اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Takabbur
Kesombongan (takabbur) atau dikenal dalam bahasa syariat dengan sebutan al-kibr yaitu melihat diri sendiri lebih besar dari yang lain. Orang sombong itu memandang dirinya lebih sempurna dibandingkan siapapun. Dia memandang orang lain hina, rendah dan lain sebagainya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam hadits beliau,
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. (HR. Muslim, no. 2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ud).
Sebagian salaf menjelaskan bahwa dosa pertama kali yang muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34).
Qotadah berkata tentang ayat ini, “Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi . Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at Tauqifiyah).
Demikian juga apabila kesombongan itu telah memenuhi hatinya, akan menjadikan pemiliknya menganggap dirinya tinggi dan sempurna, sehingga merasa tidak membutuhkan orang lain. Hal ini juga akan menghalanginya dari evaluasi dan introspeksi diri, barangkali yang keliru adalah dirinya. Inilah keadaan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu.
#sombong #takabbur #songong #iblis #hancurkankesombongan #siapayangsalah #maafpadasiapa
بارك الله فيكم جميعا
------------------------------------------------------------------------
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Definisi Ibadah
Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup apa-apa yang Allah cintai dari ucapan dan perbuatan, seperti doa, shalat, menyembelih dan selainnya. Allah berfirman:
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, sesembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rab semesta alam.
(QS. Al-An’aam : 162)
Rasul bersabda : Allah berfirman: Tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang Aku wajibkan kepadanya. (HR.Bukhari)
KHUDZ AQIDATAK (AMBILLAH AQIDAHMU), Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an & As-Sunnah Ash-Shahihah - Syaikh Muhammad bin Jamiil Zainu rahimahullahu
Oleh : Ustadz Abdurrahman Thoyyib Lc hafizhahullah ta'ala
Wallahua'lam
Semoga bermanfaat.
بارك الله فيكم جميعا
------------------------------------------------------------------------
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Pacaran
Pacaran bukanlah istilah yang ada dalam khazanah Islam. Maka memang tidak ditemukan dalil yang bunyinya “janganlah kalian pacaran” atau “pacaran itu haram” atau semisalnya. Dan dalam kitab para ulama terdahulu pun tidak ada bab mengenai pacaran.
Lalu mengapa kita bisa katakan Islam melarang pacaran? Karena jika kita melihat realita, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam pacaran terdapat kegiatan-kegiatan atau hal-hal yang dilarang dalam Islam. Pacaran tidaklah lepas dari zina mata, zina tangan, zina kaki dan zina hati.
Lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk saling menundukkan pandangan, maka jika sengaja saling memandang malah menyelisihi 180 derajat perintah Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”.
Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31).
Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi.
Jika ada pacaran yang Islami, maka itu hanya bisa terjadi setelah menikah. Karena menikah adalah solusi terbaik bagi orang yang hatinya bergejolak haus akan cinta, juga solusi bagi dua orang yang sudah terlanjur terjangkit penyakit al isqy (mabuk asmara).
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya”.
Bagi yang sudah terlanjur pacaran, segeralah bertaubat, dan segeralah menikah. Dan kami tidak mengatakan bahwa hendaknya segera menikahi dengan sang pacar. Karena memilih pasangan yang benar adalah yang dapat mengantarkan anda kepada ridha Allah, belum tentu syarat itu dimiliki pacar anda yang sekarang.
Carilah pasangan yang shalih dan shalihah. Jika belum mampu menikah maka segeralah bertaubat dan putuskan hubungan pacaran serta perbanyaklah berpuasa.
Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, TWITTER : Bimbingan Islam
#pacaran #zina #papahmamah #menikah #asmara
بارك الله فيكم جميعا
------------------------------------------------------------------------
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
PRIMBON JAWA (NGITUNG WETON) SEBELUM MENIKAH
Primbon atau perhitungan Jawa yang banyak dipakai orang untuk memulai sesuatu pekerjaan, memberi nama anak atau bayi, menghitung nasib, karakter, peruntungan, jenis pekerjaan, jodoh, cinta, berdasarkan perhitungan tersebut tentu saja hal itu hanya sebuah peradaban yang tidak bisa dijadikan pegangan.
Ramalan bintang atau primbon adalah ilmu rekaan yang menghubung-hubungkan pergerakan bintang dalam sistem tata surya dengan sesuatu yang akan terjadi kemudian di kehidupan manusia. Menurut Islam, bintang-bintang itu adalah sebagian dari makhluk Allah Ta’ala yang tunduk akan sunnah-Nya.
Jadi orang yang mempercayai ramalan bintang sebagai sesuatu yang benar, maka ia termasuk orang yang kufur.
Dalam sebuah hadits dijelaskan,
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad no. 9532. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Persoalan nasib, jodoh, rezeki, mati, dan hari baik itu hanyalah Allah Subhanahu wa ta’ala. Manusia diberikan kesempatan oleh Allah untuk merencanakan dan berusaha semaksimal mungkin.
Artinya, kita bisa merancang masa depan nasib, jodoh, rezeki, kecuali mati dengan kemampuan yang baik pula. Kalau sudah berusaha dengan maksimal, baru tawakal kepada Allah agar tidak menjadi hamba yang sombong.
Sedangkan dalam masalah wajibkah mentaati orangtua yang memerintahkan anaknya pada perbuatan maksiat, kalau tidak ditaati takut “kuwalat”. Perlu diketahui bahwa taat kepada orang tua adalah suatu kewajiban bagi seorang anak. Namun hal ini tidak berlaku mutlak.
Ketaatan pada keduanya mesti diselaraskan dengan kesesuaian pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Jika orang tua menyuruh kita untuk meninggalkan shalat, tentu tidak boleh ditaati. Begitu pula ketika orang tua menyuruh untuk mencopot jilbab, mempercayai primbon, dan lain sebagainya maka tidak boleh memaksakan kehendak pada anak. Karena semua itu adalah hak Allah yang mesti didahulukan daripada ketaatan pada orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan hanya dalam melakukan kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Mendengar dan taat pada seorang muslim pada apa yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada mendengar dan taat”. (HR. Bukhari No. 7144).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tatatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperinahkan untuk bermaksiat.” (HR. Ahmad. Dikatakan oleh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanadnya hasan).
Maka tidak wajib mentaati orangtua yg memerintahkan kepada kemaksiatan, saran kami berusahalah utk menyampaikan kepada orgtua tentang pemahaman Agama yang benar dengan cara yang hikmah,
Allahua’lam.
Sumber: bimbinganislam.com
بارك الله فيكم جميعا
_____________________________________________
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
PAHALA DAN APA YANG ADA DI DALAM HATI ITU BERBANDING LURUS
Syaikh as-sa'di rahimahullah berkata :
"Sesungguhnya amal-amal itu menjadi berbeda-beda keutamaannya dan akan semakin besar pahalanya sebanding dengan apa yang ada di dalam hati si pelaku amalan, yaitu iman dan keikhlasan."
Bahjah al-Qulub al-Abrar, dalam al-Majmu'ah al Kamilah Juz 9 hal 11
بارك الله فيكم جميعا
_____________________________________________
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
FAKTOR YANG PALING BANYAK MERUSAK DAKWAH
Di dalam Al-Qur'an Surat Yusuf ayat 108 disebutkan bahwa dakwah Islam ini tegak 'di atas bashirah'.
Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullah menjelaskan :
"Makna bashirah adalah ilmu. Ini artinya dakwah -rasul- ini mengandung ikhlas dan ilmu. Faktor yang paling banyak merusak dakwah adalah disebabkan tidak adanya ikhlas atau tidak adanya ilmu."
al-Qaul al-Mufid 'ala Kitab at-Tauhid, 1/82
بارك الله فيكم جميعا
_____________________________________________
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ibadah Rutin Kita
Saudaraku yang mencintai sunnah dan dicintai oleh Allah Ta’alaa.
Seberapa rajin kah kita beribadah ketika sehat? Seberapa kuat kita beribadah ketika masih muda? Lalu bagaimana saat sakit?
Rutin sholat qobliyah dan ba’diyah ketika sehat, namun mencukupkan dengan yang wajib saat sakit. Giat beribadah saat muda, namun enggan ketika tua.
Mari simak bagaimana siklus ibadah dari salah satu imam Madzhab kita, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang disampaikan putranya;
Abdullah bin Ahmad berkata, “Ayahku (Imam Ahmad) setiap harinya membaca sepertujuh al-Qur´an dan selalu khatam pada setiap pekan. Setiap kali mengkhatamkan al-Qur´an selalu jatuh pada malam ke tujuh.
Beliau pun senantiasa shalat Isya´ dilanjutkan dengan Qiyamullail, kemudian tidur sebentar dan Qiyamullail lagi hingga tiba waktu Shubuh. Lalu shalat Shubuh dan melanjutkan membaca doa-doa (dzikir pagi).
Pada setiap harinya beliau mengerjakan shalat sebanyak 300 rakaat. Namun semenjak beliau mendapat hukuman cambuk yang membuat fisik beliau lemah, beliau hanya mampu mengerjakan shalat sebanyak 150 rakaat.”
(Siyar A´lam an-Nubala` karya Imam adz-Dzahabi, 11/ 212).
Kita selalu memohon kepada Alloh Ta’alaa agar senantiasa memperbaiki kualitas dan kuantitas ibadah-ibadah kita.
بارك الله فيكم جميعا
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰~~~~~~~~~
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
ZINA
Tidak dapat dipungkiri lagi, musibah perzinaan sudah mulai merebak di negara ini. Kebejatan dan kenistaan tindak perzinaan telah dikaburkan dengan istilah yang berkonotasi lain. WIL (Wanita Idaman Lain), PIL (Pria Idaman Lain), PSK (Penjaja Seks Komersial), Gadis Pendamping dan yang sejenisnya mengesankan permasalahan ini dianggap ringan oleh sebagian kalangan. Ditambah lagi, syari’at Islam secara umum dan hukuman bagi para pezina khususnya tidak dilaksanakan. Kondisi-kondisi ini mendukung tersebarnya wabah buruk ini di tengah kaum muslimin.
Perzinaan yang mewabah ini menimbulkan berbagai problematika sosial yang menyakitkan. Tidak hanya pada kedua pelakunya saja, namun juga pada anak yang lahir melalui hubungan haram tersebut. Predikat “anak zina” sudah cukup menyebabkan si bocah menderita kesedihan mendalam. Apalagi bila menengok masalah-masalah lain yang mesti ia hadapi di kemudian hari. Seperti penasaban, warisan, perwalian dan masalah-masalah sosial lainnya yang tidak mungkin ia hindari.
Apabila seorang perempuan berzina kemudian hamil, maka anak yang dilahirkannya adalah anak zina dengan kesepakatan para ulama.
Anak tersebut dinasabkan kepada ibunya dan tidak dinasabkan kepada laki-laki yang menzinai ibunya (bapak zinanya). Tegasnya, hubungan nasab antara anak dengan bapaknya terputus. Demikian juga dengan hukum waris terputus dengan bapaknya, dia hanya mewarisi ibunya dan ibunya mewarisinya.
Demikian juga hak kewalian –kalau seorang anak perempuan- terputus dengan bapaknya. Yang menjadi wali nikahnya adalah sultan (penguasa) atau wakilnya seperti qadhi (penghulu). Dan tidak wajib bagi bapaknya memberi nafkah kepada anak yang lahir dari hasil zina.
Akan tetapi, hubungan sebagai mahram tetap ada tidak terputus meskipun hubungan nasab, waris, kewalian, nafkah terputus. Karena, biar bagaimanapun juga anak itu adalah anaknya, yang tercipta dari air maninya walaupun dari hasil zina. Oleh karena itu haram baginya menikahi anak perempuannya dari hasil zina sama haramnya dengan anak perempuannya yang lahir dari pernikahan yang shahih.
Kemudian apabila seorang istri berzina –baik diketahui suaminya atau tidak- kemudian dia hamil, maka anak yang dilahirkannya itu dinasabkan kepada suaminya, bukan kepada laki-laki yang menzinai dan menghamilinya dengan kesepakatan para ulama berdasarkan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
"Anak itu haknya (laki-laki) yang memiliki tempat tidur dan bagi yang berzina tidak mempunyai hak apapun (atas anak tersebut). (HR. Bukhari no. 6749 dan Muslim 4/171).
#AnakHasilZina #AnakZina #Berzina #Nasab
Hukum Nikahnya Anak di Luar Nikah
A. Laki Laki
1). Apabila tidak ditanyakan latar belakang keluarga oleh pihak calon istri, lebih baik tidak diceritakan, karena Islam memerintahkan kita untuk menutupi aib.
2). Status anak zina adalah dinisbatkan kepada ibunya dalam hal ini, bukan kepada ayah biologisnya.
3). Tanpa wali nikah.
B. Perempuan
1). Yang sah dari pernikahan ini adalah yang pakai wali hakim , adapun ayah zina tidak berhak dan tidak sah menjadi wali bagi anak wanitanya.
2). Nikahnya batil , karena anak zina tidak memiliki wali nikah, sehingga walinya harus terambil dari wali hakim. Syaikh Shalih Al-Munajjid berkata :
إذا تقرر أن ولد الزنا لا ينسب إلى الزاني ، فإنه يكون لا عصبة له [وهم الأقارب الذكور من جهة الأب] .
قال في "أسنى المطالب" (13/288) : "ولا عصبة لولد الزنا لانقطاع نسبه من الأب" انتهى .
وذهب بعض العلماء إلى أن عصبته من الميراث هي أمه ، أو عصبة أمه ، أما في ولاية التزويج وغيرها فلا عصبة له .
قال في "الإقناع" (4/505) : "وعصبته [أي : ولد الزنا] عصبة أمه في إرث فقط ... فلا يثبت لهم ولاية التزويج ولا غيره" انتهى .
وعلى هذا ، تكون هذه الفتاة لا ولي لها من جهة النسب ، فيكون وليها الحاكم المسلم ، لقول النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( السلطان ولي من لا ولي له ) رواه أبو داود (2083) والترمذي (1102) وصححه الألباني في صحيح أبي داود .
فإن كانت في بلد ليس فيه حاكم مسلم فوليها مدير المركز الإسلامي في بلدها ، فإن لم يكن فإمام الجامع.
"Jika telah jelas bahwa anak zina tidak dinasabkan pada ayahnya , maka ia (ayah zinanya) tidak ada hak wali atas anaknya. Disebutkan dalam kitab Asnal Matholib 13/288 :
"Anak zina tidak memiliki orang yang memiliki hak wali atasnya karena keterputusan nasabnya dari jalur ayah."
Sebagian ulama berpendapat haknya si anak berkaitan dengan warisan menjalur kepada ibunya (boleh mewarisi harta ibunya, -pent), adapun dalam masalah nikah ia tidak memiliki orang yang memiliki hak wali atasnya.Dikatakan di alam kitab Al-Iqna' : 4/505 :
"Hak wali (dalam masalah waris) bagi
anak zina hanya dimiliki ibunya saja....dan mereka (anak zina) tidak memiliki orang yang memiliki hak wali baginya dalam masalah nikah maupun masalah lain."
Maka berdasarkan hal ini, anak gadis ini tidak memiliki wali dari sisi nasab. Maka yang menjadi walinya adalah penguasa/hakim yang muslim berdasarkan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam : "Penguasa/sulton itu menjadi wali bagi orang yang tidak memiliki wali." (HR Abu Dawud : 2083, Tirmidzi 1102, disahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Sahih Sunan Abu Daud).
Jika di suatu negeri tidak ada penguasa/wali hakim yang muslim, maka walinya adalah ketua markaz dakwah islam dinegeri tersebut, jika tidak ada maka imam masjid. (Fatawa Islam Soal Jawab no. 151932).
3). Jika putri tersebut tidak tahu dan tidak ada yang memberi tahu maka ia tidak berdosa, yang berdosa adalah orang yang tahu namun mereka tidak memberi tahunya, mereka yang menanggung dosa karena membiarkan adanya kemungkaran.
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangan, jika tidak bisa maka rubahlah dengan lisan, jika tidak mampu maka rubahlah dengan hati, itulah selemah-lemahnya iman.” (HR.Muslim no.186).
4). Wallahu a'lam, namun lebih baik dihindari dan kasih hadiahnya bukan dalam rangka pernikahan yang batil tersebut.
Orang-orang yang mengetahui rencana pernikahan ini hendaknya memberi penjelasan, penerangan dengan dalil, dengan pembawaan yang bijak dan santun.
Dijawab dengan ringkas oleh :
👤 Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله
Wallohu A'lam
Wabillahit taufiq
بارك الله فيكم جميعا
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 24 Shafar 1440 H / 02 November 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📝 Materi Tematik | Rabu Wekasan, Mitos Atau Fakta?
------------------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيمة. اما بعد
Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dahulu saat belajar kami sering mendengar bahwa kebutuhan manusia kepada ilmu melebih kebutuhannya kepada makan dan minum.
Saat direnungkan, ternyata pernyataan itu sangat benar. Untuk makan dan minum, seorang bisa tiga kali sehari, bahkan bisa kurang. Akan tetapi ilmu, seseorang membutuhkannya setiap saat (setiap waktu).
Contoh:
⑴ Agar anak-anak kita selamat dari mara bahaya (dunia ghāib), kita memerlukan ilmu.
Coba kita dengarkan sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
"Jika telah datang malam (masuk waktu Maghrib) tahan anak-anak kalian (di dalam rumah) karena syaithān-syaithān sedang berkeliaran saat itu."
(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 3280 dan Muslim nomor 2012).
⑵ Agar syaithān-syaithān tidak masuk ke dalam rumah kita, kita memerlukan ilmu.
Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
"Tutuplah pintu rumah kalian dengan Bismillāh, karena syaithān tidak bisa membuka pintu yang ditutup (dengan cara seperti itu)."
⑶ Agar selamat dari wabah penyakit, kitapun memerlukan ilmu.
Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
"Tutuplah wadah kalian, begitu juga tutuplah tempat minum kalian, karena pada setiap tahun, akan ada suatu malam, di mana wabah penyakit turun, setiap wadah yang tidak tertutup akan dimasuki wabah tersebut."
(Hadīts riwayat Muslim nomor 2014).
⇒ Dari semua contoh di atas kembali menekankan kepada kita akan pentingnya ilmu.
Dan pada masa ini beberapa orang berpendapat bahwa hari turunnya wabah penyakit terjadi pada hari rabu terakhir di bulan Shafar (rabu terakhir bulan ini).
⇒ Itulah hari yang sebagian orang menyebutnya sebagai rebo wekasan.
√ Rebo artinya hari rabu.
√ Wekasan artinya terakhir.
Jadi arti dari rebo wekasan adalah rabu terakhir, akan tetapi istilah ini khusus untuk bulan Shafar saja.
Kebanyakan orang di beberapa tempat, bukan hanya di Indonesia, meyakini bahwa pada malam tersebut akan turun wabah penyakit yang sangat banyak, ada yang mengatakan ribuan, ada yang mengatakan tiga ratusan, bahkan ada yang mengatakan tiga ratusan ribu.
Entah mana yang benar, tapi itu yang mereka katakan.
Bukan hanya itu saja, pada bulan Shafar banyak orang yang tidak mau melakukan hajat-hajat besar (seperti) pernikahan, khitanan, bepergian, dan kegiatan penting lainnya.
Yang semuanya mengindikasikan, banyak dari masyarakat yang beranggapan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial (banyak bencana).
Dan hari rabu terakhir bulan tersebut menjadi hari yang paling berat, susah dan naas.
Padahal dahulu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menikah dengan ibunda Khadījah radhiyallāhu ta'āla 'anhā pada bulan Shafar, begitu juga pernikahan Fāthimah dan Āli radhiyallāhu ta'āla 'anhumā terjadi pada bulan Shafar.
Lalu untuk menghindari kesialan dari berbagai musibah tersebut kebanyakan orang melakukan shalāt empat raka'at, dan setiap orang yang berbicara tentang shalāt memiliki sifat yang berbeda.
Salah satu sifat yang disebutkan oleh beberapa orang tersebut adalah:
√ Pada setiap raka'at setelah membaca surat Al Fātihah pada raka'at pertama membaca Al Kautsar sebanyak 17 kali, dan sebagian mengatakan 7 kali.
√ Raka'at kedua membaca surat Al Ikhlās sebanyak 5 kali dan ada yang mengatakan 3 kali.
√ Raka'at ketiga membaca Al Falaq 1 kali
√ Raka'at keempat membaca An Nās 1 kali
Mereka meyakini bahwa orang yang melakukan shalāt itu, akan terhindar dari segala mara bahaya, wabah dan kesialan pada bulan tersebut.
Apakah ini fakta atau mitos ?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu mengingat, bahwa mempercayai suatu hari sebagai hari yang naas, hari sial merupakan suatu hal yang bisa membawa kepada kesyirikan.
Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ
"Anggapan sial merupakan kesyirikan, anggapan sial merupakan kesyirikan, anggapan sial merupakan kesyirikan."
(Hadīts riwayat Abū Dāwūd nomor 3915 dan yang lainnya, dan di shahīhkan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh).
Sehingga menganggap suatu hari sebagai hari sial merupakan bentuk dari kesyirikan.
Lalu apakah anggapan-anggapan seperti bulan Shafar adalah bulan sial, hari rabu terakhir bulan Shafar adalah hari turunnya wabah dan malapetaka, apakah semua ini ada dasar dari Al Qur'ān dan Sunnah?
Sehingga kita bisa beranggapan bahwa hari itu merupakan hari sial?
Dan dengan anggapan itu kita tidak terjatuh kepada kesyirikan?
Kita jawab :
Sepanjang pengetahuan kami, belum ditemukan pernyataan dalam Al Qur'ān ataupun Sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, bahwa hari rabu terakhir bulan Shafar adalah hari turunnya segala wabah penyakit, belum ditemukan juga bahwa hari tersebut merupakan hari paling parah serta paling naas.
Bahkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bersabda yang berkaitan dengan bulan Shafar ini secara khusus:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
“Tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya tanpa izin Allāh, juga tidak ada anggapan sial, tidak pada burung hantu, begitu juga tidak pada bulan Shafar."
(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 5707).
Akan tetapi, bukan berarti kita terus merasa aman dari segala marabahaya. Dan harusnya setiap saat kita selalu waspada, bahkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
غَطُّوا الْإِنَاءَ، وَأَوْكُوا السِّقَاءَ، فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ، لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ، أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ، إِلَّا نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ
"Tutuplah bejana, wadah yang kalian miliki, karena dalam satu tahun akan ada suatu hari yang wabah penyakit turun, setiap bejana atau wadah yang tidak tertutup akan dimasuki wabah tersebut."
(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2014).
Kesimpulannya, kita belum bisa menyatakan bahwa hari rabu terakhir bulan Shafar atau yang dinamakan rebo wekasan sebagai hari turunnya segala wabah penyakit dan bala, dan kita juga tidak boleh mempercayai hal tersebut selama belum ada dalīl yang menyatakannya, karena mempercayai suatu hari sebagai hari yang sial atau sebagai hari yang jelek termasuk thiyarah dan kesyirikan.
Akan tetapi, kita harus tetap berhati-hati dan waspada sebagaimana yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tuntunkan kepada kita semua.
Hanya itu yang bisa saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan, semoga bermanfaat. Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb
Al Faqīr Ilallāh Ratno
_____________________________________________
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
SUNNAH BERPAKAIAN WARNA PUTIH
📖﷽
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰبَنِيْۤ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْاٰتِكُمْ وَرِيْشًا ۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ۙ ذٰلِكَ خَيْرٌ ۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ
"Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat."
(Q.S. Al-A'raf [7]: 26).
Dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْبَسُوا الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
“Kenakanlah pakaian warna putih karena pakaian tersebut lebih bersih dan paling baik. Kafanilah pula orang yang mati di antara kalian dengan kain putih.”
(H.R. Tirmidzi no. 2810 dan Ibnu Majah no. 3567)
بارك الله فيكم جميعا
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Namimah (adu domba) adalah Sihir
Namimah diterjemahkan dengan “adu domba” dalam bahasa Indonesia, akan tetapi maknanya lebih luas dari sekedar adu domba. Pengertian namimah sebagaimana dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut,
ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻗَﺎﻝَ « ﺃَﻻَ ﺃُﻧَﺒِّﺌُﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﺍﻟْﻌَﻀْﻪُ ﻫِﻰَ ﺍﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺎﻟَﺔُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ».
Dari Abdullah bin Mas’ud, sesungguhnya Muhammad berkata, “Maukah kuberitahukan kepada kalian apa itu al’adhhu ? Itulah namimah, perbuatan menyebarkan berita untuk merusak hubungan di antara sesama manusia”[1]
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa namimah bertujuan merusak hubungan manusia. Beliau berkata,
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀ : ﺍﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔ ﻧَﻘْﻞ ﻛَﻠَﺎﻡِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑَﻌْﻀِﻬِﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ ﻋَﻠَﻰ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟْﺈِﻓْﺴَﺎﺩِ ﺑَﻴْﻨﻬﻢْ
“Para ulama menjelaskan namimah adalah menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka.”[2]
Contohnya si A mengatakan kepada si B yang membuat si C menjadi tidak suka kepada si B, baik itu perkataan dusta maupun perkataan benar. Sebaliknya, si A juga mengatakan kepada si C yang membuat si B tidak suka.
Bahkan namimah ini sejenis dengan sihir. Sebagaimana dalam hadits di atas nama lain namimah adalah Al-‘adhhu. Al-Adhu ini semisal sihir.
Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan bahwa Al-Adhu termasuk sihir dengan membawakan hadits Ibnu Mas’ud di atas. Beliau berkata,
العضه : السحر
“Al-‘ahddu adalah sihir”
Beliau melanjutkan,
النمام ليس له حكم الساحر، فلا يكفر كما يكفر الساحر
“Pelaku namimah bukan seperti hukum penyihir, maka tidaklah menjadi kafir sebagaimana menjadi kafirnya penyihir.”[3]
Namimah lebih dahsyat akibatnya daripada sihir dan lebih berbahaya. Yahya bin Abi Katsir berkata,
ﺍﻟﻨَّﻤَّﺎﻡُ ﻳُﻔْﺴِﺪُ ﻓِﻲ ﺳَﺎﻋَﺔٍ ﻣَﺎ ﻻ ﻳُﻔْﺴِﺪُ ﺍﻟﺴَّﺎﺣِﺮُ ﻓِﻲ ﺷَﻬْﺮٍ
“Pelaku namimah bisa merusak hubungan manusia hanya dalam waktu satu jam saja, sedangkan penyihir terkadang perlu waktu sebulan.”[4]
Seseorang bisa jadi sangat mudah melakukan naminah, bahkan ia menganggapnya hal kecil dan biasa padahal hal tersebut adalah dosa besar dan sangat berbahaya. Perhatikan hadits mengenai siksa kubur, orang yang disiksa tidak lah melakukan dosa yang dia anggap besar, akan tetapi ia melakukan namimah.
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺮَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑِﺤَﺎﺋِﻂٍ ﻣِﻦْ ﺣِﻴﻄَﺎﻥِ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﺃَﻭْ ﻣَﻜَّﺔَ ، ﻓَﺴَﻤِﻊَ ﺻَﻮْﺕَ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧَﻴْﻦِ ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ﻓِﻰ ﻗُﺒُﻮﺭِﻫِﻤَﺎ ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – « ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ، ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ﻓِﻰ ﻛَﺒِﻴﺮٍ » ، ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ « ﺑَﻠَﻰ ، ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﻻَ ﻳَﺴْﺘَﺘِﺮُ ﻣِﻦْ ﺑَﻮْﻟِﻪِ ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻵﺧَﺮُ ﻳَﻤْﺸِﻰ ﺑِﺎﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔِ » .
Dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sebuah kebun di Madinah atau Mekah beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kuburnya. Nabi bersabda, “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena masalah yang sulit untuk ditinggalkan”. Kemudian beliau kembali bersabda, “Mereka tidaklah disiksa karena dosa yang mereka anggap dosa besar. Orang yang pertama tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri. Sedangkan orang kedua suka melakukan namimah”[5]
Hendaknya kita berhati-hati karena Allah telah memberi peringatan dalam Al-Quran
Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻄِﻊْ ﻛُﻞَّ ﺣَﻠَّﺎﻑٍ ﻣَﻬِﻴﻦٍ ( 10) ﻫَﻤَّﺎﺯٍ ﻣَﺸَّﺎﺀٍ ﺑِﻨَﻤِﻴﻢٍ ( 11) ﻣَﻨَّﺎﻉٍ ﻟِﻠْﺨَﻴْﺮِ ﻣُﻌْﺘَﺪٍ ﺃَﺛِﻴﻢٍ ( 12)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa” (QS Al Qalam:10-12).
Demikian juga ancaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak masuk surga pelaku namimah”[6]
Semoga kita dijauhkan dari dosa namimah.
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR Muslim no 6802
[2] Syarh Nawawi LiShahih Muslim 1/214
[3] I’anatul Mustafid Syarh Kita Tauhid Syaikh Shalih Al-Fauzan
[4] Hilyatul Auliya no. 3361
[5] HR Bukhari no 213
[6] HR. Muslim no. 105
Baca selengkapnya https://muslim.or.id/36065-namimah-adu-domba-adalah-sihir.html
Baca selengkapnya https://muslim.or.id/36065-namimah-adu-domba-adalah-sihir.html
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar