beliau menggunakan gamis beliau mengatakan :
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا كَسَوْتَنِيهِ هذا القميصا
Ini adalah praktek yang dilakukan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang dimaksudkan dalam hadīts ini.
Setelah Beliau menyebutkan nama pakaiannya, Beliau meneruskan untuk memohon kebaikannya dan berlindung dari kejelekannya.
Namun jika kita susah untuk meniru Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan do'a seperti contoh Nabi ini, karena kita tidak mengetahui bahasa Arab (misalnya) maka kita boleh mencukupkan diri dengan membaca do'a sebagaimana yang ada di dalam hadīts itu.
Misalnya membaca do'a:
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا كَسَوْتَنِيهِ، أَسْأَلُكَ خَيْرَهُ وَخَيْرَ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ
Boleh berdo'a dengan do'a seperti ini. Dan di sana ada do'a-do'a lain ketika mendapatkan pakaian baru yang bisa dibaca di dalam kitāb-kitāb do'a.
Kemudian, sahabat Bimbingan Islām rahīmaniy wa rahīmakumullāh, kenapa kita harus berdo'a ketika memakai pakaian baru?
Alasannya adalah :
⑴ Pakaian adalah nikmat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita dapat berhias dengannya kita juga dapat menutup aurat dengannya.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman :
يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ قَدۡ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمۡ لِبَاسٗا يُوَٰرِي سَوۡءَٰتِكُمۡ وَرِيشٗاۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقۡوَىٰ ذَٰلِكَ خَيۡرٞۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمۡ يَذَّكَّرُونَ
"Wahai anak cucu Ādam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat". (QS Al A’rāf: 26)
⑵ Karena pakaian terkadang memiliki kebaikan dan terkadang memiliki keburukan.
Di antara contoh keburukan adalah menjadikan pakaian tersebut sebagai pakaian sughrah (pakaian agar menjadi terkenal) atau pakaian aneh yang diingkari oleh masyarakat setempat.
Kemudian pakaian laki-laki yang isbal (misalnya) atau contoh lain yang ada pelanggaran syari'at di dalam pakaian tersebut. Ada dampak negatif baik secara duniawi maupun ukhrawi dalam pakaian tersebut bagi pemiliknya, sehingga kita perlu memohon kebaikan dan juga perlu berlindung dari keburukannya.
Semoga pembahasan ini bermanfaat. Semoga Allāh memudahkan kita untuk menghapal dan mempraktekkan do'a ini.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 04 Jumada Al-Akhir 1441 H / 29 Januari 2020 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 46 | Hadits Tentang Pakaian Yang Sangat Disukai Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
〰〰〰〰〰〰〰
HADITS TENTANG PAKAIAN YANG SANGAT DISUKAI RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAIHI WA SALLAM
بسم الله.
الْحَمْدُ لله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رسول الله، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Sahabat Bimbingan Islām rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Alhamdulillāh kita panjatkan puji syukur kita atas nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada kita semua. Tidak lupa shalawat dan salam semoga selalu tercurah dan terlimpahkan kepada Nabi kita, Nabi besar Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti Beliau dengan baik hingga akhir zaman nanti.
Pada kesempatan kali ini, pertemuan yang ke-46, dalam membahas Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyah karya Imām At Tirmidzī rahimahullāh, in syā Allāh kita akan membacakan hadīts dengan nomor 62 sesuai penomoran dalam Kitāb Syaikh Abdurrazaq Al Badr.
Kenapa hadīts ķe-61 tidak kita bahas?
Karena hadīts ke-61 hanya sebuah sanad yang digunakan untuk menguatkan hadīts nomor 60 saja.
Pada hadīts ke-62 ini akan diberitakan kepada kita tentang pakaian yang sangat disukai oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Imam At Tirmidzī mengatakan: Telah memberikan hadīts kepadaku Muhammad bin Basyar, beliau mengatakan; Telah memberikan hadīts kepadaku Mu'adz bin Hisyām, beliau mengatakan; Telah memberikan hadīts kepadaku, ayahku dari Qatādah, dari Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu.
⇒ Jadi hadīts ini dari riwayat Anas bin Mālik.
Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu berkata :
كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَلْبَسُهَا الْحِبَرَةُ
"Dahulu pakaian yang sangat dicintai oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk beliau pakai adalah Al hibarah (الْحِبَرَةُ).”
Dari hadīts ini kita tahu bahwasanya al hibarah (الْحِبَرَةُ) adalah salah satu jenis pakaian yang sangat disukai oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dan menurut para ulama seperti Syaikh Albāniy rahimahullāh atau Syaikh Abdurrazaq hafīzhahullāh.
Al hibarah (الْحِبَرَةُ) adalah :
⑴ Sejenis pakaian yang terbuat dari katun (القطن) atau kain linen (الكتّان)
⑵ Merupakan pakaian yang indah atau ada hiasannya.
Menurut para ulama asal kata الْحِبَرَةُ memiliki makna mempercantik atau memperindah. Sehingga kita simpulkan bahwa الْحِبَرَةُ merupakan pakaian yang indah.
⑶ Bergaris-garis.
Kalau di Indonesia kita ibaratkan seperti kain lurik.
Inilah salah satu pakaian yang disukai oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan menurut Ibnul Qayyim pakaian yang disukai oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di antaranya adalah pakaian yang berwarna putih dan pakaian hibarah ini.
Untuk pakaian yang berwarna putih (In syā Allāh) akan datang hadīts ya pada pertemuan yang akan datang.
Semoga pembahasan ini bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله على نبينا محمد
____________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar