Senin, 12 November 2018

(1) Kitab Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashāihi Ath-Athibbāi

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 04 Rabi’ul Awwal 1440H / 12 November 2018M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 01| Muqaddimah
〰〰〰〰〰〰〰
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحبِهِ أَجْمَعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَبَعْدُ

Kaum muslimin rahimakumullāh.

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas satu kitāb tentang pendidikan anak dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nasha'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan sebagian nasehat para dokter dalam hal ini, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh Ta'āla. Kitāb ini kami ambil dari penerbit Daru majid Ushaili, percetakan yang pertama tahun 1419 Hijriyyah (1998 Masehi).

Setelah penulis membawakan khutbatul hajjah mulai dari:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ........

"Bahwasanya segala puji bagi Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya dan kita memohon ampunan-Nya...... "

Kemudian setelah itu bersyahadat bahwasanya: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ (Tidak ada sesembahan yang berhaq untuk disembah kecuali Allāh) dan bersyahadat:  مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ (bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan Allāh Subhānahu wa Ta'āla).

Dan membawakan beberapa ayat yang berkaitan dengam muqaddimah ini,

Kemudian penulis membawakan pengantar bahwa Allāh Subhānahu wa Ta'āla  menciptakan kita (manusia) sekaligus Allāh pun memuliakan kita. Dan Allāh mudahkan mereka semua untuk mendapatkan rejeki yang baik. Dan Allāh utamakan manusia di atas makhluk yang lain.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  tidak menciptakan manusia dalam keadaan sia-sia dan Allāh Maha Suci dari penciptaan yang sia-sia.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla pun tidak membiarkan mereka (makhluknya) begitu saja dan tidak mungkin bagi haq Allāh Subhānahu wa Ta'āla membiarkan begitu saja.  

Allāh Subhānahu wa Ta'āla ciptakan kita semua adalah dengan tujuan, dengan syari'at yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla bebankan kepada kita semua.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla perintahkan kita, 
Allāh Subhānahu wa Ta'āla larang kita,
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kita anjuran-anjuran (wasi'at-wasi'at),
Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kita ujian-ujian (musibah) dan hal lainnya.

Kemudian kelak nanti pada hari kiamat Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan mengumpulkan kita semua (jin dan manusia) untuk meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang telah Allāh Subhānahu wa Ta'āla bebankan kepada kita.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan bertanya tentang apa yang telah kita lakukan dari perintah-perintah-Nya dan kenapa kita melanggar dari larangan-larangannya. Semua akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla  pun akan bertanya, apakah kita bersabar terhadap ujian-ujian dan musibah yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla timpakan kepada kita atau tidak?

Di antara hal yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla bebankan kepada kita di dunia ini adalah dalam mendidik dan membimbing keturunan kita dan bagaimana caranya memperbaiki keturunan kita dan berusaha untuk menjaga kondisi yang baik dan menyelamatkan anak keturunan kita dari siksa neraka Jahannam.

Dalam hal ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah berfirman di dalam surah At Tahrīm ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malāikat-malāikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allāh terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  pun berfiman didalam surah An Nissā' ayat 11:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ

"Allāh telah wasiatkan kepada kalian tentang anak-anak kalian."

⇒ Maksudnya adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengamanahkan anak-anak kita kepada diri kita.

Ditafsirkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagaimana dalam Shahīh Bukhāri dan Muslim. Dari Abdullāh bin 'Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا 

"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam (kepala Negara) adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rumah tangga tersebut.” (Hadīts riwayat Bukhāri nomor 2409 dan Muslim nomor 1829)

Dan sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam shahīh Muslim:

أَنَّ لِوَالِدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا.  

"Dan sesungguhnya anakmu memiliki hak atasmu." (Hadīts riwayat Muslim nomor 1159)

⇒ Maksudnya anak memiliki haq untuk dipelihara dibimbing dan dididik dengan. pendidikan Islām yang baik.

Maka anak yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla rejekikan kepada kita ini bisa menjadi kesenangan dan juga bisa menjadi fitnah (ujian atau cobaan) yang dengannya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menguji seluruh hamba-Nya.

√ Apakah mereka semua akan melaksanakan kewajiban mereka terhadap anak-anak mereka berupa mensyukuri nikmat Allāh dengan diberikannya keturunan (anak-anak) untuk mereka

√ Apakah kita menegakkan hukuman-hukuman dan batasan-batasan syari'at Allāh kepada anak-anak kita bila mereka melampaui batas.

√Apakah kita akan menempuh syarat-syarat dan syari'at yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla  terangkan kepada kita dalam Al Qur'ān maupun sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam terhadap anak-anak kita.

Ini semua tentunya bagi kita (orang yang ingin selamat) terhadap agama dan dunianya memperhatikan masalah ini dan betul-betul mengindahkan perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan sebaik-baiknya.

Maka in syā Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam kitāb ini penulis akan membahas sejumlah fiqih dan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan terhadap anak berupa adab, akhlaq, kemudian bagaimana cara berinteraksi dan bergaul bersama anak-anak kita.

Ini semua akan dijelaskan dalam kitāb ini (Fiqhu Tarbiyatul Abnā) yang tentunya tidak lepas dari dalīl-dalīl yang jelas dan benar dari Al Qur'ān dan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan bagaimana petunjuk Beliau dan para shahābat Beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhumu ajma'īn).

Ini sesi pertama yang bisa kami sampaikan semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 05 Rabi’ul Awwal 1440H / 13 November 2018M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 02| Yang Maha Memberi Petunjuk Hanyalah Allāh
〰〰〰〰〰〰〰

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin rahimakumullāh.

Pada kesempatan kali (pertemuan ke-2) ini kita akan kembali melanjutkan pembahasan awal kitāb tentang pendidikan anak dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nasha'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh.

Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh membawakan sub judul: الهادي هو الله ، والمهتدي من هداه الله , "Yang Maha memberikan petunjuk hanyalah Allāh dan orang yang mendapatkan petunjuk adalah siapa yang Allāh berikan hidayah atau petunjuk itu sendiri"

Maka ketahuilah wahai Ayah, wahai Ibu, dengan pengetahuan yang baik dan yakinlah dengan keyakinan yang sempurna bahwasanya benar-benar yang memberikan petunjuk itu adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh sajalah yang memberikan hidayah kepada kita dan juga anak-anak kita. Seandainya kita berusaha mendidik anak-anak kita dan mereka tumbuh berkembang menjadi anak-anak yang shālih dan shālihah, maka semua itu semata-mata karena petunjuk dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Karena Allāh lah yang yang Maha memberikan petunjuk, sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berkehendak untuk menyesatkan seorang hamba (na'ūdzu billāhi), maka tidak ada yang bisa memberikannya petunjuk.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman dalam surat Al 'Arāf ayat 178:

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

"Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allāh, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan Allāh, maka merekalah orang-orang yang rugi."

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  juga berfirman dalam surat Fāthir ayat 8:

فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ

"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka."

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  pun berfirman di dalam surat As Sajdah ayat 13:

وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا

"Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami berikan kepada setiap jiwa petunjuk (bagi) nya."

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  juga berfirman di dalam surat Yūnus ayat 99:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا

"Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya."

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman dalam surat An Nūr ayat 35:

يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ

"Allāh memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki."

Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman dalam surat An Nūr ayat 46:

وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

"Dan Allah memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus."

Kemudian juga didalam surat Al An'ām ayat 149, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ ۖ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ

Katakanlah (wahai Muhammad), “Alasan yang kuat hanya pada Allāh. Maka kalau Dia menghendaki, niscaya kamu semua mendapat petunjuk."

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman tentang perkataan Nabi Nūh 'alayhissallām sebagaimana di dalam surat Hūd ayat 34.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

وَلَا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ ۚ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

"Dan nasihatku tidak akan bermanfaat bagimu sekalipun aku ingin memberi nasihat kepadamu, kalau Allāh hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan."

Dan juga perhatikan perkataan Nabi Īsā 'alayhissallām, sebagiamana di dalam surat Maryam 30 sampai 32, Allāh katakan tentang perkataan nabi Īsā 'alayhissallām:

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا ۞ وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا ۞ وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا

Dia (Īsā) berkata, "Sesungguhnya aku hamba Allāh , Dia memberiku Kitāb (Injīl ) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalāt dan (menunaikan) zakāt selama aku hidup. Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka."

Maka perhatikan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di atas (QS Maryam 30-32), Allāh Subhānahu wa Ta'āla katakan tentang perkataan Nabi Īsā 'alayhissallām:

⑴ Sesungguhnya aku hamba Allāh, Allāh memberiku Kitāb (Injīl), Allāh jadikan aku nabi.

⑵ Allāh menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada

⑶ Allāh tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.

Yang melakukan ini semua tentunya Allāh Subhānahu wa Ta'āla, padahal Nabi Īsā 'alayhissallām ketika itu masih digendong oleh ibunya (Maryam).

Jadi kesimpulannya, Allāh lah yang Maha memberikan petunjuk sebagiamana Allāh pula yang memberikan kesesatan jika Allāh berkendak.

Dan lihat pula kebalikannya.

Firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam surat Al Ahqāf ayat 17 dan 18, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman tentang anak yang celaka (durhaka) kepada kedua orang tuanya.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ آمِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ ۞ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ

Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya 'ah', "Apakah kamu berdua memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan (dari kubur), padahal beberapa umat sebelumku telah berlalu?" Lalu kedua orang tuanya itu memohon pertolongan kepada Allāh (seraya berkata), "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allāh itu benar." Lalu dia (anak itu) berkata, "Ini hanyalah dongeng orang-orang dahulu."

Mereka itu orang-orang yang telah pasti terkena ketetapan (adzāb) bersama umat-umat dahulu sebelum mereka, dari (golongan) jin dan manusia. Mereka adalah orang-orang yang rugi.

√ Siapa yang menyesatkannya?

√ Siapa yang membuatnya menyimpang?

Padahal kedua orang tuanya beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka kita berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

"Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama Mu."

(Hadīts shahīh riwayat At Tirmidzī nomor 3522).

اَللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

"Yā Allāh, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu."

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2654)

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 06 Rabi’ul Awwal 1440H / 14 November 2018M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 03| Para Nabi Tidak Memiliki Hidayah Taufiq (bagian 01)
〰〰〰〰〰〰〰

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin rahimakumullāh.

Pada kesempatan kali ini  (pertemuan ke-3),  kita akan memasuki pembahasan dari kitāb  Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Dengan sub judul: وحتى الأنبياء لا يملكون هداية التوفيق لأحد  , "Para nabi sekalipun mereka tidak memiliki hidayah taufīq".

Karena hidayah itu ada dua macam,

⑴ Hidayah petunjuk untuk sekedar menunjukkan dan membimbing.
⇒ Hidayah ini dimiliki oleh para nabi dan rasūl, kita semua dan orang-orang yang ingin menunjukkan kepada orang lain kebenaran (sekedar menunjukkan dan membimbing saja).

Jika kita berilmu dan ingin mengajak orang lain mendapatkan ilmu kita bisa melakukan itu.

⑵ Hidayah taufīq
Hidayah taufīq hanya dimiliki Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Allāh menunjukkan hatinya. Berapa banyak orang yang sudah diberikan ilmu, penjelasan, akan tetapi yang satu beriman yang satunya tidak, yang satu paham yang satunya tidak (berpaling), inilah yang dimaksud bahwa para nabi sekali pun tidak memiliki hidayah taufīq untuk seseorang, karena hidayah taufīq di tangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dalam hal ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman tentang Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam surat Al Qashash ayat 56:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

"Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allāh memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."

⇒ Maksud 'orang yang engkau kasihi' adalah paman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu Abū Thālib.

Dalam hal ini terdapat satu hadīts yang berkaitan dengan ayat di atas yaitu hadīts dari Saīd bin Al Musayib dari ayahnya, beliau mengatakan tatkala Abū Thālib sudah diambang kematian, maka beliau didatangi oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam namun di sana telah ada Abū Jahal dan Abdullāh bin Abī Ubayah bin Mughīrah (tokoh musyrikin Quraisy).

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berbicara kepada pamannya (Abū Thālib), "Wahai pamanku, ucapkanlah 'Lā ilāha illallāh, satu kalimat yang bisa membelamu di sisi Allāh."

Akan tetapi syaithān tidak berhenti menggoda manusia sampai di akhir hidup pun (menjelang kematian) Abū Jahal dan Abdullāh bin Abī Umayyah tetap menarik agar Abū Thālib tetap pada agama mereka (musyrik).

Mereka mengatakan, "Wahai Abū Thālib, apakah engkau benci, engkau tidak suka terhadap agama Abdul Muthālib?"

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terus membimbing pamannya untuk mengucapkan "Lā ilāha illallāh" dan mengulang-ulang sampai akhirnya Abū Thālib tidak mau dan dia (Abū Thālib) meninggal dalam kondisi memeluk agama nenek moyangnya (Abdul Muthālib).

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan, "Demi Allāh, saya akan tetap memohonkan ampun untukmu selama aku belum dilarang."

Akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla melarang sebagaimana disebutkan di dalam surat At Tawbah ayat 113.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

"Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allāh) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam."

Dan Allāh turunkan pula ayat yang berhubungan dengan ayat di atas dalam surat Al Qashash ayat 56.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

"Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allāh memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."

Demikian untuk satu kisah Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, bahwa nabi sekalipun tidak memiliki hidayatul taufīq untuk siapapun.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 02 Rabi’ul Akhir 1440 H / 10 Desember 2018 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 04| Para Nabi Tidak Memiliki Hidayah Taufiq (bagian 02)
~~~~~~~~~~~~

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral muslimin rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Pada sesi yang lalu, kita sudah sampai pada pembahasan yang artinya bahwa para nabi sekalipun mereka tidak memiliki hidayah taufīq bagi seorangpun.

Hidayah taufīq artinya hidayah yang sifatnya Allāh lapangkan dada seseorang untuk menerima petunjuk dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla (petunjuk Islām).

Karena hidayah ada dua macam, yaitu:

⑴ Hidayah Dalālah wal Irsyād.
Hidayah yang dimiliki nabi dan rasūl serta orang-orang yang berdakwah untuk mengarahkan manusia kepada kebaikan (sekedar menunjukkan saja).

Ini dimiliki oleh setiap kita yang berusaha untuk berdakwah (mendakwahi) orang lain.

Adapun perkara nanti hasil dari dakwah tersebut belum bisa ditentukan, bahkan para nabi sekalipun.

⑵ Hidayah Taufīq.
Hidayah ini hanyalah dimiliki Allāh semata, hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang Ia kehendaki dengan rahmat-Nya.

Kita sebelumnya sudah membahas sebagian hadīts dan ayat dalam surat Al Qashshash: 56. Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

"Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allāh memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."

Maksud dari ayat, "Engkau tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang engkau kasihi," yang dimaksud adalah paman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang bernama Abū Thālib. Paman yang sangat sayang kepada Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam semasa hidup beliau.

Bahkan ketika pamannya (Abū Thālib) meninggalpun Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak bisa memberikan hidayah taufīq, karena hidayah taufīq dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla saja.

Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِين

"Akan tetapi Allāh lah yang memberi petunjuk (memberi taufīq ) siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."

Dan sudah kita bahas tentang kisah kematian paman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (Abū Thālib) di dalam Shahīh Bukhāri dan Muslim.

Demikian pula para nabi yang lainnya. Kita bisa lihat misalnya Nabi Nūh 'alayhishālatu wa sallām, bagaimana beliau ingin sekali anaknya mengikuti beliau. Sebagaimana disebutkan didalam surat Hūd: 42.

يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ

"Wahai anakku ! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kāfir."

Namun Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berkehendak lain, Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak menghendaki hidayah untuk putra Nabi Nūh 'alayhissallām. Bahkan putranya membantah dengan mengatakan:

قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ

Dia (anaknya) menjawab, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!"

(Nūh) berkata, "Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allāh pada hari ini selain Allāh yang Maha Penyayang."

Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan." (QS Hūd: 43)

Walaupun begitu Nabi Nūh 'alayhissallām tidak putus asa, pada ayat berikutnya beliau berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ

Dan Nūh memohon kepada Tuhannya sambil berkata, "Yā Tuhanku, sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku, dan janji-Mu itu pasti benar. Engkau adalah hakim yang paling adil." (QS Hūd: 45)

Tetapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla menegur nabi Nūh 'alayhissallām (padahal beliau ingin agar putranya mendapatkan petunjuk). 

Dalam hal ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla  mengatakan:

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Dia (Allāh ) berfirman, “Wahai Nūh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh." (QS Hūd : 46)

Akhirnya Nabi Nūh 'alayhissallām menerima nasehat ini dan beliau mengatakan:

قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dia (Nuh) berkata, "Yā Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi." (QS Hūd: 47)

Contoh lain, Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām, dalam Al Qur'ān banyak disebutkan tentang kisah beliau, in syā Allāh nanti kita lanjutkan pada pertemuan yang akan datang.

In syā Allāh, yang bisa ambil kesimpulan dari penjelasan di atas bahwa nabi sekalipun bahkan beberapa nabi (in syā Allāh nanti akan dijelaskan) hanya bisa berusaha, adapun hidayah dikembalikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla .

Hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla  yang memberikan hidayah kepada hamba-Nya.

Demikian, wabillāhut taufīq, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 03 Rabi’uts Tsani 1440 H / 11 Desember 2018 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 05| Para Nabi Tidak Memiliki Hidayah Taufiq (bagian 03)
~~~~~~~~~~~~
بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral muslimin rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Pada sesi yang kelima ini kita masih melanjutkan tentang pembahasan yang artinya bahwa para nabi sekalipun mereka tidak memiliki hidayah taufīq bagi seorangpun. Hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla saja yang menetapkan hidayah taufīq kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki.

Kita lihat kisah Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla  abadikan didalam surat Maryam: 42-45.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengisahkan perkataan Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām ketika beliau mendakwahi ayahnya.

Dipertemuan sebelumnya telah kita jelaskan bagaimana Nabi Nūh 'alayhissallām mendakwahi putranya akan tetapi beliau (alayhissallām) tidak berhasil.

Pada pertemuan kali ini kita akan menceritakan bagaimana Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām mendakwahi ayahnya.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan perkataan Nabi Ibrāhīm alayhissallām kepada ayahnya.

يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

"Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?"

Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām kembali mengatakan:

يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا

"Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus."

Kemudian Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām mengatakan kembali:

يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ عَصِيًّا

"Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah syaithān. Sungguh, syaithān itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih."

Kemudian Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām mengatakan:

يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا

"Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman bagi syaithān." (QS Maryam: 42-45)

Lihat disini! Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām merengek, meminta ketika beliau mendakwahi ayahnya, meminta dengan tulus kepada ayahnya agar ayahnya mengikuti hidayah (petunjuk) beliau dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dengan mengucapkan:

يَا أَبَتِ....... يَا أَبَتِ...... يَا أَبَتِ...... يَا أَبَتِ

Hingga empat kali beliau alayhissallām mengucapkanya (Yā Abatiy.... adalah pangilan dari anak yang shālih kepada ayahnya).

Tetapi ayahnya menolak, dengan penolakan yang begitu keras bahkan mengancam putranya dengan mengatakan:

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ ۖ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ ۖ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

Dia (ayahnya) berkata, "Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrāhīm ? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama." (QS Maryam: 46)

Nabi Ibrāhīm alayhissallām diusir bahkan diancam oleh ayahnya jika beliau (alayhissallām) tidak berhenti berdakwah.

Lihat! Nabi Ibrāhīm alayhissallām berdakwah kepada ayahnya dan ayahnya tidak mau mengikuti dakwah beliau (alayhissallām).

Tapi lihat, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan yang lain, ketika Nabi Ibrāhīm alayhissallām mengajak putranya yang bernama Ismāil alayhissallām, Allāh sebutkan dalam Al Qur'ān surat Maryam 54: صَادِقَ ٱلْوَعْدِ, janji yang sangat benar.

Ketika Nabi Ibrāhīm alayhissallām diperintah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menyembelihnya putranya Ismāil alayhissallām sebagaimana diceritakan didalam surat Ash Shāffāt: 102. Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

"Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!"

(Nabi Ismāil pun menjawab,) “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allāh) kepadamu, in syā Allāh engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." (QS  Ash Shāffāt : 102)

Perhatikan jawaban Nabi Ismāil alayhissallām sangat berbeda dengan ayah Nabi Ibrāhīm alayhissallām. Lihat! Hidayah hanya di tangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Benarlah janji Allāh Subhānahu wa Ta'āla, bahwasanya Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismāil adalah orang-ora yang sabar, dan termasuk nabi dan rasūl yang sangat mulia.

Oleh karena itu, para ayah dan ibu betapa pun anda memiliki kemahiran, memiliki ilmu, memiliki kemampuan dalam mendidik anak-anak.

Sehebat apapun anda, Ingat! Anda hanya sekedar melakukan dan menjalankan sebab dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Di antara sebab-sebab yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla perintahkan untuk kita lakukan adalah menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka.

Lakukanlah sebab itu, adapun hidayah kita kembalikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sekali lagi, kita hanya meniti dan menempuh jalan, cara, syari'at.

Siapapun anda, jangankan hanya orang tua biasa, seorang shālih atau ulamā, bahkan seorang nabi dan rasūl pun hanya sekedar menjalankan perintah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, yang menentukan hidayah kepada anak keturunan kita hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman bahwasanya di antara keturunan para nabi sekalipun ada yang berbuat baik dan berbuat zhālim.

وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌۭ وَظَالِمٌۭ لِّنَفْسِهِۦ مُبِينٌۭ

"Dan di antara anak cucunya (nabi Ibrāhīm dan nabi Ishāq) ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zhālim terhadap dirinya sendiri dengan nyata." (QS Ash Shāffāt : 113)

Demikian, semoga bermanfaat, in syā Allāh kita lanjutkan kembali kisah nabi yang lainnya.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 04 Rabi’uts Tsani 1440 H / 12 Desember 2018 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 06| Para Nabi Tidak Memiliki Hidayah Taufiq (bagian 04)
~~~~~~~~~~~~
بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral muslimin rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Pada sesi yang keenam ini kita masih melanjutkan tentang pembahasan yang artinya bahwa para nabi sekalipun mereka tidak memiliki hidayah taufīq bagi seorangpun.

Kita sudah bahas beberapa kisah para nabi dan pembahasan kemarin kita membahas kisah Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām.

Kemudian yang berikutnya adalah kisah Nabi Yūsuf 'alayhissallām.

Nabi Yūsuf 'alayhissallām adalah nabi yang dikenal sangat tampan rupawan, dengan ketampanan yang sangat luar biasa. Bahkan dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Yūsuf 'alayhissallām adalah setampan-tampan dan seindah-indah makhluk Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Beliau diberikan separuh keindahan sebagaimana disebutkan di dalam hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam Shahīh Muslim dari hadīts Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أُعْطِيَ يُوسُفُ شَطْرَ الْحُسْنِ

"Yūsuf diberi setengah ketampanan."

(Hadīts riwayat Ahmad nomor 14050 dan dishahīhkan Syu'aib Al Arnauth)

Bagaimana masa kecil beliau (alayhissallām) yang penuh dengan kesulitan, dimana saudara-saudaranya memiliki hati yang hasad kepada beliau (alayhissallām) di karenakan ayahnya terlalu menyayangi Nabi Yūsuf 'alayhissallām, sampai akhirnya saudara-saudaranya sepakat untuk melempar Nabi Yūsuf 'alayhissallām kedalam sumur.

Kemudian Nabi Yūsuf 'alayhissallām dipungut (diambil) oleh orang-orang yang lewat sumur tersebut untuk mengambil air,  lalu Nabi Yūsuf dijual dipasar budak (hamba sahaya)  sampai akhirnya diambillah Nabi Yūsuf 'alayhissallām oleh raja mesir pada saat itu.

Tidak sampai disitu ujian Nabi Yūsuf 'alayhissallām. Ujian Nabi Yūsuf alayhissallām dari kecil bahkan hingga dia tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda.

Ketika beliau menjadi pemuda yang sangat tampan terjadilah fitnah lagi. Istri raja telah menggodanya, akan tetapi Nabi Yūsuf 'alayhissallām di jaga oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga Nabi Yūsuf tidak tergoda wanita itu.  

Kemudian beliau (alayhissallām) dipenjara selama beberapa tahun ditengah-tengah para pemabuk, pencuri, pelaku kriminal lainnya.

Hidup Nabi Yūsuf dari kecil sampai dewasa penuh dengan ujian, namun Allāh Subhānahu wa Ta'āla  selalu menjaga dan melindunginya dari segala keburukan dan kemaksiatan.

Nabi Yūsuf tumbuh dengan kelemahlembutan dan keindahan dan beliau juga pandai dalam menafsirkan mimpi.

Siapa yang membuat semua ini?

Nabi Yūsuf 'alayhissallām sendiri sejak kecil, diasingkan, terusir, hidup tanpa ayah dan ibu, tanpa saudara laki-laki maupun perempuan, tanpa paman, tanpa kakek tanpa kerabat ditengah-tengah lingkungan yang asing

√ Siapa yang mengajarkan ilmu padanya?

√ Siapa yang mensucikannya?

√ Siapa yang mendidik dan membimbingnya?

√ Siapa yang melakukan semua itu?

Yang melakukan itu semua adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sebagaimana firman-Nya:

فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

"Allāh adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang." (QS  Yūsuf: 64)

Kemudian kita lihat Nabi Mūsā 'alayhissallām.

Sejak bayi Nabi Mūsā 'alayhissallām dihanyutkan oleh ibunya, karena beliau (ibunda Nabi Mūsā) ingin menjaga Nabi Mūsā 'alayhissallām.

Nabi Mūsā kecil diletakkan di dalam sebuah kotak lalu dihanyutkan ke sungai, kemudian akhirnya Mūsā kecil diambil oleh orang-orang kerajaan yang zhālim yang suka membunuh, yaitu keluarga Fir'aun.

Tentunya secara zhāhir ini adalah musibah, karena anak-anak laki-laki di zaman Fir'aun semuanya dibunuh tapi justru inilah kehendak Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh kembalikan lagi Mūsā kecil kepada ibunya untuk disusui kembali oleh ibunya agar ibunya tidak sedih.

√ Siapa yang menjaga dari keburukan?

√ Siapa yang menjaga Nabi Mūsā alayhissallām dari musibah ini, sehinga Nabi Mūsā tidak dibunuh oleh orang-orang Fir'aun?

Itu semua karena  Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

√ Siapa yang membuat Nabi Mūsā alayhissallām tumbuh kemudian menjadi seorang nabi ditengah-tengah keluarga Fir'aun yang sangat sesat,  yang dia mengaku sebagai Tuhan?

Itu semua adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikian pula kisah anak muda yang disebutkan di dalam surat Al Kahfi ayat 80-81,
dimana kedua orang tua mereka adalah mukmin tetapi anak muda ini Allāh taqdirkan kāfir.

√ Bagaimana Nabi Khidir membunuhnya. 

√ Bagaimana pula Nabi Mūsā mengingkari perbuatan Nabi Khidir alayhissallām.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  jelaskan kisahnya dalam surat Al Kahfi 74-75:

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا

Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Mūsā) berkata, "Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar." (QS Al Kahfi : 74)

قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا

Dia berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?" (QS Al Kahfi : 75)

Kisahnya dijelaskan di dalam Al Kahfi ayat 80 sampai 81.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا

Dan adapun anak muda (kāfir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekāfiran." (QS Al Kahfi: 80)

فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا

"Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya)". (QS Al Kahfi: 81)

Lihat disini! Kedua orang tua anak ini seorang mukmin akan tetapi dia (anak tersebut) kāfir.

Dan kita lihat kisah Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam. Beliau adalah sebaik-baik nabi dan sebaik-baik manusia, Beliau tumbuh dalam keadaan yatim dan tumbuh dalam kondisi faqīr, sampai-sampai tidak ada yang mau memeliharanya, sampai akhirnya Beliau dipelihara pamannya (Abū Thālib) yang tidak mau masuk Islām.

√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan iman kepada Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan mu'zijāt Al Qur'ān.

Itulah Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang Maha memberikan hidayah kepada siapapun yang Allāh kehendaki.

Demikian, semoga yang singkat ini bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 01 Jumādâ Al-Ūlā 1440 H / 07 Januari 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 07 | Para Nabi Tidak Memiliki Hidayah Taufiq (bagian 04)
~~~~~~~~~~~~

DO'A ORANG-ORANG SHĀLIH DAN KETURUNANNYA

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral muslimin, rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-7 dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi hafīdzahullāh.

Di pertemuan yang lalu, kita telah membahas satu pembahasan bahwasanya para nabi dan rasūl sekalipun tidak memiliki hidayatul taufīq.

Kita sudah jelaskan, hidayah itu ada dua macam, yaitu:

⑴ Hidayah Al Irsyād
Hidayah ini hanya sekedar memberikan bimbingan dan petunjuk, hidayah ini dimiliki oleh kita (manusia dan orang-orang yang menginginkan orang lain mendapatkan hidayah Allāh).

Hidayah al irsyād ini dimiliki juga oleh para nabi, rasūl, orang-orang shālih, ulamā yang berdakwah di jalan Allāh untuk memberikan bimbingan dan petunjuk kepada orang lain.

⑵ Hidayah Al Taufīq
Hidayah ini hanya dimiliki oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, (maksudnya) hati seseorang diberikan hidayah al taufīq oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Hidayah al taufīq tidak dimiliki oleh siapapun dari makhluknya, baik para nabi dan rasūl sekalipun.

Dan ini telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sekalipun tidak bisa memberikan hidayah kepada pamannya, Abū Thālib.

Abū Thālib sangat membela Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ketika Beliau berdakwah, sampai Beliau diangkat menjadi seorang rasūl.

Kemudian turunlah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam surat Al Qashshah: 56.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

"Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allāh memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."

Demikian pula Nabi Nūh 'alayhissallām, beliau tidak bisa memberikan hidayah taufīq kepada putranya, agar putranya beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla (putranya menolak dan membangkang seruan ayahnya).

Demikian pula Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām, beliau juga mendakwahi ayahnya.

Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām dengan ucapan sangat lembut mendakwahi ayahnya dengan pangilan, "Yā abatiy..... yā abatiy..... yā abatiy, (hingga  tiga kali)." Sebagaimana disebutkan di dalam surat Maryam ayat 42 sampai 45,.

Namun ayahnya tidak mengubris Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām. Dan ini tidak membuat ayahnya mendapatkan hidayah taufīq dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sebaliknya Nabi Yūsuf 'alayhissallām, beliau kecil tanpa mendapatkan bimbingan dan pendidikan dari siapa pun, baik dari orang tuanya, saudaranya.

Nabi Yūsuf sudah di usir sejak kecil bahkan dibuang kedalam sumur yang dalam kemudian beliau dipunggut dan dibeli oleh keluarga kerajaan, namun Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan hidayah taufīq kepadanya. Sampai akhirnya beliau menjadi seorang nabi dan rasūl.

Demikian pula Nabi Mūsā 'alayhissallām, tanpa pendidikan dari keluarganya. Karena  dari bayi nabi Mūsā 'alayhissallām telah dipelihara oleh keluarga Fir'aun. Fir'aun adalah orang yang sangat membangkang kepada Allāh, keluarga yang dikenal suka membunuh.

Namun beliau tumbuh berkembang menjadi seorang nabi dan rasūl ditengah-tengah keluarga Fir'aun. Tentunya yang memberikan hidayah ini adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ini yang pernah kita bahas pada pertemuan lalu.

Adapun pasa pertemuan yang sekarang kita akan membahas sub judul yang diberikan oleh penulis yaitu:

"Hendaknya kita banyak-banyak berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar diberikan keturunan yang shālih."

Maka anda, 
Wahai Muslim,
Wahai Ayah,
Wahai Ibu.

Apabila anda sudah mengetahui dan meyakini bahwasanya yang memberikan hidayah taufīq hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka sudah selayaknya dan seharusnya kita memperbanyak do'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Meminta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar kita diberikan keturunan yang shālih. Dan apabila kita telah diberikan keturunan yang shālih, maka kita berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla memperbaiki keturunan kita.

Agar Allāh menjadikan keturunan kita semua keturunan yang shālih dan menjaga mereka dari syaithān, jinn maupun manusia.

Dan inilah contoh sebagian do'a yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla hikayatkan di dalam Al Qur'ān. Do'a-do'a orang-orang shālih, baik itu do'a-do'a hamba-hamba Allāh yang shālih secara umum maupun do'a para nabi dan rasūl secara khusus.

⑴ Do'a hamba-hamba Allāh yang shālih.
Do'a hamba-hamba Allāh yang shālih, bisa kita lihat di dalam surat Al Furqān: 74.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

"Yā Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

⑵ Do'a Nabi Zakariyyā 'alayhissallām.
Nabi Zakariyyā 'alayhissallām berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sebagaimana disebutkan didalam surat Maryam: 5-6.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا۞ يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ ۖ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

"Yā Allāh, anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Ya'qūb dan jadikanlah dia, yā Tuhanku, seorang yang diridhāi."

Demikian pula disebutkan di dalam surat Āli Imrān: 38.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

"Yā Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa."

⑶ Do'a Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām
Nabi Ibrāhīm alayhissallām berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan tentunya do'a nabi dan rasūl dikabulkan.

Nabi dan rasūl (in syā Allāh) mereka adalah orang-orang shālih namun mereka tetap berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, untuk memberikan contoh kepada kita umatnya.

Nabi Ibrāhīm berdo'a:

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ

"Yā Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu." (QS Al Baqarah: 128)

Demikian pula do'a beliau dalam surat Ash shaffat: 100.

Beliau berdo'a:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

"Yā Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shālih."

Dan beliau juga berdo'a di dalam surat Ibrāhīm: 40:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

"Yā Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalāt, Yā Tuhan kami, perkenankanlah doaku."

Beliau juga berdo'a di dalam Ibrāhīm: 35:

وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ

"Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala."

⑷ Do'a orang yang sudah mencapai usia 40 tahun.

Demikian pula do'a orang yang sudah mencapai usia 40 tahun, sebagaimana disebutkan di dalam surat Al Ahqaf: 15.

Mereka berdo'a:

قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhāi, dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sungguh aku termasuk orang muslim.”

Jadi perbanyaklah do'a !

√ Wahai hamba Allāh.
√ Wahai orang yang menghendaki kebaikan untuk dirinya, keluarganya dan keturunannya.
√ Wahai orang yang ingin keluarganya dijadikan oleh Allāh keluarga orang-orang yang shālih.

Perbanyaklah berdo'a kepada Allāh agar Allāh memberikan kebaikan, karunia, keshālihan kepada kita semua yang benar-benar berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikian untuk pertemuan ini.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 02 Jumādâ Al-Ūlā 1440 H / 08 Januari 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 08| Contoh Doa Nabi Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam Untuk Keturunan Beliau Dan Selain Mereka
~~~~~~~~~~~~

BEBERAPA CONTOH DO'A-DO'A NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM UNTUK KETURUNAN BELIAU DAN SELAIN MEREKA

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral muslimin wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-8 dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Dipertemuan yang lalu, telah kita bahas masalah: Hendaknya kita memperbanyak do'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla , memintanya kepada-Nya agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla  karuniakan kepada kita anak-anak (keturunan) yang shālih.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla jadikan kita orang tua yang baik. Dan anak-anak kita pun Allāh berikan taufīq agar mereka menjadi anak-anak yang shālih dan shālihat.

Pada pertemuan ini penulis memberikan judul, "Beberapa contoh do'a-do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk keturunan Beliau dan selain mereka."

Di sini bisa kita lihat bagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mendo'akan cucunya (Al Hasan dan Al Husain).

Dalam hadīts shahīh Bukhāri dan Muslim Beliau mendo'akan Al Hasan:

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ

"Yā Allāh, sungguh aku mencintai dia, maka cintailah dia yā Allāh." (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 3749 dan Muslim nomor 2422)

Nabi meminta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla  mencintai Al Hasan bin Āli bin Abī Thālib radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Artinya jika Allāh mencintai seseorang berarti:

√ Allāh meridhāi orang tersebut.
√ Allāh memberikan kebaikan (keshālihan). 
√ Allāh luruskan hidupnya di dunia maupun di akhirat.

Demikian pula dalam Shahīh Bukhāri dan Muslim dari hadīts Usamah bin Zaid, disebutkan di sana bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menggendong Al Hasan bin Āli dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُمَا فَأَحِبَّهُمَا

"Yā Allāh, sesungguhnya aku mencintai mereka berdua, maka cintailah mereka berdua."

Do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada keturunan Beliau dan kepada anak-anak yang lain dari para shahābat radhiyallāhu ta'āla 'anhum ajma'īn.

Demikian pula do'a kepada Al Husain bin Āli bin Abī Thālib radhiyallāhu ta'āla 'anhu, disebutkan dalam hadīts cukup panjang, namun di situ Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berdo'a sampai tiga kali yang berbunyi:

اللَّهُمَّ أَهْلي أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا

"Yā Allāh hilangkanlah dari mereka semua kenajisan (kotoran) sucikan mereka dengan sebenar-benar kesucian." (Hadīts riwayat Ahmad, dinyatakan hasan atau shahīh oleh pentahqiqnya)

Juga do'a untuk Usamah bin Zaid radhiyallāhu ta'āla 'anhu secara khusus.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga berdo'a sebagaimana dalam Musnad Imām Ahmad dengan do'a yang mirip dengan yang sebelumnya disebutkan riwayat Bukhāri dan Muslim.

Demikian pula kepada Abdullāh bin Ja'far (sepupu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam), Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berdo'a:

اللَّهُمَّ اخْلُفْ جَعْفَرًا فِي أَهْلِهِ ، وَبَارِكْ لِعَبْدِ اللَّهِ فِي صَفْقَةِ يَمِينِهِ

"Yā Allāh, tinggalkanlah untuk Ja'far kebaikan untuk keluarganya dan berkahilah untuk anaknya (Abdullāh bin Ja'far) dalam usahanya."

Ini adalah do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk keturunan Beliau dan para shahābat radhiyallāhu ta'āla 'anhum ajma'īn.

Demikian pula dalam Shahīh Bukhāri disebutkan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mendo'akan seorang anak kecil (wanita) sebagaimana disebutkan di dalam hadīts Ummu Khālid binti Khālid bin Saīd radhiyallāhu ta'āla 'anhā.

Beliau membawakan putrinya itu lalu mengatakan, "Ini baju yang bagus, baju yang baik."

Setelah itu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mendo'akan anak kecil ini dengan berkata:

أَبلِي وَأَخْلِقِي، ثُمَّ أَبْلِي وَأَخْلِفِي، ثُمَّ أَبْلِي وَأَخْلِقِي

"Pakailah pakaian ini sampai betul-betul usang (hilang)."

Artinya menurut Al Hafīzh Ibnu Hajar Al Asqalaniy dalam syarah Shahīh Bukhāri yaitu Kitab Fathul Barī.

"Kalau ada do'a (perkataan) seperti itu, maksud do'a tersebut adalah agar orang yang dido'akan panjang umur dan diberkahi hidupnya"

Ini adalah do'a yang baik dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada anak kecil tersebut agar anak tersebut panjang umur dan hidup dalam keberkahan.

Kemudian do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada shahābat yang mulia Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu yang merupakan shahābat Anshār yang cukup lama berkhidmah mendampingi dan melayani keluarga Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mendo'akan Anas bin Mālik:

اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيهِ

"Yā Allāh, perbanyaklah hartanya, anaknya dan berkahilah dia di dalamnya." (Hadīts riwayat Muslim nomor 2481)

Anas bin Mālik betul-betul mendapatkan keberkahan yang luar biasa, sampai-sampai beliau mengatakan bahwasanya beliau adalah orang yang paling banyak harta dan keturunannya dari kalangan Anshār.

Itulah doa-do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada para shahābat radhiyallāhu ta'āla 'anhum ajma'īn, keturunan Beliau maupun anak-anak shahābat yang lainnya.

Kita harus mencontoh Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk mendo'akan putra putri kita secara khusus dan secara umum anak-anak kaum muslimin, agar mereka menjadi anak-anak yang shālih dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikian, semoga yang ringkas ini bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 03 Jumādâ Al-Ūlā 1440 H / 09 Januari 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 09| Larangan Mendo’akan Keburukan Untuk Anak Keturunan Kita
~~~~~~~~~~~~

LARANGAN MENDO'AKAN KEBURUKAN UNTUK ANAK KETURUNAN KITA
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحبِهِ أَجْمَعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَبَعْدُ

Ma'asyiral muslimin wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-9 dari pembahasan kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Pertemuan yang lalu telah kita sampaikan contoh-contoh do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada keturunan-keturunan beliau (Al Hasan dan Al Husain) dan anak-anak shahābat radhiyallāhu ta'āla 'anhu ajma'īn.

Kita dianjurkan mencontoh Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) untuk memperbanyak mendo'akan untuk putra putri agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan hidayah taufīq dan menjadikan anak-anak kita shālih dan shālihat.

Pada kesempatan kali ini, penulis memberikan judul "Larangan mendo'akan keburukan kepada anak keturunan kita".

Kita dilarang mendo'akan keburukan untuk anak keturunan kita atau siapapun karena:

√ Dikhawatirkan do'a buruk tersebut dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

√ Di khawatirkan ketika kita berdo'a yang buruk bertepatan dengan waktu di ijabah do'a (na'ūdzubillāhi min dzālik).

Dan ini tidak diharapkan tentunya, karena akan mengakibatkan penyesalan dan kita akan mendapatkan hasil yang buruk karena kesalahan kita sendiri (mendo'akan kejelekan untuk anak keturunan kita).

Dan di dalam Shahīh Muslim dari hadīts Jābir radhiyallāhu ta'āla 'anhu (hadīts ini cukup panjang) namun penulis meringkas hadīts ini. Disebutkan ada seorang shahābat berkata kepada untanya.

Dia berkata:

شَأْ ! لَعَنَكَ اللَّهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ هَذَا اللاعِنُ بَعِيرَهُ ؟ " قَالَ : أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ : " انْزِلْ عَنْهُ ، فَلا تَصْحَبْنَا بِمَلْعُونٍ ، لا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، وَلا تَدْعُوا عَلَى أَوْلادِكُمْ ، وَلا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ ، لا تُوَافِقُوا مِنَ السَّاعَةِ فَيَسْتَجِيبَ لَكُمْ

"Wahai unta terlaknatlah kamu!"

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

"Siapakah yang telah melaknat untanya?"

Kemudian shahābat tadi mengatakan, "Saya, wahai Rasūlullāh."

Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

"Kalau begitu turunlah kamu dari untamu itu, jangan kamu mengikuti kami (bersama kami) dengan sesuatu yang telah terlaknat."

⇒ Inilah adalah larangan yang keras dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kita tidak diperbolehkan berdo'a sembarangan atau berkata buruk, apalagi dengan sengaja mendo'akan keburukan.

Ketika shahābat ini melaknat untanya, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sangat khawatir, dan Nabi pun telah melarang mendo'akan keburukan untuk diri sendiri, anak-anak, harta kita.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan, "Jangan sampai kalian meminta sesuatu atau berdo'a sesuatu yang jelek di saat waktu-waktu diijabah do'a oleh Allāh (waktu Allāh Subhānahu wa Ta'āla kabulkan do'a tersebut)."

Jadi berbahaya jika kita berkata-kata buruk kepada apapun dan siapapun, terutama kepada anak-anak kita.

Sering kita dapati orang tua ketika dibuat marah atau saat dia emosi kepada anak-anaknya, dia berkata dengan kata-kata yang kurang baik, bahkan mengatakan dengan kata-kata kotor (keji). Dan dia akan menyesali perkataannya ketika dia sudah tidak dalam kondisi marah.

Bagaimana bila saat itu Allāh kabulkan do'a tersebut?

Bagaimana bila do'a  jelek itu, melekat pada anak tersebut?

Tentu penyesalan tidak ada gunanya.

Oleh karena itu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang kita mendo'akan buruk kepada diri sendiri, anak-anak dan harta kita, karena bisa jadi yang kita ucapkan (do'akan) bertepatan dengan waktu do'a diijabah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikian yang ringkas ini, semoga bermanfaat, dan memberikan pelajaran kepada kita.

Hendaknya kita menjaga lisan kita dari kata-kata kotor atau do'a-do'a tidak baik yang akan menjadi penyesalan buat kita nanti.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 29 Jumādâ Al-Ūlā 1440 H / 04 Februari 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 10 | Pengaruh Keshalehan dan Perbuatan Baik Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak (Bagian 01)
~~~~~~~~~~~~

PENGARUH KEBAIKAN DAN PERBUATAN BAIK (KESHĀLIHAN) KEDUA ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK BAGIAN PERTAMA

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحبِهِ أَجْمَعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَبَعْدُ

Ma'asyiral musta'mi'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-10 dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Pertemuan yang lalu telah kita membahas tentang larangan mendo'akan buruk atau jelek kepada anak-anak kita dan ini telah kita jelaskan pada pertemuan yang lalu.

Pada pertemuan kali ini, kita akan membawakan pembahasan penulis yaitu Pengaruh baik keshālihan kedua orang tua dan amalan shālih mereka terhadap pendidikan anak-anak.

Pendengar rahīmakumullāh.

Keshālihan orang tua dan amal shālih mereka berdua memiliki dampak (pengaruh) yang sangat besar terhadap keshālihan anak-anak dan sangat berpengaruh terhadap manfaat kehidupan anak-anak kelak di dunia ketika mereka dewasa bahkan ketika mereka sudah meninggal di akhirat kelak (in syā Allāh).

Sebaliknya para pendengar rahīmakumullāh. Amalan-amalan buruk orang tua (dosa-dosa orang tua atau maksiat yang dilakukan orang tua) memiliki dampak yang sangat buruk (negatif) terhadap pendidikan anak.

Dan tentunya dampak ini muncul (baik dampak positif) akibat dari perbuatan shālih kedua orang tua akan membuat anak menjadi shālih juga, sebaliknya dampak negatif (akibat maksiat orang tua) berdampak buruk pula pada anak.

Ini bisa kita lihat karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyukai dan memberkahi amal-amal shālih dan karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla membalas amal shālih dengan balasan yang baik sebagaimana amalan-amalan buruk (maksiat) Allāh tidak menyukainya dan Allāh akan membalasnya dengan balasan yang buruk juga.

Oleh karena itu jelas dampak atau pengaruh perbuatan orang tua jika itu baik maka akan berakibat baik untuk anak-anaknya. Jika perbuatan orang tua buruk (selalu bermaksiat) maka akan berpengaruh buruk terhadap anak-anaknya.

Oleh karena itu wahai orang tua perbanyaklah amal-amal shālih, maka in syā Allāh dampak positifnya akan dirasakan, akan Allāh berikan kepada anak-anak kita.

Dampak positif bagi anak-anak yang in syā Allāh orang tuanya shālih bisa berupa (misalnya);

√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan menjaganya.
√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan menjamin rejeki anak-anak tersebut dimasa depannya.
√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan membuat mereka senantiasa sehat wal'afiat.

Begitu pun dampak negatif akibat berbuatan orang tua yang suka bermaksiat bisa dirasakan oleh anak-anak mereka (misalnya);

√ Anak menjadi anak yang durhaka.
√ Rejeki anak tersebut susah. 
√ Banyak musibah yang akan menimpa anak-anaknya.
√ Banyak penyakit yang akan diderita oleh anak-anaknya.

Oleh karena itu wahai orang tua, wahai ayah, wahai ibu.

Perbanyaklah beramal shālih, in syā Allāh akan kita rasakan jika kita selaku orang tua beramal shālih, maka dampak positifnya akan kita rasakan.

Dan ini bisa kita lihat dalīlnya di dalam surat Al Kahfi ayat 82. Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

"Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua dan ayahnya seorang yang shālih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya." (QS Al Kahfi: 82)

⇒ Yang perlu digaris bawahi وَكَانَ أَبُوهُمَا bahwanya kedua orang tua mereka adalah orang tua yang shālih.

Dan ini merupakan kisah antara nabi Mūsā dan nabi Khidir 'alayhumassallām (kisahnya bisa dilihat dalam surat Al Kahfi mulai kurang lebih ayat ke-70 sampai ayat ke-82) di situ di antara percakapan antara nabi Mūsā dan nabi Khidir 'alayhumassallām.

Mereka berdua melewati satu perkampungan (negeri) lalu mereka berdua meminta kepada penduduk daerah tersebut jamuan sebagaimana layaknya seorang tamu kepada penduduk negeri tersebut, akan tetapi mereka menolaknya.

Kemudian mereka berdua berjalan dan mereka mendapati dikampung (negeri) tersebut rumah yang hampir roboh temboknya kemudian nabi Khidir 'alayhissallām menegakkan kembali rumah tersebut

Kemudian nabi Mūsā alayhissallām bertanya, "Untuk apa engkau memperbaiki (menegakkan)  rumah yang sudah hampir roboh ini ?"

Lalu nabi Khidir menjawab:

"Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua dan ayahnya seorang yang shālih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu"

Maka perhatikanlah, para pendengar rahīmakumullāh.

Bagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjaga harta anak yatim dan perbendaharaan harta mereka dengan sebab keshalehan kedua orang tua mereka (padahal rumah tersebut sudah hancur akan tetapi harta mereka tetap tersimpan).

Sehingga tidak mungkin kita berprasangka atau mengira bahwasanya bapak mereka orang yang tukang maksiat, karena Allāh menjaga harta dari orang yang shālih (orang yang baik)  sehingga dampak positif dari keshālihan orang tua baik bapak atau ibu dirasakan oleh anak-anak mereka.

Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla terus jaga hartanya sampai anak tersebut dewasa dan menemukan kembali peninggalan harta orang tuanya.

Ini dalīl yang sangat jelas bahwa keshālihan orang tua berdampak positif terhadap anak-anak mereka.

Demikian halaqah yang ke-10 ini, mudah-mudahan bermanfaat, in syā Allāh kita lanjutkan pada halaqah berikutnya yang masih menjelaskan masalah ini.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 30 Jumādâ Al-Ūlā 1440 H / 05 Februari 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 11 | Pengaruh Keshalehan dan Perbuatan Baik Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak (Bagian 02)
~~~~~~~~~~~~

PENGARUH KEBAIKAN DAN PERBUATAN BAIK (KESHĀLIHAN) KEDUA ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK (BAGIAN KEDUA)

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral musta'mi'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan ke-11 dari kitāb: Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, Fiqih tentang Pendidik Anak-anak dan Penjelasan Sebagian Nasehat dari Para Dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh.

Dan kita masih melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang: Pengaruh kebaikan dan perbuatan baik (keshālihan) kedua orang tua terhadap anak.

Kemudian Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh membawakan satu ayat dalam surat An Nissā ayat 9, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

"Dan hendaklah takut (kepada Allāh) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allāh, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (QS An Nissā': 9)

Ayat ini menjelaskan hubungan antara perkataan yang benar (dalam perkara anak-anak yatim) dengan pengaruh ucapan tersebut terhadap keturunan seseorang.

Oleh karena itu kita selaku orang tua (ayah atau ibu), jika kita meninggal lalu khawatir anak keturunan kita tidak ada yang mengurus maka sejak saat ini kita harus beramal shālih, harus bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, harus berkata jujur.

Kesimpulannya, kita harus beramal shālih, menjadi orang yang takut dan bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, supaya kelak anak keturunan kita ketika kita tinggalkan mereka hidup dalam kondisi baik dan dijaga oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karena itu, wahai ayah dan ibu.

Perbaikilah makanan, minuman dan pakaian kita, artinya darimana itu semua kita dapatkan?

Perbaiki, cari dengan cara yang halal, dari mata pencaharian yang syari' (yang halal). Agar ketika kita berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, ketika kita meminta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita betul-betul mengangkat kedua tangan kita dengan tangan dan jiwa yang bersih lagi suci.

Dan ini akan berdampak positif kepada anak-anak kita kelak, sehingga Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan memperbaiki dan menjaga mereka kelak (jika kita beramal shālih).

Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman dalam surat Al Mā'idah ayat 27.

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

"Sesungguhnya Allāh hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa."

Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga bersabda:

الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ! يَا رَبِّ! وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ؟

Seseorang melakukan perjalanan, rambutnya acak-acakan, badannya penuh dengan debu, dia mengangkat kedua tangannya kelangit seraya berdo'a, "Yā Rabb! Yā Rabb," sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia tumbuh dengan barang yang haram, maka bagaimana mungkin permohonanya dikabulkan ?" (Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1015) 

Kita perhatikan! Orang tersebut melakukan empat sebab dikabulkannya do'a:

⑴ Orang tersebut melakukan perjalanan panjang (jauh).
Dalam sebuah hadīts, orang yang safar adalah orang yang mengalami kondisi yang sulit sehingga apabila dia berdo'a maka do'anya mustajab (makbul).

⑵ Orang tersebut dalam kondisi lusuh, kondisi kusut.
Ini juga, sebagaimana dalam Shahīh Muslim, merupakan salah satu sebab dikabulkannya do'a.

⑶ Orang ini menengadahkan kedua tangannya ketika berdo'a.
Mengangkat tangan ketika berdo'a merupakan adab yang dengannya bisa diharapkan dikabulkan do'a tersebut.

⑷ Orang ini memanggil Allāh dengan berkata, "Yā Rabb! Yā Rabb!"
Dan Rabb adalah salah satu nama dari nama-nama Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita perhatikan! Empat sebab dikabulkanya do'a yang dilakukan oleh orang tersebut tidak bermanfaat sama sekali, tidak membuat do'anya dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kenapa?
Karena makanan, minuman, pakaian dan orang tersebut tumbuh (berasal) dengan yang haram, maka bagaimana mungkin do'a tersebut dikabulkan?

Oleh karena itu, wahai ayah dan ibu.

Perhatikan darimana makan, minum, pakaian anda?

Keseharian anda dipenuhi dari mana?

Jika perbuatan kita, na'ūdzubillāhi min dzālik, dari yang haram, hasil dari menzhālimi (kita sering mengghibahi orang, mencaci maki orang), lalu kita berdo'a, apakah mungkin bisa dikabulkan do'a kita sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam telah jelaskan?

Bagaimana mungkin do'a kita dikabulkan oleh Allāh jika kita mendapatkan semuanya dari yang haram?

Ingat, semua itu berdampak kepada anak-anak kita. Jika amalan kita baik, amalan kita shālih maka semua itu akan berdampak positif bagi anak keturunan kita.

Sebaliknya jika kita menjadi orang yang bermaksiat ini pun akan berdampak negatif terhadap anak-anak kita.

Diriwayatkan dari sebagian salaf bahwasanya mereka berkata kepada anak-anak mereka, "Wahai anakku, sungguh aku akan menambahkan shalāt (sunnah) yang aku lakukan untuk kebaikanmu."

Sebagian ulamā menjelaskan, "Maknanya adalah aku akan memperbanyak melakukan shalāt dan memperbanyak berdo'a untukmu di dalam shalāt tersebut."

Demikian pula berbuatan shālih lainnya, misalnya orang tua yang senantiasa membaca Al Qurān atau membaca surat-surat yang khusus seperti surat Al Baqarah, surat Al Mu'awidzatain (An Nās dan Al Falaq) dan yang semisal, maka insyā Allāh para malāikat akan turun kepadanya untuk mendengarkan Al Qurān.

Sebagaimana disebutkan dalam shahīh Muslim:

"Apabila suatu kaum berkumpul di satu rumah dari rumah-rumah Allāh (masjid) lalu mereka membaca Al Qurān dan saling mempelajarinya di antara mereka kecuali akan turun kepada mereka ketenangan. Dan kasih sayang Allāh akan menyelimuti mereka, para malāikat akan menaungi mereka dan Allāhpun akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yang ada di dekat-Nya." (Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2699)

Turun malāikat berarti turun rahmat, turun sakinah. Dan ini sangat berdampak positif bagi anak-anak kita.

Berbeda dengan rumah yang tidak pernah dibacakan Al Qurān di dalamnya, tidak pernah berdzikir kepada Allāh. Maka yang turun adalah syaithān, yang turun adalah keburukan-keburukan.

Sebagian bahkan ada orang tua yang memutar musik, memajang gambar-gambar makhluk bernyawa yang diharamkan, maka ini akan memberikan dampak yang buruk kepada anak-anak mereka.

Itulah lanjutan dari halaqah yang ke-10, in syā Allāh nanti kita lanjutkan lagi pada halaqah berikutnya.

Demikian atas kekurangannya mohon maaf.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 01 Jumādâ Ats-Tsānī 1440 H / 06 Februari 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 12 | Anak Meniru Perbuatan Baik Yang Dilakukan Orang Tua
~~~~~~~
DI ANTARA DAMPAK BAIK AMAL SHĀLIH YANG DILAKUKAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK-ANAK ADALAH BAHWA MEREKA MENIRU PERBUATAN BAIK YANG DILAKUKAN ORANG TUA

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral musta'mi'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-12 dari kitāb: Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, Fiqih tentang Mendidik Anak-anak dan Penjelasan Sebagian Nasehat dari Para Dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Dan pada pertemuan ini kita akan membahas sub judul: "Di antara dampak baik amal shālih yang dilakukan orang tua terhadap pendidikan anak-anak adalah bahwa mereka mengikuti perbuatan baik yang dilakukan orang tua".

Seorang anak yang keseharian melihat orang ayahnya selalu berdzikir, bertahlil, bertahmid dan bertasbih maka dia pun akan mudah untuk mengucapkan:

لاإله إلا الله، سبحان الله، الله اكبر

Akan berdampak positif bagi anak yang melihat tersebut.

Begitu pula seorang anak yang disuruh orang tuanya misalnya untuk memberikan sedekah kepada faqīr miskin pada malam hari secara rahasia, ini akan memberikan dampak positif. Berbeda dengan anak yang disuruh oleh ayahnya misalnya untuk membeli rokok.

Demikian pula seorang anak yang selalu melihat ayahnya berpuasa Senin Kamis, ikut serta dalam shalāt berjama'ah di masjid, jelas akan berbeda dengan seorang anak yang melihat ayahnya berada di tempat maksiat (misalnya) perjudian atau bioskop serta tempat-tempat hiburan lainnya.

Anak yang selalu mendengarkan suara adzan ia akan mengulang-ulang lantunan adzan. Dan anak yang terbiasa mendengarkan lantunan muratal dia akan terbiasa membaca lantunan Al Qurān tersebut bahkan dia akan hapal sejak kecil.

Tapi sebaliknya, na'ūdzubillāhi min dzālik, anak yang terbiasa mendengarkan ayahnya bernyanyi (misalnya) atau memutar lagu lagu, maka anak tersebut akan pintar bernyanyi dan bermain musik kelak.

Jadi lihatlah, dampak dari perbuatan ayah tersebut.

Perbuatan baik maka akan ditiru baik oleh anaknya. Perbuatan kedua orang tua yang buruk maka akan ditiru buruk pula oleh anak-anaknya kelak.

Disebutkan dalam sebuah kitāb yang maknanya, "Apabila seorang ayah senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya dengan berdo'a untuk mereka dan memohonkan ampunan kepada Allāh bagi keduanya, selalu memperhatikan keduanya, memastikan ketenangan untuk keduanya, selalu memenuhi kebutuhan keduanya. Maka si anak pun kelak akan demikian."

Si anak akan mendo'akan kedua orang tuanya dengan mengucapkan:

رَبِّ ارحَمهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

"Yā Allāh, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidikku di waktu kecil."

Berbakti kepada kedua orang tuanya ketika kedua orang tuanya masih hidup. Kelak ketika kedua orang tuanya meninggal dunia dia akan berziarah ke makam kedua orang tuanya. Karena anak akan meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

إن خيراً فخير وإن شراً فشر

"Jika yang dilakukan oleh kedua orang tuanya baik maka yang ditirunya juga baik dan jika yang dilakukan kedua orang tuanya buruk maka yang ditiru anaknya juga buruk."

Anak yang dididik shalāt oleh kedua orang tuanya jelas akan berbeda dengan seorang anak yang biasa diajarkan menonton film, mendengarkan musik atau menonton sepak bola.

Jika seorang anak melihat kedua orang tuanya melakukan shalāt malam, menangis karena takut kepada Allāh dan membaca Al Qurān niscaya dia akan berfikir kenapa ayahku menangis? Kenapa ayahku melakukan shalāt? Kenapa ayahku bangun pada sepertiga malam terakhir lalu mengambil air wudhū'?

Kenapa ayahku meninggalkan tempat tidurnya dengan memilih memohon kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap?

Semua pertanyaan ini akan selalu tertanam di dalam pikiran seorang anak dan selalu memikirkannya yang pada akhirnya si anak dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan meniru apa saja yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

Demikian pula anak perempuan yang melihat ibunya selalu berhijab dan menutup diri dari laki-laki lain. Dia telah dihiasi dengan rasa malu dengan sikap menjaga kehormatan.

Jika ibunya demikian, niscaya anaknya akan belajar menanamkan rasa malu juga, menjaga kehormatan, kebersihan diri dan kesucian jiwa dari ibunya. Insyā Allāh kelak si anak akan menjadi wanita shālihah.

Oleh karena itu, wahai ayah dan ibu.

Bertaqwalah kalian kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan contohkanlah amal-amal shālih yang kita lakukan lillāh (karena Allāh).

Ingatlah dampak positif lainnya. Anak-anak kita akan meniru kita. Jika amal kita shālih maka mereka akan meniru kita. Sebaliknya jika kita beramal buruk maka mereka akan meniru juga.

Oleh karena itu jadilah kita sebagai suri tauladan bagi mereka dengan perangai yang baik dan tabi'at yang mulia.

Sebelum itu semua, jadilah kalian sebagai suri tauladan dengan memegang teguh agama dan rasa cinta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan juga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 11 Rajab 1440 H / 18 Maret 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 13 | Jangan Anda Melarang Sebuah Perbuatan, Sedang Anda Sendiri Melakukannya.
~~~~~~~~~~~~

JANGAN ANDA MELARANG SEBUAH PERBUATAN, SEDANG ANDA SENDIRI MELAKUKANNYA

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَأصحابِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral musta'mi'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-13 dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh.

Dan pada pertemuan ini kita akan membahas sub judul "Janganlah anda melarang sebuah perbuatan, sedangkan anda sendiri melakunya".

Sungguh ini merupakan aib yang sangat besar, jika anda, wahai ayah, wahai ibu, melarang anak-anak anda melakukan perbuatan buruk sementara anda sendiri melakukannya.

√ Anda ingin anak-anak anda berkata jujur.
√ Anda ingin anak-anak anda hidup dalam kejujuran.

Tapi anda sendiri berbohong. Misalnya, kita sering mendapati orang tua yang mengajari anak kecilnya ketika ada tamu datang (mungkin mau menagih hutang atau apa) lalu orang tua itu berpesan kepada anaknya dengan mengatakan:

"Nak, katakan kepada tamu itu kalau ayah dan ibu tidak ada di rumah."

Jika anak diajari berbohong sejak kecil, bagaimana anak tumbuh menjadi anak yang jujur?

Sementara orang tuanya sendiri berbohong dan mengajarkan kebohongan kepada anak-anaknya.

Ingat!

Jangan sampai anda melarang anak-anak anda berakhlaq buruk (bermaksiat), sementara anda sendiri berakhlaq buruk (bermaksiat).

Bagaimana anda melarang anak-anak agar tidak mengeraskan suara dan berkata kasar dan mengajarkan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ

"Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."
(QS Luqman: 19)

Kemudian ketika anda memarahi anak-anak anda di rumah dengan suara keras (teriak-teriak), bahkan anda caci maki anak-anak, bahkan anda mencaci isteri anda di depan anak-anak anda sendiri.

Ini sangatlah tidak pantas!

Bagaimana anda melarang anak-anak anda untuk tidak merokok sementara anda sendiri merokok?

Bagaimana anda menyuruh anak laki-laki anda shalāt berjamā'ah di masjid, sementara anda santai di rumah menonton televisi?

Tentu anak-anak anda akan bertanya-tanya, ada apa dengan ayah saya?

"Kenapa ayah melarang kami merokok sedang ayah sendiri merokok?"

Atau dia akan mengatakan:

"Mengapa ayah menyuruh kami shalāt berjamā'ah di masjid sedang ayah asyik menonton televisi?"

Akhirnya, tidak ada suri tauladan yang bisa ditiru oleh anak-anak anda.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ۞ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allāh jika kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan." (QS Shaff: 2-3)

Nabi Syu'aib alayhissallām memberikan contoh kepada kita (orang tua), beliau berkata: 

وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أُخَالِفَكُمۡ إِلَىٰ مَآ أَنۡهَىٰكُمۡ عَنۡهُۚ إِنۡ أُرِيدُ إِلَّا ٱلۡإِصۡلَٰحَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُۚ

"Aku tidak bermaksud menyalahi kalian terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup." (QS Hūd: 88)

⇒ Itu perkataan Nabi Syu'aib kepada kaumnya.

Juga ada satu hadīts dalam Shahīh Bukhāri yang diriwayatkan oleh shahābat Usamāh bin Zaid radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Beliau mengatakan: Aku mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ، فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ، فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ، فَيَقُولُونَ أَىْ فُلاَنُ، مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ، وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ ". رَوَاهُ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنِ الأَعْمَشِ.

Pada hari kiamat akan di datangkan seseorang, lalu ia dilempar ke dalam Neraka, semua ususnya terburai dan dia berputar bagaikan keledai yang mengitari penggilingan, kemudian semua penghuni Neraka berkumpul kepadanya seraya berkata:
"Wahai fulān, apa yang terjadi denganmu ? Bukankah engkau yang telah memerintahkan kebaikan kepada kami dan melarang kemungkaran dari kami ?"

Orang itu menjawab:
"Dahulu aku memerintahkan kalian untuk melakukan yang ma'ruf, tetapi aku sendiri tidak melakukannya dan aku melarang kalian dari yang munkar, tetapi aku sendiri melakukannya." (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 3267)

Itulah ancaman yang keras dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang orang yang memerintahkan seseorang agar tidak melakukan berbuatan buruk akan tetapi dia sendiri melakukannya.

Jangan sampai kita (na'ūdzu billāhi) wahai orang tua!

√ Kita ingin anak-anak kita baik,
√ Kita ingin anak-anak kita shālih,
√ Kita larang mereka dari berbuat buruk (berbuat maksiat),

Sementara kita sendiri adalah orang yang pertama kali melakukannya di rumah.

Atau,

√ Kita perintahkan mereka untuk shalāt
√ Kita perintahkan mereka untuk taat,
√ Kita perintahkan mereka untuk baik,

Sementara kita sendiri tidak pernah melakukannya.

Jangan sampai kita demikian!

Karena jika kita melakukanya kita akan terancam dengan hadīts di atas dan ini juga akan mendatangkan murka dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Mudah-mudahan yang ringkas ini bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 12 Rajab 1440 H / 19 Maret 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 14 | Pujian Orang Lain Kepada Anak-Anak Karena Kebaikan Yang Dilakukan Orang Tuanya
~~~~~~~~~~~~

PUJIAN ORANG LAIN KEPADA ANAK-ANAK KARENA KEBAIKAN YANG DILAKUKAN ORANG TUANYA
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ والْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحبِهِ أَجْمَعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَبَعْدُ

Ma'asyiral mustami'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-14 dari kitāb  Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Dan pada pertemuan ini kita akan membahas sub judul "Pujian orang lain kepada anak-anak karena kebaikan yang dilakukan orang tuanya".

Amal shālih yang dilakukan kedua orang tua mendatangkan pujian yang baik bagi anak-anak tersebut. Sebaliknya, perbuatan amal buruk yang dilakukan kedua orang tua akan mendatangkan celaan, penghinaan bagi anak-anak tersebut.

Dan semua ini berpengaruh kepada emosional dan perasaan anak-anak.

Maka, wahai ayah, wahai ibu.

Janganlah menjadi penyebab timbulnya penghinaan orang lain terhadap anak-anak anda, karena sebab anda melakukan perbuatan-perbuatan tercela.

Apakah anda ridhā (wahai ayah, wahai ibu) jika orang lain berkata kepada anak-anak anda, "Hai anak maling, bapakmu adalah seorang maling," atau, "Bapakmu seorang pezina," atau, "Ibumu gampang sekali menerima tamu laki-laki," atau, "Ibumu mudah sekali ngobrol dengan laki-laki asing."

Tentu ucapan seperti ini, akan menghancurkan perasaan dan emosional Si Anak.

Beda halnya kalau anak tersebut dipuji orang-orang (masyarakat).

Misalnya, orang-orang  mengatakan:

"Māsyā Allāh, bapakmu itu orang shālih."

"Subhānallāh, bapak mu itu orang yang suka mendamaikan perselisihan."

"Māsyā Allāh, bapak mu adalah tokoh yang baik."

Jika anak sering mendapatkan pujian atau kata-kata yang baik dari orang-orang disekelilingnya, tentunya perasaannya akan baik. Kesadaran, akhlaq baiknya akan muncul.
Demikian pula keinginan untuk berbuat baik juga semakin bertambah.

Sebaliknya jika anak sering dicela karena perbuatan buruk bapak ibunya, maka dia akan merasa hina dan hatinya akan hancur, anak ini tidak akan memiliki kepercayaan diri.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjelaskan, bahwa orang tua berpengaruh sekali kepada anak-anak. Jika orang tua beramal shālih pengaruh positifnya akan dirasakan oleh anak-anak demikian pula sebaliknya.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman tentang Nabi Nūh alayhissallām di dalam surat Al Isrā' ayat 3.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

ذُرِّيَّةَ مَنۡ حَمَلۡنَا مَعَ نُوحٍۚ إِنَّهُۥ كَانَ عَبۡدٗا شَكُورٗا

"(Wahai) keturunan orang yang Kami bawa bersama Nūh. Sesungguhnya dia (Nūh) adalah hamba (Allāh ) yang banyak bersyukur." (QS. Al Isrā': 3)

Maksudnya ayat di atas adalah:

"Wahai keturunan orang-orang beriman yang dibawa oleh kapal bersama Nūh! Kalian bisa naik kapal itu karena bapak-bapak kalian dahulu adalah orang-orang yang beriman."

Karena tidak mungkin dibawa oleh Nabi Nūh alayhissallām kecuali orang-orang yang beriman yang mengikuti ajaran Nabi Nūh alayhissallām.

Oleh karena itu bersyukurlah kalian semua, karena sesungguhnya Nabi Nūh alayhissallām adalah seorang hamba Allāh yang bersyukur dan jadilah kalian seperti bapak-bapak kalian yang shālih juga bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla (beriman).

Di dalam surat lain.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ.....۞

"Wahai Banī Isrāil!......." (QS.  Al Baqarah: 47)

Maksudnya adalah Wahai anak-anak Isrāil (keturunan Nabi Ya'qub alayhissallām).

Di dalam ayat ini Allāh memberikan peringatan bagi keturunan seorang ayah yang shālih sekaligus kakek yang shālih (nenek moyang) di antaranya adalah Nabi Ya'qub alayhissallām.

Hal ini agar mendorong keturunan beliau bersemangat melakukan amalan shālih sebagaimana yang dilakukan oleh nenek moyang mereka (bapak dan kakek mereka).

Kemudian perhatikan juga firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam surat Maryam, dimana orang-orang telah menuduh Maryam berbuat zina, karena Maryam telah melahirkan seorang anak (nabi Īsā alayhissallām) tanpa ayah.

Mereka mengatakan:

يَٰٓأُخۡتَ هَٰرُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ ٱمۡرَأَ سَوۡءٖ وَمَا كَانَتۡ أُمُّكِ بَغِيّٗا

"Wahai saudara perempuan Hārun (Maryam)! Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina." (QS. Maryam: 28)

Maksudnya, kenapa Maryam, kamu sampai memiliki putra tanpa memiliki suami?

Kisahnya ada di dalam surat Maryam mulai ayat 28 dan seterusnya.

Ini semua menunjukkan bahwa pujian manusia kepada anak-anak karena keshālihan orang tua, sebagaimana sebaliknya celaan atau hinaan orang-orang kepada anak-anak karena perbuatan maksiat dan kejelekan orang tua.

Sebagaimana anak yang shālih akan mendapatkan manfaat dengan sebab keshālihan kedua orang tua.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَيۡءٖۚ كُلُّ ٱمۡرِيِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٞ

"Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga) dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya." (QS. Ath Thūr: 21)

Māsyā Allāh.

Anak menjadi baik dengan sebab orang tua yang baik dan sebaliknya anak menjadi buruk (artinya terkena dampak buruk) jika orang tuanya juga buruk.

Demikian halaqah yang ke-14 ini, semoga yang sedikit ini bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 13 Rajab 1440 H / 20 Maret 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 15 | Memilih Istri Yang Shālihah
~~~~~~~~~~~~

MEMILIH ISTERI YANG SHĀLIHAH

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral mustami'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-15 dari kitāb  Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh.

Dan pada pertemuan ini kita akan membahas sub judul "Memilih istri yang shālihah".

Wajib bagi seorang laki-laki yang ingin menikah untuk memilih isteri yang shālihah yang memiliki agama yang baik, karena dia (wanita) adalah calon ibu dari anak-anaknya.

Dari ibunya, seorang anak akan belajar untuk pertama kali dan darinya pula seorang anak akan mengambil (mengkonsumsi) air susu, sehingga terbentuklah akhlaq dan perilakunya.

Ayah pun berperan, akan tetapi yang pertama kali membentuk karakter anak-anak adalah seorang ibu.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَلَأَمَةٞ مُّؤۡمِنَةٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكَةٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ.....

"Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu..... " (QS Al Baqarah: 221)

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga memerintahkan laki-laki yang akan menikah untuk memilih calon isteri yang shālihah.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ؛ تَرِبَتْ يَدَاكَ

"Maka pilihlah seorang wanita yang memiliki agama yang baik, maka engkau akan beruntung."
(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 5090, Muslim nomor 1466)

Selain dia seorang wanita shālihah dan berakhlaq baik, hendaknya pula dia adalah seorang wanita yang berasal dari keluarga yang baik dan shālih (artinya kedua orangnya, saudaranya, kerabatnya dikenal sebagai orang yang baik).

Lihat surat Maryam ayat 28.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

يَٰٓأُخۡتَ هَٰرُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ ٱمۡرَأَ سَوۡءٖ وَمَا كَانَتۡ أُمُّكِ بَغِيّٗا

"Wahai saudara perempuan Hārun (Maryam) ! Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina." (QS. Maryam: 28)

Maksudnya adalah, 'Wahai saudara perempuan Hārun (Maryam), sesungguhnya bapakmu adalah orang mulia lagi shālih, tidak diketahui pernah melakukan perbuatan kejelekan dan tidak pernah melakukan perbuatan keji."

"Begitu pula ibumu, dia adalah wanita shālihah, sama sekali bukan pezina."

"Maka bagaimana bisa engkau membawa bayi ini (tanpa suami tanpa menikah) dan darimana dia datang kepadamu?"

Sekali lagi, anak sangat dipengaruhi oleh ibunya. Anak pertama kali belajar dari ibunya, oleh karena itu ibu yang shālihah sangat berpengaruh positif pada anak-anaknya.

Jika ibunya shālihah:

√ Ibunya bisa mengajarkan Al Qurān.
√ Ibunya bisa mengajarkan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
√ Ibunya  yang mengajarkan akhlaq-akhlaq yang mulia.
√ Ibunya  yang mengajarkan mana yang halal mana yang haram.
√ Ibunya  yang mengajarkan (menceritakan) sirah para Nabi 'alayhimusallam dan orang-orang shālih.

Jika keshālihan agama ini diiringi dengan keutamaan rupa yang baik misalnya wanita itu cantik, maka ini merupakan kebaikan di atas kebaikan. Dan ini berpengaruh baik juga pada keturunan.

Tidakkah anda melihat bahwa Fāthimah putri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam datang kepada Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, jalannya bagaikan jalan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan perilakunya pun seperti perilaku Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan sifatnya seperti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (hadīts shahīh riwayat Bukhāri dan Muslim dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā).

Dan Nabi Yūsuf alayhissallām yang diberi setengah ketampanan dari seluruh ketampanan manusia adalah cucu Sarah. Sarah adalah istri Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām dan beliau termasuk wanita paling cantik.

Di samping mempertimbangkan agama dan kecantikan, mempertimbangkan harta juga tidak dilarang dalam memilih calon isteri, karena harta tersebut biasanya akan kembali kepada anak-anak mereka.

Dan tidak mengapa jika kedudukan menjadi bahan pertimbangan bagi calon ibu karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

"Seorang wanita dinikahi karena empat hal, yaitu hartanya, keturunannya, kecantikan dan agamanya, maka pilihlah agamanya, niscaya kamu akan beruntung." (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri dan Muslim)

Di dalam hadīts ini disebutkan empat hal, yang pertama adalah harta, keturunan, kecantikan dan agama. Jadi jika seorang laki-laki mendapatkan isteri shālihah, lalu cantik, kaya dan berasal dari keluarga yang baik maka ini adalah kebaikan di atas kebaikan (Māsyā Allāh).

Seandainya seorang laki-laki mendapatakan seorang wanita Quraisy yang shālihah, maka sungguh mereka adalah wanita-wanita terbaik. Mereka biasanya memiliki kasih sayang kepada anak dan tanggung jawab kepada para suami yang tidak dimiliki oleh wanita lain.

Sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ ـ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ، وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ  

"Sebaik-baik wanita yang pernah menunggang unta adalah wanita Quraisy yang shālihah. Dia adalah wanita yang paling besar kasih sayangnya kepada anak di waktu kecil dan paling bertanggung jawab kepada suaminya."
(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 5082 dan Muslim nomor 2527)

Demikian pula seorang wanita hendaknya memilih calon bapak untuk anak-anaknya dari laki-laki yang shālih dengan sifat-sifat yang sama sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Kita harus ingat bahwa pasangan adalah teman seumur hidup, maka jadikanlah pasangan kita orang-orang yang betul-betul shālih atau shālihah, karena pasangan yang baik akan membuat hidup kita menjadi baik di dunia maupun diakhirat.

Demikian yang bisa disampaikan, semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 16 Sya’ban 1440 H / 22 April 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 16 | Melindungi Anak Sebelum Kelahirannya
~~~~~~~~~~~~

MELINDUNGI ANAK SEBELUM KELAHIRANNYA

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral musta'mi'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-16 kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Dan pada pertemuan ini kita akan membahas sub judul "Melindungi anak sebelum kelahirannya"

Disyari'atkan, disunnah dan dianjurkan untuk membaca do'a-do'a untuk melindungi buah hati sebelum kedatangannya.

Ketika pertama kali seorang suami bersama dengan sang isteri, disunnahkan bagi seorang suami untuk memegang ubun-ubun isterinya dan membaca do'a yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ " إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَ

Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak maka hendaknya dia mendo'akan, "Yā Allāh, sesungguhnya aku mohon kebaikannya kepada-Mu dan kebaikan tabi'at yang Engkau tetapkan atasnya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan tabi'at yang Engkau tetapkan atasnya". (Hadīts hasan riwayat Abū Dāwūd nomor 2160)

Sedangkan di waktu hendak berjimā' dianjurkan bagi seorang suami untuk membaca do'a:

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

"Dengan menyebut Nama Allāh, Yā Allāh jauhkanlah kami dari gangguan syaithān dan jauhkanlah syaithān dari apa (keturunan) yang Engkau karuniakan kepada kami."

Hal ini sebagaimana diriwayatkan di dalam sebuah hadīts shahīh dari Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَمَا لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ يَقُولُ حِينَ يَأْتِي أَهْلَهُ بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، ثُمَّ قُدِّرَ بَيْنَهُمَا فِي ذَلِكَ، أَوْ قُضِيَ وَلَدٌ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا "

"Jika salah seorang di antara kalian mendatangi isterinya dan membaca,'Dengan menyebut Nama Allāh, Yā Allāh jauhkanlah kami dari gangguan syaithān dan jauhkanlah syaithān dari apa (keturunan) yang Engkau karuniakan kepada kami', kemudian Allāh menetapkan atau mentakdirkan seorang anak di antara keduanya, maka anak tersebut tidak akan dapat dicelakakan oleh syaithān selamanya." (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 5165)

Begitulah petunjuk Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pada seorang suami agar mendo'akan isterinya dan berdo'a sebelum mereka berjimā'

Demikian, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 17 Sya’ban 1440 H / 23 April 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 17 | Apa Yang Dilakukan Ketika Bayi Lahir?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
APA YANG DILAKUKAN KETIKA BAYI LAHIR?

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ والْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحبِهِ أَجْمَعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَبَعْدُ

Ma'asyiral muslimin yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-17 kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Dan pada pertemuan ini kita akan membahas sub judul: "Apa yang dilakukan ketika bayi baru lahir?"

Jadilah kita orang yang ridhā (sebagai hamba Allāh) atas segala karunia yang Allāh berikan kepada kita, baik anak yang dilahirkan itu laki-laki atau perempuan, karena semua yang memberikan adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh lah Yang Maha Memberi Karunia.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَٰثٗا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُورَ۞ أَوۡ يُزَوِّجُهُمۡ ذُكۡرَانٗا وَإِنَٰثٗاۖ وَيَجۡعَلُ مَن يَشَآءُ عَقِيمًاۚ إِنَّهُۥ عَلِيمٞ قَدِيرٞ۞

"Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa." (QS. Asy Syūrā: 49-50)

Kita tidak tahu mana yang baik untuk kita?

Apakah yang baik adalah anak laki-laki atau anak perempuan, atau anak laki-laki dan perempuan atau bahkan Allāh belum mengkaruniakan keturunan untuk kita.

Kita tidak tahu, hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang Maha Mengetahui.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

  ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ لَا تَدۡرُونَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ لَكُمۡ نَفۡعٗاۚ

“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu." (QS. An Nissā': 11)

Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

  وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

"Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allāh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Betapa banyak anak perempuan yang menjadi sebab kebahagiaan kedua orang tuanya dan semua kerabatnya di dunia dan akhirat, dan betapa banyak anak laki-laki yang menjadi sebab kesengsaraan kedua orang tuanya, (na'ūdzubillāhi min dzālik).

Kita lihat contoh!

√ Maryam (ibunda Nabi Īsā alayhissallām) dilahirkan dari keluarga Imrān.

√ Fāthimah (puteri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Lihatlah!

√ Maryam 'alayhāssallām melahirkan seorang nabi yang termasuk keturunan orang-orang shālih.

√ Fāthimah setelah dewasa dan menikah dengan Āli bin Abī Thālib, beliau melahirkan dua orang anak yang menjadi pemimpin para pemuda penghuni Surga.

Pantaskah jika Maryam dan Fāthimah dibandingkan dengan putera Nūh alayhissallām, seorang anak laki-laki yang terus menerus berada di dalam kekāfiran hingga dia mati dalam keadaan kāfir?

Tentu tidak bisa dibandingkan.

Fāthimah puteri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam lebih baik daripada putera nabi Nūh alayhissallām, Fāthimah dan Maryam adalah wanita penghuni Surga.

Sedangkan putera Nabi Nūh alayhissallām, ketika diajak oleh bapaknya (Nabi Nūh alayhissallām) untuk beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla di tetap bertahan di atas kekufurannya dan akhirnya mati (tenggelam) dalam keadaan kufur (na'ūdzubillāhi min dzālik).

Inilah seorang anak yang jika ia hidup, niscaya akan mendorong kedua orang tuanya menjadi sesat lagi kāfir.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَأَمَّا ٱلۡغُلَٰمُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤۡمِنَيۡنِ فَخَشِينَآ أَن يُرۡهِقَهُمَا طُغۡيَٰنٗا وَكُفۡرٗا

"Dan adapun anak muda (kāfir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekāfiran.” (QS. Al Kahfi: 80)

Jadi, tidak selalu anak laki-laki pasti baik dan sebaliknya tidak selalu anak perempuan pasti buruk.

Sungguh, di dalam mendidik dan berbuat baik kepada anak perempuan terdapat pahala yang sangat besar.

Sebagaimana hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dari Āisyah radhiyallāhā ta'āla 'anhu.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

جَاءَتْنِي امْرَأَةٌ وَمَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا فَسَأَلَتْنِي فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا فَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم  " مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَىْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّا

Seorang ibu bersama kedua puterinya datang kepadaku, ia meminta sesuatu kepadaku akan tetapi dia tidak mendapatkan apa-apa di sisiku kecuali satu butir kurma, kemudian aku memberikannya dan dia pun mengambilnya dariku, lalu membaginya kepada kedua puterinya sedangkan dia sama sekali tidak makan. Setelah itu dia berdiri dan keluar bersama puterinya. Lalu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam datang dan aku menceritakan. peristiwa tersebut. Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, "Barangsiapa diberi cobaan dengan anak-anak perempuan, lalu dia memperlakukan mereka dengan baik, maka anak perempuan itu menjadi tameng /tirai yang menghalangi dirinya dari Neraka." (Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2629)

Ini keutamaan anak perempuan yang terkadang dimasyarakat, khususnya zaman dulu masyarakat jāhilīyyah, mereka sangat benci jika memiliki anak perempuan dan bangga jika memilik anak laki-laki.

Di dalam riwayat Muslim hadīts dari Āisyah radhiyallāhā ta'āla 'anhu, dia berkata:

جَاءَتْنِي مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِي كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِي شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِي صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ  " إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ

Seorang ibu miskin datang kepadaku bersama kedua anak perempuannya, lalu aku memberikannya tiga butir kurma. Sang ibu memberikan satu butir untuk masing-masing anaknya, lalu dia mengangkat satu butir kurma kemulutnya, tiba-tiba saja kedua anaknya meminta lagi, kemudian sang ibu membelah kurma yang akan dia makan menjadi dua bagian untuk keduanya. Kejadian ini sangat menakjubkanku sehingga aku menceritakan apa yang ia perbuat kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allāh telah menetapkan Surga baginya karena apa yang telah ia perbuat atau Dia memerdekakannya dari siksa Neraka." (Hārits shahīh riwayat Muslim nomor 2630)

Di dalam Shahīh Muslim pula dari hadīts Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu ia berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ, وَضَمَّ أَصَابِعَهُ

"Siapa saja yang mengurus dua anak perempuan sampai keduanya bāligh, maka dia akan datang pada hari kiamat bersamaku (seperti ini)." Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menggabungkan jari jemarinya. (Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2631)

Ini barangkali yang bisa disampaikan untuk pertemuan ke-17 ini, in syā Allāh kita lanjutkan pada halaqah berikutnya masih berkaitan dengan masalah ini.

Allahu A'lam Bishawāb

Demikian, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 18 Sya’ban 1440 H / 24 April 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 18 | Apa Sikap Kita Ketika Kita Diberikan Keturunan Oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla
~~~~~~~~~~~~
APA SIKAP KITA KETIKA KITA DIBERIKAN KETURUNAN OLEH ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA

Apa sikap kita ketika kita diberikan keturunan oleh Allāh

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral musta'mi'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-18 dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Dan pada pertemuan ini kita masih melanjutkan pembahasan tentang sub judul "Apa sikap kita ketika kita diberikan keturunan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla"

Sikap kita ketika diberi rejeki berupa keturunan oleh Allāh kita harus bersyukur.

Dan tidak selalu anak laki-laki menguntungkan dan tidak selalu anak laki-laki adalah kebanggaan bagi orang tuannya, sebagaimana tidak selalu anak perempuan merupakan kesialan dan kehinaan sebagaimana keyakinan orang-orang jāhilīyyah.

Kita lihat nabi Ibrāhīm alayhissallām, nabi Ibrāhīm alayhissallām adalah seorang nabi yang dikaruniai anak laki-laki dan tidak diriwayatkan bahwa beliau memiliki anak perempuan, sedangkan nabi Lūth alayhissallām adalah seorang nabi yang dikaruniai anak perempuan dan sama sekali tidak memiliki anak laki-laki.

Bahkan beliau berkata:

يَٰقَوۡمِ هَٰٓؤُلَآءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطۡهَرُ لَكُمۡۖ

“Wahai kaumku! Inilah putri-putriku mereka lebih suci bagimu.” (QS. Hūd: 78)

Ini menunjukkan nabi Lūth alayhissallām semua anaknya adalah perempuan.

Lihat juga nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau memiliki anak laki-laki yang meninggal sejak kecil, sedangkan yang hidup sampai dewasa hanyalah anak-anak perempuan.

Ini menunjukkan bahwasanya tidak selalu anak laki-laki pasti dan sebaliknya tidak selalu anak perempuan pasti buruk.

Selanjutnya penulis menuturkan sebuah hadīts yang diriwayatkan Bukhāri dan Muslim dari hadīts Abū Hurairah.

Bahwasanya beliau mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لَم يَتَكَلَّم فِي المهدِ إلَّا ثَلَاثَةٌ

"Tidak ada bayi yang dapat berbicara ketika masih dalam buaian, kecuali tiga bayi saja."

Di dalam hadīts tersebut diungkapkan:

وَبَيْنَا صَبِيٌّ يَرْضَعُ مِنْ أُمِّهِ فَمَرَّ رَجُلٌ رَاكِبٌ عَلَى دَابَّةٍ فَارِهَةٍ وَشَارَةٍ حَسَنَةٍ فَقَالَتْ أُمُّهُ اللَّهُمَّ اجْعَلِ ابْنِي مِثْلَ هَذَا . فَتَرَكَ الثَّدْىَ وَأَقْبَلَ إِلَيْهِ فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْنِي مِثْلَهُ . ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى ثَدْيِهِ فَجَعَلَ يَرْتَضِعُ . قَالَ فَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يَحْكِي ارْتِضَاعَهُ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ فِي فَمِهِ فَجَعَلَ يَمُصُّهَا . قَالَ وَمَرُّوا بِجَارِيَةٍ وَهُمْ يَضْرِبُونَهَا وَيَقُولُونَ زَنَيْتِ سَرَقْتِ . وَهِيَ تَقُولُ حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ . فَقَالَتْ أُمُّهُ اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلِ ابْنِي مِثْلَهَا . فَتَرَكَ الرَّضَاعَ وَنَظَرَ إِلَيْهَا فَقَالَ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِثْلَهَا . فَهُنَاكَ تَرَاجَعَا الْحَدِيثَ فَقَالَتْ حَلْقَى مَرَّ رَجُلٌ حَسَنُ الْهَيْئَةِ فَقُلْتُ اللَّهُمَّ اجْعَلِ ابْنِي مِثْلَهُ . فَقُلْتَ اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْنِي مِثْلَهُ . وَمَرُّوا بِهَذِهِ الأَمَةِ وَهُمْ يَضْرِبُونَهَا وَيَقُولُونَ زَنَيْتِ سَرَقْتِ . فَقُلْتُ اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلِ ابْنِي مِثْلَهَا . فَقُلْتَ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِثْلَهَا قَالَ إِنَّ ذَاكَ الرَّجُلَ كَانَ جَبَّارًا فَقُلْتُ اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْنِي مِثْلَهُ . وَإِنَّ هَذِهِ يَقُولُونَ لَهَا زَنَيْتِ وَلَمْ تَزْنِ وَسَرَقْتِ وَلَمْ تَسْرِقْ فَقُلْتُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِثْلَهَا

"Ketika seorang bayi menyusu dari ibunya, seorang laki-laki dengan memgendarai tunggangan yang kuat dan pakaian yang indah melewatinya, sang ibu berkata, 'Yā Allāh, jadikanlah anakku seperti orang itu'. Lalu anak tersebut berhenti menyusu untuk melihat orang tersebut. Bayi tersebut berkata,'Yā Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti orang itu', lalu dia kembali menyusu.

Aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menceritakan tentang bagaimana sang bayi itu menyusup, sambil menggambarkannya dengan jari telunjuk beliau di mulut, lalu memghisapnya. Beliau bersabda, 'Lalu seorang budak wanita lewat di depan ibu, orang-orang memukulinya dengan berkata, 'Engkau telah berzina, engkau telah mencuri', Budak wanita itu berkata, 'Cukuplah Allāh menjadi penolong bagiku dan Dia sebaik-baik pelindung'.

Sang ibu berkata, 'Yā Allāh, janganlah Engkau jadikan anakku seperti wanita itu'. Lalu bayi itu berhenti dari menyusu dan melihat kepada budak wanita tersebut, lalu sang bayi berkata, 'Yā Allāh, jadikanlah aku seperti orang itu'. Ketika itulah dia berbicara dengan bayi kecilnya, sang ibu berkta keheranan, 'Aduhai, sungguh celaka! Ketika seorang laki-laki lewat dengan penampilannya yang bagus aku berkata, 'Yā Allāh, jadikanlah anakku seperti orang itu' engkau malah berkata, 'Yā Allāh, janganlah Engkau jadikanlah aku seperti orang itu'.

Kemudian ketika orang-orang membawa budak wanita sambil memukulinya seraya berkata, 'Engkau telah berzina, engkau telah mencuri! Dan aku berkata, 'Yā Allāh, janganlah Engkau jadikan anakku seperti orang itu.

Sang bayipun menjawab keheranan ibunya dia berkata, 'Sesungguhnya laki-laki tersebut adalah orang yang sombong sehingga aku berkata, 'Yā Allāh janganlah Engkau jadikan aku seperti orang itu', sedangkan seorang budak wanita, orang-orang berkata kepadanya, 'Engkau telah berzina padahal dia tidak melakukannya, mereka mengatakan, 'Engkau telah mencuri, padahal dia sama sekali tidak mencuri, karena itu aku berkata, 'Yā Allāh jadikan aku seperti orang itu'." (Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2550)

Maka lihatlah selalu orang yang lebih rendah dari kita janganlah kita melihat orang yang lebih tinggi dalam kehidupan dunia.

Kisah ini menjelaskan terkadang apa yang kita lihat tidak seperti kenyataannya, terkadang apa yang kita inginkan tidak seperti apa yang kita harapkan.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

  وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

"Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allāh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

"Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang ada di atas kalian, karena hal itu lebih baik agar kalian tidak menyepelekan nikmat Allāh". (Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2963)

Penulis mengatakan:

Lihatlah nabi Sulaimān alayhissallām dikaruniai anak dengan wujud setengah manusia!

Maha suci Allāh, nabi Sulaimān seorang raja yang dikaruniai Allāh sebuah kerajaan yang tidak akan pernah Dia karuniakan kepada siapapun setelahnya, akan tetapi dia dikaruniai anak dengan wujud setengah manusia!

Lihat nabi Sulaimān!

Jinn dan syaithān ditundukkan untuk nabi Sulaimān, angin yang bertiup keras dan angin yang sepoi-sepoi ditundukkan untuknya sehingga ia bertiup sesuai dengan keinginannya.

Di dalam shahīh Muslim juga disebutkan bahwa isteri beliau berjumlah 90 orang dan beliau sempat bertekad:

"Sungguh, aku akan menggilir 90 isteriku pada malam ini dan masing-masing akan melahirkan satu orang pejuang yang akan berjuang di jalan Allāh."

Lalu shahābatnya berkata, 'Ucapkanlah In syā Allāh!' tetapi beliau tidak mengucapkannya, akhirnya dia menggauli semua isterinya, dan tidak satu orang pun dari mereka yang hamil kecuali satu isteri saja yang melahirkan anak dengan wujud setengah manusia.

“Demi jiwa Muhammad yang berada di tanganNya, seandainya dia mengucapkan, 'In syā Allāh', niscaya mereka semua akan melahirkan para pejuang yang berjuang di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Oleh karena itu bersyukurlah terhadap rejeki berupa keturunan, yang Allāh berikan kepada kita baik itu laki-laki maupun perempuan.

Demikian, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 20 Syawwal 1440 H / 24 Juni 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 19 | Memohon Perlindungan Kepada Allāh Ketika Anak Dilahirkan
~~~~~~~~~~~~
MEMOHON PERLINDUNGAN ALLĀH KETIKA ANAK DILAHIRKAN
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، ولاحول ولا قوة إلا بالله أما بعد

Ma'āsyiral mustami'in para pendengar rahīmakumullāh.

Ini adalah pertemuan kita yang ke-19, dari kitāb  Fiqhu Tarbiyatil Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Kita lanjutkan pembahasan sub judul berikutnya yaitu:

▪ Hendaknya kita membaca do'a perlindungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla ketika anak kita dilahirkan.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam surat Āli Imrān: 36.

فَلَمَّا وَضَعَتۡهَا قَالَتۡ رَبِّ إِنِّي وَضَعۡتُهَآ أُنثَىٰ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ وَلَيۡسَ ٱلذَّكَرُ كَٱلۡأُنثَىٰۖ وَإِنِّي سَمَّيۡتُهَا مَرۡيَمَ وَإِنِّيٓ أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ

Isteri 'Imrān ketika melahirkan Maryam berkata:

"Yā Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.”

Padahal Allāh lebih tahu apa yang dia lahirkan dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.

”Dan aku memberinya nama Maryam dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk." (QS Āli Imrān: 36)

⇒ Ini adalah syar'iat kita, melindungi anak-anak dan keturunan kita dari godaan syaithān yang terkutuk.

Kemudian sub judul berikutnya adalah:

▪ 'Ain (pandangan mata yang jahat) itu benar adanya, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Terkadang seorang anak terkena 'ain yang disebabkan oleh mata orang yang dengki (mungkin karena wajah anak tersebut yang cantik, tampan atau lucu sehingga orang yang melihatnya ada yang hasad kepadanya).

Anda telah berusaha membawa anak tersebut kepada dokter dan telah diperiksa dokter dan telah diberi (resep) obat untuk kesembuhan anak tersebut tetapi tidak berpengaruh.

Karena anak tersebut terkena penyakit yang lain yaitu penyakit 'ain. Dan penyakit 'ain obatnya dengan ruqyah (jampi dengan ayat Al Qurān atau do'a dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Pada suatu ketika, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam datang ke rumah Ja'far dan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) melihat anak-anak Ja'far dalam keadaan lemah, dengan badan yang kurus. Lalu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bertanya kepada istri Ja'far.

Istri Ja'far berkata, "Mereka terkena 'Ain, wahai Rasūlullāh."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata, "Ruqyahlah mereka!" (Hadīts shahīh riwayat Muslim)

Jadi 'ain adalah haq (benar, nyata) dan banyak sekali menimpa anak-anak, sehingga anak-anak perlu dimintakan perlindungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dari penyakit 'ain atau gangguan syaithān.

Salah satu do'a yang diajarkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk melindungi anak-anak kita adalah sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Dimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memohon perlindungan untuk Al Hasan dan Al Husain radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, Beliau berkata:

"Sesungguhnya bapak (nenek moyang) kalian berdua, Ibrāhīm memohon perlindungan (kepada Allāh) untuk kedua anaknya, Ismā'il dan Ishāq."

Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) berkata:

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّة

"Aku berlindung dengan kalimat Allāh yang sempurna dari setiap gangguan syaithān, binatang berbisa dan setiap mata orang yang dengki." (Hadīts riwayat Bukhāri nomor 3371)

Di dalam riwayat lain (Ash Shahīhain) dari hadīts Ummu Salamah radhiyallāhu ta'āla 'anhā disebutkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَأَى فِي بَيْتِهَا جَارِيَةً فِي وَجْهِهَا سَفْعَةٌ فَقَالَ  " اسْتَرْقُوا لَهَا، فَإِنَّ بِهَا النَّظْرَةَ ".

Sesungguhnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam melihat warna hitam pada wajah seorang budak wanita milik Ummu Salamah, kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepadanya (Ummu Salamah):

"Ruqyahlah budak wanita itu, karena dia terkena ‘ain." (Hadīts riwayat Bukhāri nomor 5739 dan Muslim nomor 2197)

⇒ An nadhrah (النظرة) adalah 'ain

Ada juga ulamā yang menafsirkan an Nadhrah (النظرة) adalah gangguan syaithān.

Jadi kita harus meminta perlindungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk anak-anak kita agar mereka terhindar dari gangguan syaithān.

Demikian, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar