Senin, 12 Sya’ban 1441 H / 06 April 2020 M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Ramadhan Bulan Yang Dirindu
〰〰〰〰〰〰〰
RAMADHĀN BULAN YANG DIRINDU
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة، أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.
Tentu kita rindu untuk beribadah pada bulan penuh ampunan, bulan penuh keberkahan, bulan dimana pintu surga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat-rapat. Bulan dimana syaithān-syaithān dibelengu, bulan dimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengobral pahala amal kebaikan.
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.
Bulan ini adalah bulan Sya'bān, bulan ke-8 yang berarti kita akan beranjak ke bulan yang ke-9 yaitu bulan Ramadhān.
Agar rindu kita dengan bulan Ramadhān semakin besar, agar cinta kita kepadanya semakin membara, alangkah baiknya kita dengarkan sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Ibnu Mājah nomor 3925.
Sebuah hadits yang dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.
Thalhah bin Ubaidillāh, salah seorang shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bercerita, ada dua orang laki-laki dari kabilah Baliy. Dimana dua orang laki-laki tersebut mendatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Keduanya saat itu masuk Islām secara bersama-sama. Salah satu dari kedua laki-laki tersebut lebih rajin dari yang lainnya.
Laki-laki pertama ikut perang kemudian dia meninggal dunia dalam peperangan (mati syahīd). Adapun laki-laki kedua masih diberikan kehidupan satu tahun setelah wafatnya laki-laki yang pertama.
Sebelum kita lanjutkan kisahnya, (kita ambil kesimpulan) bahwasanya laki-laki pertama adalah seorang yang rajin dan meninggal dalam keadaan berjihād sehingga dia meninggal dalam keadaan mati syahīd, adapun laki-laki kedua kalah rajin jika dibandingkan dengan laki-laki pertama.
Setelah satu tahun meninggal laki-laki yang pertama, kemudian laki-laki kedua pun meninggal akan tetapi beliau meninggal tidak di medan perang (beliau wafat biasa).
Kemudian Thalhah bin Ubaidah berkata:
Lalu aku melihat keduanya dalam mimpi, ketika itu aku sedang berada dipintu surga dan ada dua laki-laki tersebut, maka keluarlah seseorang dari surga lalu memberikan izin kepada laki-laki kedua (laki-laki yang wafat terakhir) untuk masuk surga.
Kemudian dia keluar lagi dan baru memberikan izin untuk memasuki surga kepada laki-laki yang meninggal pertama (yang mati syahīd).
Lalu dia keluar lagi dan menemuiku (kata Thalhah) dan berkata:
"Kembalilah sekarang, belum saatnya untukmu."
Ketika datang waktu pagi, Thalhah bin Ubaidillāh bercerita kepada orang-orang dan orang-orang pun takjub dan merasa aneh, hingga akhirnya cerita mimpi Thalhah tersebut sampai kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Ketika mimpi tersebut telah disampaikan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka beliaupun bertanya (kepada orang-orang yang takjub):
"Apa yang kalian takjubkan?"
Orang-orangpun menjawab:
"Wahai Rasūlullāh, laki-laki pertama kan dulu yang lebih rajin, bahkan ia mati syahīd, lalu kenapa laki-laki kedua bisa mendahuluinya masuk surga?"
Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertanya kepada mereka:
"Bukankah laki-laki kedua masih hidup satu tahun setelah syahīdnya laki-laki pertama?"
Mereka menjawab: "Iya betul."
Lalu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam melanjutkan pertanyaannya:
"Dan bukankah ia (laki-laki kedua) juga bertemu dengan Ramadhān lalu berpuasa, melakukan ibadah ini dan ibadah itu, masih bisa bersujud selama satu tahun kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla?"
Merekapun menjawab: "Betul, wahai Rasūlullāh.”
Lalu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menambahkan dan menegaskan: "Bahkan jarak antara dua orang itu antara langit dan bumi."
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.
Setelah kita tahu hal ini, kita tahu bahwa seseorang yang masih bisa beribadah kepada Allāh pada bulan Ramadhān memiliki keutamaan yang sangat besar, bisa menaikan derajat hingga jarak antara langit dan bumi.
Setelah kita tahu hal ini, tidakkah kita rindu Ramadhān?
Tidakkah kita ingin bertemu Ramadhān?
Tidakkah kita ingin memperbanyak ibadah pada bulan Ramadhān?
Kalau jawabannya: "Tidak," sungguh itu sangat keterlaluan.
Beruntunglah orang-orang yang bisa beribadah dengan baik pada bulan Ramadhān, sehingga derajatnya naik, hingga jarak antara langit dan bumi.
Yā Allāh sampaikan kami pada bulan Ramadhān dan berikan taufīq dan kemudahan kepada kami untuk beribadah dengan ikhlās dan benar dikala itu.
اللَّهُمَّ سَلِّمْنَا الي رَمَضَانَ ، وَسَلِّمْهُ لَنَا ، وَتَسَلَّمْهُ مِنَّا مُتَقَبّلًا
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله علي نبينا محمد
_________________________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 13 Sya’ban 1441 H / 07 April 2020 M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Sya'ban Bulan Diangkat Amal Ibadah Seseorang
〰〰〰〰〰〰〰
SYA'BĀN BULAN DIANGKAT AMAL IBADAH SESEORANG
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة، أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.
Apa yang dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika memasuki bulan Sya'bān?
Ibunda Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā pernah berkata:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ
"Aku tidak pernah melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhān dan aku juga tidak pernah melihat Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sangat banyak berpuasa kecuali pada bulan Sya'bān saja." (Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 1969 dan Muslim nomor 1156)
Hal ini menunjukan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersemangat untuk berpuasa pada bulan Sya'bān.
Kira-kira, apa sebab yang melatar belakangi semangat Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) untuk berpuasa pada bulan Sya'bān?
Terkait hal ini, Imām An Nassā'i rahimahullāh meriwayatkan sebuah hadīts dari Usamāh bin Zaid, yang mana hadīts ini dihasankan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.
Usamāh bin Zaid pernah bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Beliau berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ
“Wahai Rasūlullāh, aku tidak melihat Engkau (memperbanyak) puasa sebagaimana puasa Anda pada bulan Sya'bān."
Mendengar pertanyaan tersebut, maka Beliaupun (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menjawab:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ
"Itu adalah bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, bulan Sya'bān yang berada di antara bulan Rajab dan Ramadhān."
Inilah jawaban pertama dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, kenapa Beliau memperbanyak puasa pada bulan Sya'bān. Ternyata Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ingin beribadah pada waktu yang orang-orang lalai darinya.
Karena ibadah di kala orang-orang lalai dari peribadahan, merupakan sebuah amalan yang besar, sebagaimana shalāt tahajud, menjadi shalāt yang utama, karena dilakukan ketika orang-orang sedang terlelap dalam tidur dan jarang orang yang beribadah.
Begitu juga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di sini, Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ingin beribadah ketika orang-orang lalai dari peribadahan.
Kemudian sebab yang lain, yang menyebabkan Beliau berpuasa pada bulan Sya'bān adalah sabda Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).
Beliau bersabda:
وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
"Itu adalah bulan diangkatnya amal ibadah kepada Allāh Rabb semesta alam dan aku ingin, ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa."
Inilah alasan kedua Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kenapa Beliau banyak berpuasa pada bulan Sya'bān. Karena beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ingin ketika amal Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) diangkat, Beliau dalam keadaan berpuasa.
Hukum puasa bulan Sya'bān adalah sunnah, sangat baik, bagi orang-orang yang bisa berpuasa dan tidak mengganggu aktifitasnya ketika berpuasa.
Sehingga ia bisa mencontoh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu memperbanyak ibadah puasa pada bulan Sya'bān agar mendapatkan keutamaan amalan di saat banyak orang yang lalai dari beramal.
Juga agar ketika amalannya diangkat, ia dalam keadaan berpuasa.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله علي نبينا محمد
_________________________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 14 Sya’ban 1441 H / 08 April 2020 M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Beramal Tidak Sesuai Syari’at Allāh Subhānahu wa Ta’āla
〰〰〰〰〰〰〰
BERAMAL TIDAK SESUAI SYAR'IAT ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة، أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.
Sate Kambing adalah makanan yang lezat, cocok untuk dibawa sebagai oleh-oleh ketika mengunjungi seorang teman.
Namun, saya pastikan di banyak kondisi, sate kambing tersebut tidak akan disentuh oleh teman kita, ketika ia sedang menderita sakit darah tinggi.
Coba kita renungkan!
Apakah sate itu tidak enak?
Apakah sate itu tidak lezat?
Apakah sate itu tidak bergizi?
Tidak diragukan lagi, sate adalah makanan yang lezat, enak lagi bergizi. Namun teman kita tidak mau memakannya karena ada alasan lain, yaitu darah tinggi yang sedang dideritanya.
Begitu juga amalan ibadah yang tidak Allāh syar'iatkan, yang tidak Allāh tuntunkan.
Mungkin bagi yang mempersembahkan amalan tersebut menyangka:
√ Itu adalah suatu kebaikan.
√ Itu adalah amal shālih
√ Itu adalah ibadah yang mendatangkan pahala
Akan tetapi, ketika Allāh Subhānahu wa Ta'āla memiliki alasan lain untuk menolaknya, tetap amalan itu akan tertolak walaupun baik menurut seorang hamba.
Bahkan ketika seorang berpuasa, pada hari raya, ia tidak mendapatkan pahala, bahkan ia mendapatkan dosa.
Apakah karena puasa bukan ibadah?
Kita katakan, puasa adalah ibadah, namun tidak sesuai syar'iat Allāh Subhānahu wa Ta'āla ketika dilakukan pada hari raya.
Jika puasa saja yang merupakan ibadah, namun ketika tidak sesuai syar'iat dilakukan pada waktu-waktu yang terlarang akan tertolak, bahkan seorang akan mendapatkan dosa.
Apalagi jika ada ibadah yang belum bisa dipastikan itu adalah ibadah. Tentu sangat mungkin untuk ditolak.
Dan terkait orang-orang yang beramal tanpa syar'iat Allāh, Allāh pun berfirman.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
"Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu selain Allāh yang membuatkan syar'iat ibadah dalam agama yang tidak diizinkan Allāh ?" (QS. Asy-Syūrā : 21)
Ini adalah pertanyaan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada kita semua. Apakah kita akan beribadah dengan syar'iat Allāh atau dengan syar'iat makhluk lain.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang beramal ibadah (ingin mendekatkan diri kepada Allāh) namun dengan cara yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak."
Sehingga,
√ Saat Anda ingin beramal.
√ Saat Anda ingin mendekatkan diri kepada Allāh.
√ Saat Anda ingin pahala dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Maka beramal dan beribadahlah berdasarkan perintah dan syar'iat Allāh Subhānahu wa Ta'āla, jangan mengada-ada. Jangan sampai nasib anda seperti seorang yang membawakan sate kepada teman yang sedang menderita darah tinggi.
Satenya enak, lezat dan bergizi, namun tidak disentuh sama sekali oleh temannya.
Dan pada bulan Sya'bān ini ada beberapa amalan yang tidak ada contohnya dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan in syā Allāh akan kita bahas pada pertemuan selanjutnya.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله علي نبينا محمد
_________________________
🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 15 Sya’ban 1441 H / 09 April 2020 M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik | Beberapa Amalan Yang Perlu Dikritik Terkait Nisfu Sya’ban
〰〰〰〰〰〰〰
BEBERAPA AMALAN YANG PERLU DIKRITIK TERKAIT NISFU SYA'BĀN
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة، أما بعد
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.
Semangat kaum muslimin dalam beramal terkadang perlu diacungi jempol, namun kita juga tidak bisa menutup mata untuk mengingatkan beberapa hal yang perlu untuk dikritisi.
Karena dalam amal ibadah kita harus tahu, apakah Allāh menghendaki ibadah tersebut ataukah tidak?
Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.
Sebagaimana pernah kita sampaikan, ada seorang berpuasa namun malah mendapatkan dosa dan tidak mendapatkan pahala sama sekali, sebagaimana puasa saat hari raya 'Iedul Fithri ataupun hari raya 'Iedul Adhā.
Dan ada juga seorang yang shalāt tidak mendapatkan pahala namun mendapatkan dosa, sebagaimana shalāt sunnah mutlaq yang tidak ada alasannya ketika matahari sedang mulai terbit.
Terkait amalan Nisfu Sya'bān yang perlu dikritiki adalah amalan yang berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Ibnu Mājah nomor 1388.
Hadīts tersebut diriwayatkan pula oleh Al Baihaqi dan yang lainnya, namun dari kitāb hadīts yang enam hanya diriwayatkan oleh Imām Ibnu Mājah. Sedangkan Imām Al Bukhāri, Imām Muslim, Imām An Nassā'i, Imām Abū Dāwūd, Imām At Tirmidzī tidak meriwayatkan hadīts tersebut.
Bunyi hadīts tersebut:
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا
Jika suatu malam adalah malam Nishfu Sya'bān, shalātlah pada malam harinya dan berpuasalah di siang harinya.
فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا
Karena Allāh turun ke langit dunia ketika matahari mulai tenggelam.
فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla berkata:
"Tidak adakah yang ingin meminta ampun kepadaku, sehingga akan aku ampuni.
Tidak adakah yang ingin meminta rezeki kepadaku sehingga aku berikan rezeki.
Tidak adakah yang sedang (merasa) diberi cobaan (ujian) tertimpa sakit, sehingga aku beri kesehatan dan keselamatan kepadanya.
Tidakkah ada yang seperti ini dan seperti itu hingga terbit fajar."
Hadīts ini menunjukan ada perintah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk melakukan shalāt malam pada malam Nishfu Sya'bān, dan ada perintah puasa pada siang harinya.
Serta ada keutamaan lain, seperti turunnya Allāh ke langit dunia, dan do'a yang mustajab pada malam tersebut.
Hanya saja, hadīts ini merupakan hadīts yang dhaif, sebagaimana dikatakan dhaif oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Silsilah hadīts dhaifah.
Karena ada rawi yang bernama Abū Sabrah yang bernama asli Abū Bakar bin Muhammad dan rawi tersebut dituduh memalsukan hadīts, sebagaimana dalam kitāb Taqrib Tahdzib karya Ibnu Hajar Al Asqalani, sehingga kita tidak bisa mengamalkan hadīts tersebut.
Namun bagi siapa saja yang sudah biasa beramal baik puasa atau shalāt malam atau membaca Al Qurān atau ibadah yang lainnya pada selain malam Nishfu Sya'bān (malam 15 Sya'bān) maka boleh-boleh saja ia tetap beribadah pada saat itu (jikalau dia sudah memiliki kebiasaan beribadah sebelum atau sesudahnya).
Kemudian di antara amalan yang perlu mendapat perhatian, apakah hal itu termasuk agama ataukah tidak, terkait bulan Sya'bān.
Di antaranya:
⑴ Padusan, yang biasanya dilakukan di akhir bulan Sya'bān menjelang bulan Ramadhān.
Amalan ini tidak ada dasarnya, karena mandi wajib atau mandi besar, kurang lebih sebabnya ada enam.
Seperti: Keluar mani, berhubungan suami istri, suci dari hāidh dan nifās, kemudian saat wafat, kemudian saat seorang masuk Islām (menurut sebagian pendapat) dan mandi ketika hari Jum'at (menurut sebagian pendapat yang lainnya).
Adapun padusan (mandi besar untuk masuk Ramadhān) tidak ada dalam kitāb fiqih sepanjang pengetahuan kami.
⇒ Sehingga tidak boleh diyakini jika tidak padusan, maka puasanya tidak sah atau tidak afdhal.
Ini jelas suatu kesalahan yang berkaitan dengan tradisi padusan.
⑵ Biasanya pada bulan Sya'bān sebagian masyarakat melakukan ziarah kubur, yang tidak dilakukan pada bulan yang lainnya.
Hendaknya jangan berziarah pada bulan Sya'bān saja (jangan dikhususkan pada bulan ini). Silahkan berziarah kapanpun juga tanpa harus menunggu bulan Sya'bān.
Karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
"Aku dahulu telah melarang kalian dari ziarah kubur, adapun sekarang silahkan berziarah."
⇒ Jadi ziarah kubur jangan dikhususkan pada bulan Sya'bān saja.
⑶ Shalāt 100 raka'at dengan membaca surat Al Ikhlās 10 x setiap raka'atnya, ini pun sesuatu yang tidak ada dalīlnya.
⑷ Kegiatan-kegiatan lainnya, yang disangkut-pautkan dengan agama, padahal tidak ada dalīl shahīh yang mendukungnya.
Inilah beberapa hal yang perlu diperhatikan, ketika kita berada di bulan Sya'bān.
Semoga bermanfaat dan semoga Allāh memudahkan kita untuk beramal sesuai dengan hadīts-hadīts yang shahīh.
Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.
وصلى الله علي نبينا محمد
_________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar