Selasa, 16 Oktober 2018

(1) Kitāb Syamail Muhammadiyah

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 7 Muharram 1440 H / 17 September 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamail Muhammadiyah
🔊 Halaqah 01| Muqaddimah
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dicintai oleh Allāh.

Segala puji kita panjatkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla  yang telah mengutus Nabi-Nya dengan petunjuk yang jelas. Dan dengan agama yang benar supaya agama tersebut menghapus dan menyempurnakan syari'at agama yang telah lalu walaupun orang-orang musyrik tidak suka dengan hal itu.

Dan segala puji bagi Allāh yang telah mengutusnya sebagai rahmatan lil ālamīn , sebagai teladan bagi kaum mukminin, sebagaimana firman Allāh:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا  

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasūlullāh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allāh dan (kedatangan) hari kiamat lagi banyak berdzikir mengingat Allāh."
(QS. Al Ahzāb: 21)

Berkata Ibnu Katsīr di dalam Tafsir beliau, bahwa ayat ini adalah pondasi dasar, dan dalīl yang kuat untuk menjadikan Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam
sebagai teladan, uswah hasanah pada setiap ucapan, perbuataan dan akhlak.

Makna ayat ini adalah : "Tidakkah kalian mencontoh Nabi pada sikap-sikapnya?!"

Mencontoh Nabi tidaklah mudah, hal itu sulit, kecuali bagi orang-orang yang mengharapkan pahala dari Allāh dan pertemuan pada hari kiamat lagi seorang yang banyak berdzikir mengingat Allāh, sebagaimana yang Allāh sebutkan dalam ayat.

Ketika kita memahami hal ini, maka kita tidak mungkin bisa untuk merealisasikan firman Allāh untuk mengikuti beliau dalam tindak-tanduk dan sikap yang beliau contohkan kecuali dengan mengetahui sunnah-sunnahnya.

Karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pengertian sunnah adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, baik itu berupa perkataan, perbuatan, izin pelaksanaan, dan  akhlak serta  fisik beliau.

Sehingga mengetahui akan akhlak dan sifat-sifat beliau menjadi suatu hal sangat penting. Dan untuk merealisasikan hal ini, Imām Abū Īsā At Tirmidzī murid Imām Al Bukhāri yang meninggal pada tahun 279 H menulis sebuah kitāb yang berjudul Asy Syamail Al Muhammadiyah.

Asy Syamail memiliki arti "sifat dan akhlak". Sehingga jika kita artikan secara bebas, kitab Asy Syamail Al Muhammadiyah, memiliki makna: Sifat dan Akhlak yang dimiliki Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Kitāb ini merupakan kitāb yang mendapatkan rekomendasi dari beberapa ulamā, diantara adalah Abdurrauf Al Manawiy dan Mula Ali Qari, sebagaimana tertulis dalam buku-buku syarah kitāb ini.

Kitāb ini terbagi menjadi 56 bab yang mengandung 415 hadīts. Pada awalnya beliau akan menyampaikan kepada kita hadīts-hadīts yang berkaitan dengan :

⑴ Ciri-ciri fisik Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tentang tinggi, warna kulit, rambut, wajah dan semisalnya,

⑵ Akan menyebutkan alat atau barang-barang yang Beliau miliki (seperti) pedang Beliau,  bagaimana pakaian Beliau.

⑶ Akan menyebutkan akhlak dan adab yang Beliau miliki.

⑷ Akan menyebutkan bagaimana ibadah Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)

⑸ Dan ditutup tentang hal-hal yang berkaitan dengan mimpi melihat Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)

Ketika kita mempelajari kitāb ini, akan ada banyak manfaat yang bisa kita ambil, diantaranya:

⑴ Kekuatan Imān kepada Rasūl akan semakin kuat dan bertambah, karena tidak ada imān kecuali dengan pengengetahuan, dan setiap kali pengetahuan itu bertambah, imān pun semakin kuat.

Ketika imān dan pengetahuan tentang Beliau telah menguat, maka jalan untuk mengikuti Beliaupun semakin mudah, dengan izin Allāh .

⑵ Dengan mempelajari kitāb ini akan tumbuh rasa cinta kepada Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam. yang mana rasa cinta kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam merupakan suatu kewajiban yang Allāh wajibkan bagi kaum muslimin, dan sebagaimana kata pepatan tak kenal maka tak sayang.

⇒ Tidak mungkin seseorang mencintai orang yang tidak ia kenal.

Dalam hal ini Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bersabda :

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

"Kalian belum dikatakan beriman sampai aku menjadi orang yang lebih ia cintai dari pada orangtua, anak dan manusia semuanya."

Dan seseorang di akhirat nanti akan bersama dengan orang yang ia cintai sebagaimana dalam suatu hadīts :

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

⑶ Dengan mempelajari kitāb ini kita bisa mengikuti petunjuk dan mencontoh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan hal itu merupakan hal yang Allāh wajibkan, bahkan itu adalah konsekuensi dari syahādat kita.

Ketika kita mengatakan :

أشهد أن محمدا عبده رسوله

Dimana Allāh berfirman :

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ  يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ  وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah wahai Muhammad: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allāh, ikutilah aku, niscaya Allāh mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allāh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(QS. Āli-Imrān: 31)

Pada Ayat ini, Allāh jadikan tolak ukur kecintaan kepada Allāh dengan mengikuti Nabi. Siapa yang mengikuti beliau, berarti ia benar-benar mencintai Allāh dan barang siapa yang tidak mengikuti Nabi, maka diragukan kecintaannya kepada Allāh.

⑷ Dengan mempelajari kitāb ini kita akan tahu ciri-ciri fisik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan dengan mengetahui ciri-ciri fisik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam seorang akan tahu, mana mimpi seseorang yang benar-benar bertemu Nabi, dan mana mimpi seseorang yang bertemu syaithān yang mengaku Nabi muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Karena Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pernah menyampaikan:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي

"Siapa yang melihatku dalam mimpi (dengan ciri-ciri yang aku miliki) maka ia benar-benar telah bermimpi melihat ku, karena syaithān tidak bisa menyerupaiku."

Itulah beberapa manfaat ketika kita mempelajari kitāb ini.

Kali ini kita akan masuk pada judul pertama yaitu :

[باب ما جاء] في [خَلْقِ] رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Yaitu bab yang menyebutkan tentang riwayat-riwayat mengenai ciri-ciri fisik Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam

Pada bab ini penulis akan membawakan sekitar lima belas hadīts yang berkaitan dengan sifat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam secara fisik, dari tinggi badan, warna, sampai rambut beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan Allāh telah menganugrahkan kepada Beliau dengan bentuk fisik yang indah, dan sifat yang sempurna, bahkan Syaikh Islām mengatakan dalam kitāb Al Jawab Ash Shahīh : "Dan fisik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam merupakan fisik yang sempurna, dan mengumpulkan berbagai keindahan."

Demikian pertemuan pertama kita kali ini, dan pada pertemuan berikutnya in syā Allāh kita akan membahas tentang hadīts-hadīts yang menyebutkan sifat fisik Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Semoga bermanfaat
_____________________________________________

BimbinganIslam.com
Selasa, 8 Muharram 1440 H / 18 September 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamail Muhammadiyah
🔊 Halaqah 02| Hadits 1
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Pada pertemuan kedua ini, kita akan membaca hadits pertama yang dibawakan oleh Imam At Tirmidzi dalam kitab Asy Syamail Al Muhammadiyyah. Beliau berkata :

حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ بِالطَّوِيلِ [الْبَائِنِ]، وَلَا بِالْقَصِيرِ، [وَلَا بِالْأَبْيَضِ الْأَمْهَقِ، وَلَا بِالْآدَمِ]، وَلَا بِالْجَعْدِ الْقَطَطِ، وَلَا بِالسَّبْطِ، بَعَثَهُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى رَأْسِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، فَأَقَامَ بِمَكَّةَ عَشْرَ سِنِينَ، وَبِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ، وَتَوَفَّاهُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى رَأْسِ سِتِّينَ سَنَةً، وَلَيْسَ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ عِشْرُونَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ»

(Imam At Tirmidzi membawakan hadist ini lengkap dengan jalur periwayatannya hingga Anas bin malik)

Beliau berkata :

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang sosok yang memiliki tinggi ideal. Tidak terlalu tinggi namun juga tidak pendek. Kulit Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak putih murni, juga tidak coklat. Rambutnya tidak keriting juga tidak murni lurus. Allah mengutusnya ketika telah berumur empat puluh tahun. Tinggal di Mekah selama 10 tahun, dan dimadinah juga 10 tahun. Dan Allah wafatkan pada umur enam puluh tahun. Dan uban yang di kepala dan jenggot Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melebihi dua puluh rambut."

Hadist ini merupakan hadist yang disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhari(3548, 5900) dan Muslim (2347).

Dan yang perlu dicatat, bahwa penyebutan tentang ciri-ciri fisik Beliau ini bukan berarti seorang tercela ketika memiliki ciri-ciri fisik yang tidak sama dengan Nabi. Ketika menyebutkan hadist-hadist ini, para shahabat dan ulama ingin menyampaikan kepada umat akan kesempurnaan Beliau.

Beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadist ini :

1. Bahwa Nabi adalah sosok yang memiliki tinggi ideal, tidak terlalu tinggi dan juga tidak pendek, namun lebih dekat kepada ketinggian.

2. Warna kulit beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah putih kemerah-merahan sebagaimana disimpulkan oleh para ulama setelah mengumpulkan lafazh-lafazh hadits yang berkaitan dengan warna kulit Beliau, walaupun pada riwayat lain diibaratkan dengan kata yang berbeda.

3. Rambut Beliau tidak keriting dan tidak juga lurus 100 % namun tengah-tengah diantara keduanya, bergelombang.

4. Bahwa Beliau diutus setelah mencapai umur empat puluh tahun. Jika kita telisik lebih lanjut, bahwa Al Qur’an itu turun kepada Beliau ketika bulan Ramadhan. Dan Beliau dilahirkan pada bulan Rabi’ul Awwal.

Jika demikian, seharusnya saat menjadi nabi, Beliau berumur 39 tahun enam bulan, atau 40 tahun enam bulan karena antara Ramadhan dan Rabi’ul Awwal terpaut enam bulan ?

Dalam mengkompromikan hal ini, sebagian ulama berkata, bahwa Nabi Muhammad telah diangkat menjadi Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, namun belum diturunkan Al Qur’an kepadanya. Wahyu saat itu hanya berupa mimpi yang nyata. Ketika melihat mimpi dimalam harinya, keesokan harinya mimpi itu menjadi kenyataan. Begitu terus selama enam bulan hingga diturunkan wahyu di gua Hira’.

Sehingga tidak salah jikalau dikatakan bahwa Beliau menjadi nabi ketika umur 40 tahun. Karena mimpi merupakan salah satu dari bagian dari kenabian sebagaimana Nabi sampaikan :

رُؤْيَا المُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

“Mimpi seorang mukmin merupakan salah satu dari 46 bagian kenabian,"

5. Dan Beliau tinggal di Mekah selama 10 tahun sebagai seorang rasul, atau sejak beliau berdakwah secara terang-terangan. Karena setelah diangkat menjadi nabi, Beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun. Sehingga setelah menjadi nabi, Beliau berada di Mekkah selama 13 tahun sebagaimana hal tersebut kita ketahui bersama dalam pelajaran-pelajaran sirah rasul.

6. Bahwa Beliau tinggal di Madinah selama 10 tahun, yaitu sejak dari hijrah hingga meninggal.

7. Dan Allah wafatkan Beliau pada umur 60 tahun, dengan anggapan bahwa rawi hadist ini menghilangkan angka pecahannya, karena sebagaimana kita ketahui bersama, Beliau meninggal pada umur 63 tahun.

8. Uban yang ada pada kepala dan janggut Beliau yang mulia tidak banyak, hanya sedikit, kurang lebih hanya dua puluh helai. Bahkan dalam sebagian hadist disebutkan hanya 17 atau 18 helai.

Demikian pertemuan kedua kita kali ini.
_____________________________________________

🌏 BimbinganIslam.com
Rabu, 9 Muharram 1440 H / 19 September 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamail Muhammadiyah
🔊 Halaqah 03| Hadits 2
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Pada pertemuan ketiga ini, kita akan membaca hadits kedua yang dibawakan oleh Imam At Tirmidzi rahimahullāh dalam kitab Asy Syamail Al Muhammadiyyah. Beliau berkata :

حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ الْبَصْرِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَبْعَةً، لَيْسَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالْقَصِيرِ، حَسَنَ الْجِسْمِ، وَكَانَ شَعْرُهُ لَيْسَ بِجَعْدٍ وَلَا سَبْطٍ أَسْمَرَ اللَّوْنِ، إِذَا مَشَى يَتَكَفَّأُ»

(Imam At Tirmidzi membawakan hadist ini lengkap dengan jalur periwayatannya hingga Anas bin malik radhiyallāhu 'anhu)

Anas bin malik radhiyallāhu 'anhu berkata :

“Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang memiliki tinggi ideal, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek, memiliki tubuh yang optimal. Rambut Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak keriting juga tidak lurus. Kulit Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berwarna coklat [putih kemerah-merahan] Jika berjalan relatif condong kedepan karena langkah kaki yang lebar.”

Hadist ini diriwayatkan oleh imam At Tirmidzi dalam Kitab Jami’ beliau dengan nomor 1754, dan Syaikh Al Albani menshahihkan hadist ini.

Dalam hadist ini, ada beberapa faedah yang telah lalu penyebutannya, diantaranya tentang tinggi, rambut, warna kulit beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam. Hanya saja pada hadist ini kulit beliau diibaratkan dengan kata “أسمر” yaitu coklat, namun sebagian ulama mengatakan bahwa kata Asmar juga memiliki arti putih kemerah-merahan.

Adapun pelajaran baru yang bisa kita petik kali ini adalah  :

1. Tinggi rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah ideal tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek sebagaimana hadist yang telah lalu,

2. Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang memiliki tubuh yang ideal.

3. Rambut Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak lurus dan tidak keriting, pertengahan diantara keduanya.

4. Kulit Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berwarna putih kemerahan, karena kata: أسمر  juga dipakai untuk mengibaratkan makna tersebut.

5. Cara berjalan beliau relatif cepat, dengan badan agak condong kedepan, dengan langkah kaki yang cukup lebar.

Demikian pembahasan hadist kedua kali ini, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.
_____________________________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 28 Muharram 1440 H / 08 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 04 | Hadits 3
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Pada pertemuan keempat ini, kita akan membaca hadits ketiga yang dibawakan oleh Imam At Tirmidzi rahimahullāh dalam kitab Asy Syamāil Al Muhammadiyyah. Beliau berkata:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَمِعْتُ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ يَقُولُ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مَرْبُوعًا بَعِيدَ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبَيْنِ، عَظِيمَ الْجُمَّةِ إِلَى شَحْمَةِ أُذُنَيْهِ، عَلَيْهِ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ، مَا رَأَيْتُ شَيْئًا قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهُ»

"(Imam At Tirmidzi rahimahullāh membawakan hadist ini lengkap dengan jalur periwayatannya hingga Al Barak bin ‘Azib radhiyallāhu 'anhu, beliau berkata:)

“Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah seorang yang memiliki tinggi ideal, memiliki dada yang bidang dengan pundak yang saling berjauhan. Sebagaian besar rambut Beliau panjangnya hingga daun telinga. Saat itu Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memakai pakaian dari Yaman yang berwarna merah dan aku tidak pernah melihat apapun yang lebih indah dari pada Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika memakai pakaian tersebut.”

Hadist ini diriwayatkan oleh imam Al Bukhari dengan no 3551 dan Imam Muslim 2337.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari hadist ini adalah :

1. Bahwasannya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah seorang yang memiliki dada yang bidang, dalam hadist diibaratkan dengan kedua bahu yang saling berjauhan.

2. Rambut beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam cukup panjang. Sebagian besar hingga daun telinga dan ada yang sampai dipundak sebagaimana yang terdapat dalam beberapa hadist lainnya.

3. Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memakai pakaian (hullah) yang berwarna merah.

Memakai pakaian yang berwarna merah merupakan salah satu hal yang diperbincangkan oleh para ulama, ada perbedaan pendapat pada permasalahan ini. Dalam Fathul Bari disebutkan hingga 8 pendapat.

Sebagian ulama yang berpendapat bolehnya memakai pakaian berwarna merah berdalil dengan hadist ini. Dan untuk pembahasan lebih detailnya bisa merujuk ke kitab-kitab fiqih yang telah membahas permasalahan ini.

4. Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah seorang yang sangat indah untuk dipandang, melebihi keindahan rembulan dan juga matahari serta pemandangan-pemandangan indah lainnya. Oleh sebab itu perawi memakai kata: “Aku tidak pernah melihat apapun yang lebih indah darinya,” bukan mengatakan: “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih indah darinya.”

Demikian pembahasan hadits yang ketiga kita kali ini, semoga bermanfaat

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت نستغفرك وأتوب إليك
_____________________________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 29 Muharram 1440 H / 09 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamail Muhammadiyah
🔊 Halaqah 05 | Hadits 4
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Pada pertemuan kelima ini, kita akan membaca hadits keempat yang dibawakan oleh Imam At Tirmidzi dalam kitab Asy Syamail Al Muhammadiyyah. Beliau berkata :

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ :«مَا رَأَيْتُ مِنْ ذِي لِمَّةٍ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ أَحْسَنَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ، لَهُ شَعْرٌ يَضْرِبُ مَنْكِبَيْهِ، بَعِيدُ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبَيْنِ، لَمْ يَكُنْ بِالْقَصِيرِ وَلَا بِالطَّوِيلِ»

(Imam At Tirmidzi membawakan hadist ini lengkap dengan jalur periwayatannya hingga Al Barak bin ‘Azib radhiyallāhu 'anhu, beliau berkata:)

“Aku tidak pernah melihat seorang pemilik limmah (rambut yang melebihi daun telinga, baik sampai pundak ataupun tidak) yang lebih indah untuk dipandang dari pada Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam saat memakai (hullah) pakaian berwarna merah. Beliau juga memiliki rambut yang panjangnya hingga pundak, dengan postur tubuh yang tidak terlalu tinggi dan juga tidak pendek.”

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dengan nomer 3549, Muslim 2337, dan Imam At Tirmidzi sendiri dalam Jami’ At Tirmidzi dengan no 1724.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari hadist ini adalah :

1. Bahwasannya Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki rambut yang panjangnnya hingga daun telinga dan Beliau juga memiliki rambut yang panjangnya hingga pundak Beliau  shallallāhu 'alayhi wa sallam.

2. Adapun tentang tinggi, pakaian merah yang beliau kenakan dan juga keindahan saat melihat beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam telah lalu penyebutannya.
_____________________________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 01 Shafar 1440 H / 10 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamail Muhammadiyah
🔊 Halaqah 06 | Hadits 5 Dan 6
〰〰〰〰〰〰〰

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Pada pertemuan keenam ini, kita akan membaca hadits kelima dan keenam yang dibawakan oleh Imam At Tirmidzi dalam kitab Asy Syamail Al Muhammadiyyah. Beliau berkata :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ: حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ هُرْمُزَ، عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: «لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالْقَصِيرِ، شَثْنُ الْكَفَّيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ، ضَخْمُ الرَّأْسِ، ضَخْمُ الْكَرَادِيسِ، طَوِيلُ الْمَسْرُبَةِ، إِذَا مَشَى تَكَفَّأَ تَكَفُّؤًا كَأَنَّمَا يَنْحَطُّ مِنْ صَبَبٍ، لَمْ أَرَ قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ مِثْلَهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» .

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ الْمَسْعُودِيِّ، بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ بِمَعْنَاهُ

(Imam At Tirmidzi membawakan hadist ini lengkap dengan jalur periwayatannya berjumlah dua jalur hingga Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu 'anhu, beliau berkata:)

“Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam bukanlah seorang yang terlalu tinggi namun juga tidak pendek. Kedua kulit telapak tangan dan telapak kaki Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tebal. Kepala serta persendian Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam besar. Rambut yang diantara dada hingga pusar memanjang. Jika berjalan, seakan-akan beliau sedang berjalan menurun. Aku –kata Ali radhiyallāhu 'anhu- tidak pernah melihat orang seperti Beliau sebelum dan sesudahnya."

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi sendiri dalam kitab Jami’ atau Sunan At Tirmidzi dengan nomer 3637 dan beliau berkata tentang kedudukan hadist ini :

هذا حديث حسن صحيح

“Hadist ini hasan shahih.”

Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari hadits yang baru saja kita baca tadi ?

1. Hadits ini memberikan informasi kepada kita bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang kuat.

Dari mana kita ambil kesimpulan tersebut ?

Kesimpulan tersebut bisa kita simpulkan ketika shahabat Ali radhiyallāhu 'anhu menyampaikan bahwa kulit telapak tangan dan telapak kaki Beliau tebal, serta kepala dan persendian Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam yang mulia juga besar. Ini semua menandakan bahwa Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang memiliki tubuh yang kuat.

2. Dari hadits ini, kita juga bisa menyimpulkan, bahwa Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki rambut halus yang memanjang diantara dada hingga pusar beliau yang mulia.

3. Dalam hadits ini kita juga bisa tahu tentang cara berjalan beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam. Disebutkan dalam hadist ketika beliau berjalan, seakan-akan beliau sedang berjalan menurun, langkah kakipun relatif cepat dan lebar, sebagaimana saat sedang berjalan menurun.

4. Dan Beliau merupakan seorang sosok yang tidak akan pernah ada yang menyamainya. Sebagaimana kata Ali radhiyallāhu 'anhu, “Aku tidak pernah melihat seorang seperti Beliau, sebelum dan sesudahnya.”

Dan ini semua karena beliau sangat sempurna, dan sangat sejuk untuk dipandang.

Semoga Allah karuniakan kepada kita rasa cinta kepada Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam, dan bisa mengikuti sunnah-sunnah yang Beliau ajarkan.

Dan semoga dengan kajian ini, jika suatu saat kita bermimpi bertemu Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam kita bisa memastikan bahwa orang yang nampak dalam mimpi kita itu benar-benar rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam, bukan setan yang sedang menyamar.

Wallahu Ta’ala A’lam bish shawab
_____________________________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 27 Shafar 1440 H / 05 November 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 07 | Hadits 7
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-07
〰〰〰〰〰〰〰

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dalam lindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pada pertemuan ketujuh ini, kita akan membaca hadīts ketujuh yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah yang menyebutkan tentang sifat dan ciri-ciri beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Beliau berkata:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ الْبَصْرِيُّ، وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، وَأَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ وَهُوَ ابْنُ أَبِي حَلِيمَةَ، وَالْمَعْنَى وَاحِدٌ، قَالُوا: حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ مَوْلَى غُفْرَةَ قَالَ: حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ مِنْ وَلَدِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: كَانَ عَلِيٌّ إِذَا وَصَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ بِالطَّوِيلِ الْمُمَّغِطِ، وَلَا بِالْقَصِيرِ الْمُتَرَدِّدِ، وَكَانَ رَبْعَةً مِنَ الْقَوْمِ، لَمْ يَكُنْ بِالْجَعْدِ الْقَطَطِ، وَلَا بِالسَّبْطِ، كَانَ جَعْدًا رَجِلًا، وَلَمْ يَكُنْ بِالْمُطَهَّمِ وَلَا بِالْمُكَلْثَمِ، وَكَانَ فِي وَجْهِهِ تَدْوِيرٌ أَبْيَضُ مُشْرَبٌ، أَدْعَجُ الْعَيْنَيْنِ، أَهْدَبُ الْأَشْفَارِ، جَلِيلُ الْمُشَاشِ وَالْكَتَدِ، أَجْرَدُ ذُو مَسْرُبَةٍ، شَثْنُ الْكَفَّيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ، إِذَا مَشَى تَقَلَّعَ كَأَنَّمَا يَنْحَطُّ فِي صَبَبٍ، وَإِذَا الْتَفَتَ الْتَفَتَ مَعًا، بَيْنَ كَتِفَيْهِ خَاتَمُ النُّبُوَّةِ، وَهُوَ خَاتَمُ النَّبِيِّينَ، أَجْوَدُ النَّاسِ صَدْرًا، وَأَصْدَقُ النَّاسِ لَهْجَةً، وَأَلْيَنُهُمْ عَرِيكَةً، وَأَكْرَمُهُمْ عِشْرَةً، مَنْ رَآهُ بَدِيهَةً هَابَهُ، وَمَنْ خَالَطَهُ مَعْرِفَةً أَحَبَّهُ، يَقُولُ نَاعِتُهُ: لَمْ أَرَ قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ مِثْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "

Kemudian Imām At Tirmidzī membawakan penjelasan Al Ashma’i tentang kata-kata asing yang dipakai dalam hadīts ini, akan tetapi kita tidak akan membacakannya dan kami cukupkan dengan terjemahan bahasa Indonesia yang akan kita bawakan karena telah mengandung tafsiran-tafsiran tersebut.

Dalam hadīts ketujuh ini, Imām At Tirmidzī membawakan hadīts yang cukup panjang dengan sanad periwayatannya hingga Āli bin Abī Thālib radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Ketika mensifati Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, Āli radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:

"Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) bukanlah seorang yang sangat tinggi, bukan pula seorang yang sangat pendek. Beliau adalah sosok yang memiliki tinggi ideal.

Rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak keriting tidak pula lurus, tapi tengah tengah di antara keduanya, dengan kata lain rambut beliau sedikit bergelombang.

Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak gemuk, wajah Beliau yang mulia tidak bundar secara total namun juga tidak lancip, tengah-tengah di antara keduanya.

Walaupun begitu wajah Beliau lebih dekat dengan bundar, dengan warna putih kemerahan.

Bola mata Beliau hitam pekat, dengan bulu mata yang cukup panjang.

Persendian Beliau besar, dada bidang, badan Beliau tidak ada bulunya kecuali yang ada di antara dada dan pusar.

Kulit telapak tangan dan telapak kaki Beliau tebal, jika berjalan, seakan akan sedang berjalan menurun.

Jika menoleh kebelakang, seluruh badan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) akan ikut berputar.

Ada tanda atau cap kenabian di punggung Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dan tidak ada nabi setelahnya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang paling bagus dadanya, paling jujur ucapannya, lembut kepribadiannya, Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah seorang shahābat yang sangat baik.

Seorang yang baru melihatnya akan menaruh rasa hormat kepadanya dikarenakan kewibawaan yang Beliau miliki, dan seorang yang telah bergaul lama dengan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pasti akan akan mencintainya.

Jika ada orang yang mensifati Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pasti ia akan berkata: "Aku belum pernah melihat seorang seperti Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sebelum dan sesudahnya".

Hadīts ini diperbincangkan oleh para ulamā dan Syaikh Abdurrazāq Al Badr mengatakan hadīts ini dhaif (lemah).

Bahkan Imām At Tirmidzī sendiri ketika meriwayatkan hadīts ini dalam kitāb Sunan beliau, beliau mengatakan: "Dan hadīts ini jalan periwayatannya terputus tidak bersambung." (Lihat Sunnan At Tirmidzī nomor 3638).

Namun sifat-sifat yang ada dalam hadīts ini didukung oleh hadīts-hadīts lain, sehingga tidak boleh bagi kita mengingkari sifat-sifat yang ada dalam hadīts ini, jika sifat-sifat tersebut telah didukung oleh hadīts-hadīts lain yang hasan atau shahīh .

Adapun pelajaran yang bisa kita ambil dari hadīts ini adalah :

⑴ Tentang tinggi Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) yang ideal, sebagaimana telah berlalu penyebutannya dalam hadīts-hadīts yang lain.

⑵ Tentang rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam), rambut Beliau tidak keriting dan juga tidak lurus 100%, namun rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sedikit bergelombang.

⑶ Tentang badan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) yang tidak gemuk.

⑷ Tentang wajah Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) yang tidak bundar namun juga tidak lancip, mungkin dalam bahasa kita disebut lonjong, Wallāhu A'lam.

⑸ Tentang warna wajah Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam), yang mana warnanya adalah putih kemerahan.

⑹ Tentang mata Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) bahwa bola mata Beliau berwarna hitam pekat, dengan bulu mata yang cukup panjang.

⑺ Badan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) kekar dan kuat, karena persendian Beliau besar, dada bidang, kulit telapak tangan dan telapak kaki tebal.

⑻ Badan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak berambut / berbulu, kecuali yang berada di antara dada dan pusar dan beberapa tempat lainya.

⑼ Tentang cara berjalan Beliau, Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) jika berjalan akan berjalan dengan cepat, tidak malas-malasan, seakan-akan Beliau sedang berjalan menurun.

⑽ Tentang kewibawaan Beliau, dan hal itu ditunjukan saat Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menoleh kebelakang, ketika menoleh kebelakang Beliau tidak hanya menolehkan wajahnya saja, akan tetapi seluruh badan Beliau ikut berputar.

⑾ Tentang tanda kenabian, tanda kenabian Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah daging yang tumbuh dipunggung. (Dan itulah tanda kenabian yang dulu pernah dicari oleh Salman Al Farisi radhiyallāhu ta'āla 'anhu saat hendak masuk Islām).

⑿ Tentang dada Beliau, dada Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sebagaimana kata Āli bin Abī Thālib sangat bagus (dada Beliau bidang).

⒀ Tentang ucapan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam), Beliau adalah seorang yang jujur ucapannya, bahkan Beliau orang yang paling jujur.

Sebelum diangkat menjadi seorang nabi dan rasūl, Beliau mendapatkan gelar Al Amin dan
Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu ta'āla 'anhu dalam sebuah hadīts mensifati Beliau dengan Ash Shadiq Al Masduq (yang benar lagi dibenarkan).

⒁ Jika ada orang yang baru pertama kali melihat Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pasti ia akan segan kepadanya, karena sikap dan penampilan Beliau yang berwibawa, dan jika ada orang telah bersahabat lama dan sangat mengenal Beliau, pasti ia akan mencintainya, dan itu semua karena sikap dan akhlaq Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

⒂ Jika ada seorang yang mensifati Beliau, pasti ia akan mengatakan, "Aku belum pernah melihat seorang seperti beliau sebelum dan sesudahnya."

Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) keluarga dan para shahābatnya. 

Semoga bermanfaat.
________________________________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 28 Shafar 1440 H / 06 November 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 08 | Hadits 8
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dalam bimbingan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada pertemuan kedelapan ini, kita akan membaca hadīts kedelapan yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī dalam kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah.

Beliau berkata :

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا جُمَيْعُ بْنُ عُمَرَ  بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْعِجْلِيُّ إِمْلَاءً عَلَيْنَا مِنْ كِتَابِهِ قَالَ : أَخْبَرَنِي رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ مِنْ وَلَدِ أَبِي هَالَةَ زَوْجِ خَدِيجَةَ، يُكَنَى أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ ابْنٍ لِأَبِي هَالَةَ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ: سَأَلْتُ خَالِي هِنْدَ بْنَ أَبِي هَالَةَ، وَكَانَ وَصَّافًا، عَنْ حِلْيَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا أَشْتَهِي أَنْ يَصِفَ لِي مِنْهَا شَيْئًا أَتَعَلَّقُ بِهِ، فَقَالَ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخْمًا مُفَخَّمًا، يَتَلَأْلَأُ وَجْهُهُ تَلَأْلُؤَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، أَطْوَلُ مِنَ الْمَرْبُوعِ، وَأَقْصَرُ مِنَ الْمُشَذَّبِ، عَظِيمُ الْهَامَةِ، رَجِلُ الشَّعْرِ، إِنِ انْفَرَقَتْ عَقِيقَتُهُ فَرَّقَهَا، وَإِلَّا فَلَا يُجَاوِزُ شَعْرُهُ شَحْمَةَ أُذُنَيْهِ إِذَا هُوَ وَفَّرَهُ، أَزْهَرُ اللَّوْنِ، وَاسِعُ الْجَبِينِ، أَزَجُّ الْحَوَاجِبِ سَوَابِغَ فِي غَيْرِ قَرَنٍ، بَيْنَهُمَا عِرْقٌ يُدِرُّهُ الْغَضَبُ، أَقْنَى الْعِرْنَيْنِ، لَهُ نُورٌ يَعْلُوهُ، يَحْسَبُهُ مَنْ لَمْ يَتَأَمَّلْهُ أَشَمَّ، كَثُّ اللِّحْيَةِ، سَهْلُ الْخدَّيْنِ، ضَلِيعُ الْفَمِ، مُفْلَجُ الْأَسْنَانِ، دَقِيقُ الْمَسْرُبَةِ، كَأَنَّ عُنُقَهُ جِيدُ دُمْيَةٍ فِي صَفَاءِ الْفِضَّةِ، مُعْتَدِلُ الْخَلْقِ، بَادِنٌ مُتَمَاسِكٌ، سَوَاءُ الْبَطْنِ وَالصَّدْرِ، عَرِيضُ الصَّدْرِ، بَعِيدُ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبَيْنِ، ضَخْمُ الْكَرَادِيسِ، أَنْوَرُ الْمُتَجَرَّدِ، مَوْصُولُ مَا بَيْنَ اللَّبَّةِ وَالسُّرَّةِ بِشَعْرٍ يَجْرِي كَالْخَطِّ، عَارِي الثَّدْيَيْنِ وَالْبَطْنِ مِمَّا سِوَى ذَلِكَ، أَشْعَرُ الذِّرَاعَيْنِ وَالْمَنْكِبَيْنِ وَأَعَالِي الصَّدْرِ، طَوِيلُ الزَّنْدَيْنِ، رَحْبُ الرَّاحَةِ، شَثْنُ الْكَفَّيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ، سَائِلُ الْأَطْرَافِ - أَوْ قَالَ: شَائِلُ الْأَطْرَافِ - خَمْصَانُ الْأَخْمَصَيْنِ، مَسِيحُ الْقَدَمَيْنِ، يَنْبُو  عَنْهُمَا الْمَاءُ، إِذَا زَالَ زَالَ قَلِعًا، يَخْطُو تَكَفِّيًا، وَيَمْشِي هَوْنًا، ذَرِيعُ الْمِشْيَةِ، إِذَا مَشَى كَأَنَّمَا يَنْحَطُّ مِنْ صَبَبٍ، وَإِذَا الْتَفَتَ الْتَفَتَ جَمِيعًا، خَافِضُ الطَّرْفِ، نَظَرُهُ إِلَى الْأَرْضِ أَطْوَلُ مِنْ نَظَرِهِ إِلَى السَّمَاءِ، جُلُّ نَظَرِهِ الْمُلَاحَظَةُ، يَسُوقُ أَصْحَابَهُ وَيَبْدَأُ مَنْ لَقِيَ بِالسَّلَامِ "

Imām At Tirmidzī rahimahullāhu ta’ālā membawakan hadīts ini lengkap dengan jalur periwayatannya hingga Hind Ibnu Abū Halah radhiyallāhu ta'āla 'anhu yang mana beliau adalah anak dari Khadījah radhiyallāhu ta'āla 'anhā dan merupakan anak tiri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, dan beliau adalah seorang yang pandai mensifat seseorang.

Beliau berkata :

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang agung, dari sisi penampilan, serta sifatnya-sifatnya, lagi seorang yang sangat dihormati oleh para shahābatnya dan orang-orang yang melihatnya. Wajah Beliau bersinar sebagaimana sinar bulan saat purnama.

Jika dibandingkan dengan orang yang tingginya sedang, maka Beliau lebih tinggi darinya, tapi jika dibandingkan dengan orang yang terlalu tinggi, Beliau berada dibawahnya (artinya)  Beliau tinggi namun tidak terlalu tinggi.

Kepala Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) besar, dengan rambut yang sedikit bergelombang, jika rambut Beliau mungkin untuk dibelah dua dibelakang, Beliau akan membelahnya, namun jika tidak memungkinkan maka Beliau tidak membelahnya, dikarenakan rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sedang pendek tidak melebihi kedua daun telinganya.

Warna kulit Beliau putih kemerahan, dahi Beliau lebar, alis Beliau tipis lagi panjang yang sempurna namun kedua alis tersebut tidak bersambung di tengah-tengahnya, dan di antara keduanya ada daging yang hanya terlihat saat beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) marah.

Hidung Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) panjang, terpancar cahaya dari atasnya. Orang yang tidak memperhatikan Beliau dengan detail akan mengatakan Beliau memiliki hidung yang besar dari atas hingga bawah dengan ukuran yang sama (padahal tidak begitu. Beliau memiliki jenis hidung yang panjang, ujung hidungnya cenderung lancip, dan tengahnya sedikit meninggi, hidung yang baik dan ideal).

Jenggot Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) lebat, kedua pipi Beliau datar tidak menggembung, bibir Beliau besar (yang menandakan akan kefasihan beliau saat berbicara).

Gigi Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) terpisah antara satu dengan yang lainnya (ini menunjukan keindahan pada gigi Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Ada yang bulu lembut di antara dada dan pusar Beliau yang mulia. Leher Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) memiliki tinggi yang ideal seakan-akan berwarna perak yang jernih, dengan perawakan yang bagus, memiliki badan yang berisi, tidak gemuk dan tidak kurus kering.

Dada dan perut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) berada pada satu garis lurus, dada Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) lebar.

Persendian Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) lebar, yang menandakan akan kekuatan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Bagian badan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) yang tidak tertutupi pakaian atau rambut akan terlihat bersinar, antara pusar dan lekukan atas dada terhubung dengan rambut yang halus seperti satu garis.

Namun di atas kedua dada dan perut Beliau tidak ditumbuhi rambut, lengan bawah, bahu dan dada ataslah yang berambut.

Lengan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) panjang, dengan telapak tangan yang lebar, dan kulit telapak tangan serta telapak kaki Beliau tebal, disertai jari tangan yang cukup panjang dengan panjang yang ideal.

Lekukan telapak kaki Beliau tidak terlalu tinggi, sedang-sedang saja, kedua kaki Beliau tidak ada lekukan, jika dituangkan air keatasnya, air tersebut akan mengalir dan tidak meninggalkan sisa.

Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) jika mengangkat kakinya untuk berjalan, Beliau akan  angkat dengan kuat, tanpa rasa malas, dan saat Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menapakkan kakinya, Beliau letakan dengan cepat, namun ketika berjalan Beliau berjalan dengan rendah hati tidak sombong.

Langkah kaki Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) lebar tanpa dipaksa-paksakan, seakan-akan Beliau sedang berjalan menurun.

Jika Beliau ingin melihat kebelakang, Beliau akan memutar seluruh badannya, dan ini menunjukan akan kewibawaan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Beliau biasa menjaga dan menundukan pandanganya, melihat ke bawah (bumi) lebih sering dilakukan dari pada melihat ke langit, dan sebagaian besar pandangan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) bermaksud untuk bertafakur dan bertadabur.

Jika berjalan Beliau berada di belakang para shahābatnya, jika bertemu orang lain, Beliau bersegera untuk mengucapkan salam.

Dalam hadīts ini banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil, dari bagaimana sifat kepala Beliau yang mulia dan hiasan-hiasan di atasnya, tentang rambutnya, bagaimana alisnya, bagaimana bibir Beliau, bagaimana badan, leher, hingga cara berjalan.

Namun hadīts ini terdapat perbincangan di kalangan ulamā tentang keshahīhannya, dan kebanyakan ulamā mengatakan bahwa hadīts ini tidak shahīh, karena disebagian sanad hadīts ini ada orang-orang yang tidak dikenal (majhul) sebagaimana kata Al Mizzi dalam kitāb Tahdzib Al Kamal. Begitu juga  Ibnul Qayyim, ditambah lagi dalam hadīts ini adalah Jumai’ bin Umair yang dihukumi oleh Ibnu Hajar dalam Taqribut Tahdzib nomor 966 sebagai orang yang dhaif lagi berfaham syiah rafidhah.

Sehingga kita hanya membahasnya sampai di sini, dan jika ada pelajaran dalam hadīts ini yang didukung oleh hadīts lain yang shahīh maka kita benarkan.

Namun jika tidak ada hadīts lain yang mendukungnya, untuk sementara kita tidak bisa mengatakan apakah itu benar ataupun salah.

Wallāhu A'lam.
________________________________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 29 Shafar 1440 H / 07 November 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 09 | Hadits 9
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dalam bimbingan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada pertemuan kesembilan ini, kita akan membaca hadīts kesembilan yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī dalam kitab Asy Syamāil Al Muhammadiyyah yang berisi tentang sifat-sifat dan akhlaq-akhlaq yang dimiliki oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam

Beliau (Imām At Tirmidzī) berkata :

حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ سَمُرَةَ يَقُولُ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَلِيعَ الْفَمِ، أَشْكَلَ الْعَيْنِ، مَنْهُوسَ الْعَقِبِ». قَالَ شُعْبَةُ: قُلْتُ لِسِمَاكٍ: مَا ضَلِيعُ الْفَمِ؟ قَالَ: عَظِيمُ الْفَمِ، قُلْتُ: مَا أَشْكَلُ الْعَيْنِ؟ قَالَ: طَوِيلُ شِقِّ الْعَيْنِ، قُلْتُ: مَا مَنْهُوسُ الْعَقِبِ؟ قَالَ: قَلِيلُ لَحْمِ الْعَقِبِ

(Imām At Tirmidzī meriwayatkan hadīts ini lengkap dengan jalur periwayatannya, hingga shahābat Jābir Bin Samurah radhiyallāhu ta'āla 'anhu (saat mensifati Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) beliau berkata :

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah sosok yang memiliki bentuk mulut, relatif besar lagi lebar (maksudnya mulut Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak sempit dan juga tidak kecil).

Pada putih mata Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ada sedikit warna merahnya (dan kata Syaikh Abdurrazāq, sedikit warna merah pada putih mata merupakan sifat yang bagus lagi terpuji), dan daging yang berada pada tumit Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) hanya sedikit dan tidak banyak.

Kemudian Su'bah bertanya kepada Simāk tentang arti kata-kata asing dalam hadīts ini, dan makna serta isi percakapan tersebut telah kami tuangkan dalam terjemahan hadīts yang telah lalu penyebutannya.

Hadīts ini merupakan hadīts yang shahīh diriwayatkan oleh Imām Muslim dalam shahīh beliau nomor 2339  dan Imām At  Tirmidzī dalam kitāb Jami’ atau Sunnan beliau dengan nomor 3646.

Dan Imām Tirmidzī mengatakan :

“هذا حديث حسن صحيح”

Hadīts ini merupakan hadīts hasan shahīh.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari hadīts ini adalah :

⑴ Tentang bagaimana sifat mulut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dan dalam hadīts disebutkan bahwa mulut Beliau yang mulia, cenderung besar, tidak kecil apalagi sempit.

⇒ Dan mulut yang besar lagi lebar merupakan tanda akan kafasihan seseorang dalam berbicara.

⑵ Tentang bola mata beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dalam hadīts disebutkan bahwa pada putih bola mata Beliau ada sedikit warna merah, (dikalangan Arab, mata yang seperti itu merupakan mata yang bagus lagi dipuji)

⑶ Tentang tumit Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dalam hadīts disebutkan bahwa tumit Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak banyak dagingnya, dan itu menunjukan bahwa Beliau tidak gemuk.

Itulah beberapa faedah dan pelajaran yang bisa kita ambil dari hadīts ini, semoga bermanfaat.

Wallāhu A'lam bishshawāb
________________________________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 25 Rabi'ul Awwal 1440 H / 03 Desember 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 10 | Hadits 10
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-10
〰〰〰〰〰〰〰

KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 10 DAN 11

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada pertemuan ke-10 ini, kita akan membaca hadīts kesepuluh dan kesebelas yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī dalam kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah.

Beliau (Imām At Tirmidzī) rahimahullāh berkata :

10 - حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْثَرُ بْنُ الْقَاسِمِ، عَنْ أَشْعَثَ، يَعْنِي ابْنَ سَوَّارٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ   أنه قَالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةٍ إِضْحِيَانٍ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ، فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَيْهِ وَإِلَى الْقَمَرِ، فَلَهُوَ عِنْدِي أَحْسَنُ مِنَ الْقَمَرِ»

Imām At Tirmidzī meriwayatkan hadīts kesepuluh ini lengkap dengan sanadnya. Di antara Imām At Tirmidzī hingga shahābat Jābir bin Samurah radhiyallāhu ta'āla 'anhu ada empat orang.

Jābir Bin Samurah radhiyallāhu ta'āla 'anhu pernah bercerita tentang keindahan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, saat itu beliau membandingkan antara Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan bulan, ternyata keindahan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bisa mengalahkan keindahan bulan.

Beliau radhiyallāhu ta'āla 'anhumā berkata :

"Aku pernah melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pada malam bulan purnama, saat itu Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) sedang memakai baju merah, aku perhatikan keindahan wajah Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dan keindahan bulan. (Setelah aku bandingkan keindahan keduanya), ternyata wajah Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) lebih indah dari pada bulan."

Mari kita bahas lafadz hadīts ini,

"Aku pernah melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pada saat bulan purnama."

Dalam hadīts disebutkan dengan: ليلة اضحيان.

Dijelaskan oleh para ulamā, bahwa maknanya adalah:  ليلة مقمرة , yaitu malam yang terhiasi dengan bulan, baik bulan tersebut masih tipis atau sudah besar.

Ada juga sebagian yang mengatakan bahwa: ليلة اضحيان, merupakan hari kedelapan bulan-bulan hijriyah.

Namun Syaikh Abdurrazāq menjelaskan, bahwa kata tersebut diartikan dengan bulan purnama dalam keadaan bulan saat itu telah sempurna.

Lafadz selanjutnya adalah:

"Saat itu Beliau sedang memakai hullah hamra’ (baju yang berwarna merah)."

Sebagaimana telah kita bahas pada pertemuan yang terdahulu, bahwa hukum menggunakan pakaian berwarna merah ada khilāf di antara ulamā. Dan Syaikh Abdurrazāq dalam syarah beliau terhadap kitāb As Syamāil, (kitāb yang kita pelajari ini), beliau mengatakan:

"Yang terlarang adalah baju yang berwarna merah polos, adapun kalau ada garis putih atau hitam atau yang lainnya  dalam baju tersebut maka diperbolehkan memakainya."

Lafadz selanjutnya adalah:

"Ternyata wajah Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) lebih indah dari pada bulan."

Maksudnya adalah setelah dibandingkan oleh Jābir bin Samurah, antara Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang sedang memakai baju merah dengan bulan yang saat itu sedang sempurna (purnama) ternyata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lebih indah untuk dipandang dari pada rembulan yang sedang purnama.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari hadīts ini adalah:

⑴ Tentang wajah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, yang mana wajah Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) lebih indah untuk dipandang dan dinikmati dari pada keindahan bulan purnama.

Hadīts ini merupakan hadīts yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī dalam kitāb Sunnan beliau dengan nomor 2811, Akan tetapi hadīts ini ada kelemahan di dalamnya, karena di dalamnya ada seorang rawi yang bernama Asy'asy ibnu Sawwār ( أَشْعَثَ ابْنَ سَوَّارٍ), dhaif.

Ibnu Hajar berkata :

"Beliau (Asy'asy ibnu Sawwār) adalah seorang hakim di kota Ahwaz, dalam ilmu hadīts beliau dhaif."

Sehingga hadīts ini dhaif, akan tetapi datang hadīts yang mendukungnya, sebagaimana dibawakan oleh Imām At Tirmidzī dengan nomor 11, tepat setelah hadīts ini.

Dan hadīts tersebut juga diriwayatkan oleh Imām Al Bukhāri dengan nomor 3552, sehingga hadīts nomor 10 (hadīts yang sedang kita bahas ini) derajatnya menguat.

Dan kita bisa memahami dan meyakini bahwasanya wajah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lebih indah dari pada bulan saat purnama. 

Adapun hadīts kesebelas yang menguatkan makna hadīts kesepuluh ini adalah sebagai berikut:

Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam kitāb As Syamāil berkata :

11 - حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ، قَالَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الرُّؤَاسِيُّ، عَنْ زُهَيْرٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ: أَكَانَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ السَّيْفِ؟ قَالَ: «لَا، بَلْ مِثْلَ الْقَمَرِ»

Seorang laki-laki pernah bertaya kepada Al Bara’ bin Āzib radhiyallāhu ta'āla 'anhumā:

"Apakah wajah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam seperti pedang?"

Maksud penanya ada dua kemungkina:

(1) Seperti pedang dalam keindahan dan kilauannya atau

(2) Seperti pedang dalam dalam panjangnya. 

Beliau (Al Bara’ bin Āzib radhiyallāhu ta'āla 'anhumā) menjawab :

"Tidak, Beliau seperti bulan (dalam pancaran sinar dan bentuknya)."

⇒ Maksudnya bahwa pancaran sinar wajah Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak seperti pedang, namun seperti bulan dan bentuk wajah Beliau juga bukan memanjang seperti pedang akan tetapi seperti bulan.  Namun sebagaimana kata para ulamā, tidak bundar seratus persen.

Semoga pertemuan kali ini membawa manfaat dan bisa membuat kita semakin terbayang dengan wajah yang lebih indah dari pada bulan saat purnama dan semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kesempatan kepada kita untuk melihat dan bisa berkumpul bersama Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) di akhirat kelak. Āmīn

Wallāhu A'lam bishawāb
_________________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 26 Rabi'ul Awwal 1440 H / 04 Desember 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 11 | Hadits 12
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS  yang semoga selalu dalam rahmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada pertemuan ke-11 ini, kita akan membaca hadīts ke-12 yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah.

Beliau (rahimahullāh) berkata :

12 - حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الْمَصَاحِفِيُّ سُلَيْمَانُ بْنُ سَلْمٍ قَالَ: حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ أَبِي الْأَخْضَرِ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أنه قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْيَضَ كَأَنَّمَا صِيغَ مِنْ فِضَّةٍ، رَجِلَ الشَّعْرِ»

Imām At Tirmidzī rahimahullāh membawakan hadīts ini lengkap dengan sanadnya hingga Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Beliau berkata :

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki kulit yang berwarna putih, seakan-akan tercipta dari perak, dengan rambut bergelombang."

Lafazh  hadīts,

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki kulit yang berwarna putih."

⇒ Maksudnya, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kulitnya berwarna putih, akan tetapi sebagaimana telah kita ketahui bersama dalam telah berlalu penjelasannya (pada hadīts-hadīts yang lalu) bahwasanya warna kulit yang Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) miliki adalah putih dengan sedikit warna merah.

Kemudian lafazh:

"Seakan-akan tercipta dari perak."

⇒ Maksudnya, seakan-akan wajah dan kulit Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memancarkan cahaya dan kilauan sebagaimana perak.

Lafazh selanjutnya:

"Dengan rambut bergelombang."

⇒ Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa rambut Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam pertengahan diantara lurus dan keriting, namun lurus lebih dominan, sehingga sering kita artikan dengan bergelombang.

Pelajaran pada hadīts ke-12 ini adalah tentang keindahan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu saat dipandang, terpancarkan dari wajah dan kulit Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam cahaya dan gemerlap, seperti perak.

Dalam hadīts ini juga, kita diingatkan tentang jenis rambut beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam, yang mana rambut beliau adalah rambut yang pertengahan dan dalam bahasa kita bisa disebut bergelombang.

Hadīts ini merupakan hadīts yang shahīh, Syaikh Albāniy memasukannya dalam kitāb Silsilah Al Ahādits Ash Shahīhah dengan nomor 2053.

Walaupun dalam sanad hadīts ini adalah seorang rawi yang bernama Shālih bin Abi Al Akhdzar, yang dikatakan oleh Al Hafīzh dalam taqrib At Tahdzib dengan nomor 2844 bahwa hadīts ini dhaif, namun riwayatnya masih dianggap dan bisa dikuatkan dengan riwayat-riwayat lainnya.

Itulah penjelasan hadīts ke-12 ini. Semoga bermanfaat dan semoga kita semakin bisa menggambarkan bagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam benak kita. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Beliau.

Wallāhu A'lam bishawāb
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 27 Rabi'ul Awwal 1440 H / 05 Desember 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 12 | Hadits 13
〰〰〰〰〰〰〰
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada pertemuan ke-12 ini, kita akan membaca hadīts ke-13 yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah.

Kitāb ini akan menerangkan tentang kemiripan yang ada pada diri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan tentang kemiripan yang ada pada diri para nabi dengan umat Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Beliau rahimahullāh berkata :

13 - حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «عُرِضَ عَلَيَّ الْأَنْبِيَاءُ، فَإِذَا مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ ضَرْبٌ مِنَ الرِّجَالِ، كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ، وَرَأَيْتُ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَإِذَا أَقْرَبُ مَنْ رَأَيْتُ بِهِ شَبَهًا عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ، وَرَأَيْتُ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَإِذَا أَقْرَبُ مَنْ رَأَيْتُ بِهِ شَبَهًا صَاحِبُكُمْ، يَعْنِي نَفْسَهُ، وَرَأَيْتُ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَإِذَا أَقْرَبُ مَنْ رَأَيْتُ بِهِ شَبَهًا دِحْيَةُ»

Al Imām At Tirmidzī membawakan hadīts ini lengkap dengan jalur periwayatannya, hingga shahābat Jābir bin Abdillāh radhiyallāhu ta'āla 'anhumā. 

Bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bercerita :

"Para nabi pernah ditampakan kepadaku, ternyata Nabi Mūsā alayhissallām merupakan seorang nabi yang memiliki fisik pertengahan dari kaum lelaki, fisik beliau seperti seorang yang berasal dari qabilah Syanūah.

Aku juga melihat Īsā Ibnu Maryam alayhissallām, jika dilihat kemiripannya dengan orang yang pernah aku lihat, maka beliau alayhissallām seperti 'Urwah Bin Mas'ūd radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Aku juga melihat Nabi Ibrāhīm alayhissallām dan ternyata orang yang paling mirip dengan beliau adalah shahābat kalian sendiri (Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memaksudkan dirinya sendiri).

Dan aku juga melihat Jibrīl alayhissallām dan orang yang kulihat mirip dengan Jibrīl adalah Dihyah."

Lafalzh hadīts:

"Para nabi pernah ditampakan kepadaku."

Perkataan Beliau ini memiliki dua kemungkinan, yaitu:

⑴ Ditampakan dalam mimpi Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⑵ Ditampakan kepada Beliau saat Isrā' dan Mi'rāj.

Lafazh selanjutnya:

"Ternyata Nabi Mūsā alayhissallām merupakan seorang nabi yang memiliki fisik pertengahan di antara kaum laki-laki."

⇒ Maksudnya pertengahan adalah baik tingginya atau bentuk badannya, semoga keselamatan atas beliau alayhissallām.

Lafazh selanjutnya:

"Fisik beliau alayhissallām seperti sorang yang berasal dari qabilah Syanūah."

⇒ Maksudnya nabi Mūsā alayhissallām seakan-akan seorang yang berasal dari qabilah Syanūah.

Qabilah Syanūah merupakan sebuah qabilah yang dikenal pada masa itu berasal dari negeri Yaman. Dan orang-orang yang berasal dari qabilah tersebut terkenal dengan kekuatan, tubuh yang ideal dan badan yang tegap.

Lafazh selanjutnya:

"Aku juga melihat Īsā Ibnu Maryam alayhissallām, jika dilihat kemiripannya dengan orang yang pernah aku lihat, maka beliau alayhissallām seperti 'Urwah Bin Mas'ūd radhiyallāhu ta'āla 'anhu."

⇒ Maksudnya jika kemiripan Nabi Īsā alayhissallām dibandingkan dengan salah seorang shahābatnya maka ia seperti 'Urwah bin Mas'ūd radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Lafazh selanjutnya:

"Aku juga melihat nabi Ibrāhīm alayhissallām, dan ternyata orang yang paling mirip dengan beliau adalah shahābat kalian sendiri (Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memaksudkan dirinya sendiri)."

⇒ Maksudnya adalah Nabi Ibrāhīm alayhissallām merupakan seorang nabi yang mirip dengan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Lafazh selanjutnya:

"Dan aku juga melihat Jibrīl alayhissallām dan orang yang kulihat mirip dengan Jibrīl alayhissallām adalah Dihyah."

⇒ Maksudnya Dihyah Al Kalbi, dan pada masa itu Dihyah Al Kalbi sangat terkenal dengan ketampanannya.

Dahulu jika Jibrīl mendatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam bentuk manusia, ia datang dalam bentuk Dihyah Al Kalbi radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Derajat hadīts:

Hadīts ini merupakan hadīts yang shahīh karena Imām Muslim juga meriwayatkan hadīts yang sama dengan nomor 167 dan Imām At Tirmidzī juga mencantumkan hadīts ini dalam kitāb Sunnan atau Jāmi' beliau dengan nomor 3649 dengan jalur yang sama dengan salah satu jalur yang dimilillki oleh Imām Muslim.

Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari hadīts ini?

⑴ Pada hadīts ini, kita bisa menyimpulkan, bahwa di antara manusia, ada yang diciptakan mirip antara satu dan yang lainnya. Dan hal itu merupakan sesuatu yang diketahui oleh banyak orang.

Bahkan pada masa ini, cukup banyak orang-orang yang memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya.

⑵ Hadīts ini juga memberikan pelajaran, bahwa Nabi Ibrāhīm alayhissallām merupakan seorang nabi yang mirip dengan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Sehingga jika kita memahami dan mengerti ciri-ciri dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, seakan-akan kita juga memahami ciri-ciri Nabi Ibrāhīm alayhissallām.

Demikian pembahasan hadīts ke-13 kali ini, semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam bishawāb.
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 23 Rabi’ul Akhir 1440 H / 31 Desember 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 13 | Hadits 14
〰〰〰〰〰〰〰

KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 14

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada pertemuan ke-13 ini, kita akan membaca hadīts ke-14 yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah.

Beliau berkata :

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، الْمَعْنَى وَاحِدٌ، قَالَا: أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ سَعِيدٍ الْجُرَيْرِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الطُّفَيْلِ يَقُولُ: «رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا بَقِيَ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ أَحَدٌ رَآهُ غَيْرِي» ، قُلْتُ: صِفْهُ لِي، قَالَ: «كَانَ أَبْيَضَ مَلِيحًا مُقَصَّدًا»

Imām At Tirmidzī rahimahullāh membawakan hadīts keempatbelas dari shahābat Abū Thufail radhiyallāhu ta'āla 'anhu (shahābat yang paling terakhir meninggal) lengkap dengan sanad periwayatannya.

Abū Thufail radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:

"Aku adalah seorang yang berkesempatan melihat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.  Di atas muka bumi ini, tidak ada lagi orang yang pernah melihat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam yang masih hidup kecuali aku saja."

Said Al Jurairi bertanya kepada Abū Thufail:

"Tolong gambarkan sosok Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada ku!"

Abū Thufail radhiyallāhu ta'āla 'anhu menjawab :

"Beliau adalah seorang yang berkulit putih, tampan, dan ideal."

(Hadīts shahīh riwayatkan Imām Muslim nomor 2340)

Pembahasan lafazh hadīts:

⑴ Beliau adalah seorang yang berkulit putih.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Nabi kita, Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki kulit yang putih, akan tetapi ada sedikit warna merah pada kulit Beliau. Sebagian ulamā mengibaratkan dalam bahasa arab: بياض مشرب بالحمرة (putih yang ada warna merahnya).

⑵ Tampan.

Kata "malīhan" (مليحا) dalam hadīts ini saya artikan tampan, karena Syaikh Abdurrazāq ketika menerangkan lafazh ini beliau  mengatakan:

الجمال والحسن في هيئته وصفته وبشرته

"Tampan dan indah baik dari penampilan, sifat sampai kulit Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam."

⑶ Ideal.

Kata "muqashadan" (مقصدا) saya artikan dengan ideal, karena makna kata tersebut lebih dekat kepada makna ideal.

Jika dilihat dari sisi ketinggian, maka ketinggian Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) merupakan ketinggian yang ideal, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, namun pertengahan, di antara keduanya. Dan lebih dekat kepada ketinggian.

Kemudian dari sisi warna kulitnya, Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam juga ideal, tidak putih murni juga tidak hitam atau coklat, akan tetapi kulit Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berwarna putih yang bercampur dengan sedikit warna merah.

Kemudian dari sisi rambut, Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berambut ideal, tidak keriting dan juga tidak lurus 100%, akan tetapi rambut Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam lurus dengan sedikit bergelombang.

Dari sisi bentuk badan, Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam pun ideal, tidak kurus juga tidak gemuk. (Wallāhu A'lam)

Kemudian ada sedikit pelajaran tentang perkataan Abū Thufail radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Beliau radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:

"Tidak ada lagi shahābat yang pernah melihat beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam, yang saat ini masih hidup, kecuali aku saja."

Perkataan beliau ini, merupakan isyarat bahwa tidak ada orang yang pernah melihat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam keadaan hidup sekarang kecuali beliau sendiri.

Dan ini membantah beberapa orang yang mengatakan bahwa Nabi Khidir 'alayhissallām masih hidup, bahkan ada sebagian pendapat yang mengatakan, bahwa orang yang akan dibunuh oleh Dajjāl dengan digergaji kemudian dihidupkan lagi adalah Nabi Khidir 'alayhissallām.

Padahal Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bersabda :

أَرَأَيْتَكُمْ لَيْلَتَكُمْ هَذِهِ، فَإِنَّ رَأْسَ مِائَةٍ، لاَ يَبْقَى مِمَّنْ هُوَ اليَوْمَ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ أَحَدٌ

"Apa pendapat kalian tentang malam ini ? nanti seratus tahun lagi, orang-orang yang sekarang hidup, tidak akan tersisa lagi (semuanya akan mati)."

(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 601 dan Muslim nomor 2537)

⇒ Maksudnya adalah orang-orang yang hidup di saat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan itu, akan mati maksimal seratus tahun lagi.

Adapun orang-orang yang terlahir setelah beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan itu, tidak termasuk dalam hadīts ini.

Demikian pembahasan kali ini, semoga bermanfaat, dan bisa diambil pelajaran.

Wallāhu A’lam
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 24 Rabi’ul Awwal 1440 H / 01 Januari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 14 | Hadits 15
〰〰〰〰〰〰〰

KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 15

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Tidak terasa kita telah memasuki pertemuan yang ke-14, dari kitāb yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah.

Pada kesempatan kali ini kita akan membaca hadīts terakhir (hadīts nomor 15) dari pembahasan tentang sifat-sifat fisik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Hadīts kelima belas ini akan menyampaikan kepada kita bagaimana sifat gigi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang mulia serta keindahan yang bisa dinikmati oleh seorang yang melihatnya, saat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berbicara.

Beliau (rahimahullāh) berkata :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ الزُّهْرِيُّ قَالَ: حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ابْنُ أَخِي مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ، عَنْ كُرَيْبٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَجَ الثَّنِيَّتَيْنِ، إِذَا تَكَلَّمَ رُئِيَ كَالنُّورِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ ثَنَايَاهُ»

Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam hadīts ini membawakan riwayat dari Abdullāh ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā lengkap dengan sanad yang beliau miliki, ketika mensifati gigi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Abdullāh ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَجَ الثَّنِيَّتَيْنِ

"Gigi seri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam أفلج (memiliki jarak)."

Maksudnya, pada gigi seri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam baik atas maupun bawah yang semuanya berjumlah delapan, memiliki jarak antara satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain ada celah di antara gigi-gigi seri Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⇒ Dan ini menunjukan keindahan pada gigi yang Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam miliki.

Kemudian Abdullāh ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā juga menyampaikan keindahan yang bisa terlihat dari keduanya saat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berbicara :

إِذَا تَكَلَّمَ رُئِيَ كَالنُّورِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ ثَنَايَاهُ

"Jika Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang berbicara seakan-akan ada cahaya (nūr) yang yang terlihat dari gigi seri Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam."

Kedudukan Hadīts:

Hadīts ini merupakan hadīts yang dhaif, Imām At Tirmidzī pun tidak mengeluarkannya dalam kitāb Sunnan beliau.

Namun hadīts ini selain tercantum dalam kitāb Syamāil, Al Imām Ath Thabarani juga mencantumkannya dalam Al mu'jam Al Kabīr dengan nomor 12181 dan Al Mu'jam Al Ausath dengan nomor 767.

Apa sebab hadīts ini didhaifkan?

⇒ Kedhaifan hadīts ini disebabkan karena Abdul Azīz ibnu Abī Tsābit Al Juhriy, dia adalah seorang rawi yang matrūk (ditinggalkan hadītsnya).

Dan beliau berubah menjadi dhaif (lemah)  karena  kitāb-kitāb yang beliau miliki terbakar.
Setelah kitāb-kitāb beliau terbakar, beliau memberikan hadīts dari hafalannya, sehingga banyak sekali kesalahan yang beliau timbulkan.

(Hal ini bisa dilihat dalam kitāb Taqrib At Tahdzib dengan nomor 4114)

Jika hadīts ini dhaif apa yang bisa kita simpulkan ?

Jika hadīts ini dhaif, maka saat kita mengambil pelajaran hadītsnya, kita cukup memahaminya, tanpa harus memastikan kebenaran isi hadītsnya.

Dengan kata lain, kita hanya bisa mengatakan "mungkin atau bisa jadi", gigi seri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki jarak antara satu dengan yang lainnya.

Dan kita pun tidak bisa memastikan bahwa gigi seri Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak memiliki jarak antara satu dengan yang lainnya.

Apalagi jika dalam hadīts dhaif tersebut, masih didukung hadīts-hadits yang lain.

Dan dahulu para ulamā hadīts semisal Imām Ahmad dan Abdurrahman bin Mahdi rahimahumāllāh mengatakan :

إذا روينا في الثواب والعقاب وفضائل الأعمال تساهلنا في الأسانيد والرجال، وإذا روينا في الحلال والحرام والأحكام تشددنا في الرجال

"Saat kami meriwayatkan hadīts yang berkaitan dengan pahala, hukuman dan fadhail a'mal (keutamaan amalan) kami mempermudah syarat rawinya. Namun jika kami meriwayatkan pada permasalahan halal dan haram serta hukum-hukum agama, kami memberikan kriteria dan syarat-syarat yang ketat terhadap para perawi hadītsnya."

Dan untuk memahami kaidah ini dengan baik, dan tidak terjadi salah faham, maka anda bisa memperlajari ilmu hadīts lebih dalam lagi.

Catatan :

Ketika dikatakan ada cahaya yang bisa terlihat melalui celah gigi seri Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam ataupun wajah Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam seperti bulan.

Sebagian orang meyakini bahwa cahaya tersebut adalah cahaya asli, cahaya yang bisa menerangi sekelilingnya, ini merupakan keyakinan yang keliru.

Bahkan yang lebih parah lagi, ada orang yang berkeyakinan bahwa Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak memiliki bayangan, dikarenakan cahaya-cahaya tersebut.

Sekali lagi ini merupakan keyakinan yang keliru.

Coba kita simak kisah Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā berikut ini:

Suatu malam aku pernah kehilangan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dari ranjangku, ku coba untuk mencari Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam dan akhirnya aku bisa menemukan kedua telapak kaki Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang tegak (karena sujud).

Saat itu Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَبِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

"Yā Allāh.... Aku berlindung dengan keridhāan Mu dari kemurkaan Mu, aku juga berlindung dengan sifat pengampun Mu dari hukuman Mu, Aku pun berlindung kepada Mu dari Mu, aku tidak mampu untuk menghitung pujian yang harus aku berikan kepada Mu, Engkau terpuji, sebagaimana pujian Mu atas diri Mu."

Dari hadīts ini kita faham, bahwa sekeliling Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam saat itu tidak terang, sehingga Ibunda Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā harus berjalan meraba-raba.

Seandainya apa yang sebagian orang yakini itu benar, bahwasanya cahaya yang terdapat dalam hadīts-hadīts tersebut merupakan cahaya asli, tentu Ibunda Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā tidak perlu susah-susah meraba-raba untuk menemukan Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

(Kisah ini shahīh diriwayatkan oleh Imām Muslim dalam hadīts nomor 486)

Semoga pembahasan ini bermanfaat.

Wallāhu A'lam Bishawāb
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 25 Rabi’ul Akhir 1440 H / 02 Januari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 15 | Kesimpulan
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, KESIMPULAN
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, kita telah membaca hadīts -hadīts yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagaimana dibawakan oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam kitāb Asy Syamāil dari hadīts nomor  1 hingga nomor 15.

Setelah kita membaca hadīts-hadīts tersebut dapat kita simpulkan beberapa hal diantaranya :

√ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang memiliki tinggi ideal (tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, akan tetapi lebih dekat dengan ketinggian).

√ Kulit Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam putih kemerahan, rambut Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam sedikit bergelombang, dan saat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam meninggal uban Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak lebih dari dua puluh helai.

√ Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam juga memiliki mulut yang relatif besar.

⇒ Kata para ulamā itu menunjukan akan kefasihan yang Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam miliki.

√ Putih Mata Beliaupun ada sedikit warna merahnya, sebagian shahābat mengatakan bahwa wajah Beliau seperti bulan, dalam bentuk dan pancaran sinarnya bukanlah seperti pedang, walaupun sebagian ulamā mengatakan bahwa wajah Beliau tidak bundar seratus persen.

√ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun juga seorang yang kuat dan perkasa, dada Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam bidang (luas), persendian Beliau besar, bahkan kepala Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam juga besar.

Saat berjalanpun Beliau berjalan cukup cepat, seakan-akan sedang berjalan menurun.

Terkadang rambut Beliau mencapai pundak terkadang sampai pada daun telinga, dengan tumit yang tidak banyak dagingnya. Setiap orang yang memangdangnya akan merasa sejuk dan bahagia.

Demikian sifat-sifat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam yang bisa saya rangkungkan dari hadīts-hadīts yang dinyatakan shahīh oleh sebagian ulamā.

Dan pembahasan sifat-sifat fisik Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ini, akan bermanfaat bagi seseorang ketika ia bermimpi atau saat nanti diakhirat.

Jika  ia melihat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan ciri-ciri tersebut maka orang tersebut telah benar-benar melihat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Akan tetapi, jika ada orang yang mengaku bermimpi bertemu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam lalu ciri-ciri yang disebutkan tidak sama dengan hadīts-hadīts shahīh yang kita perlajari atau orang tersebut hanya mengatakan:

"Saya bertemu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam mimpi dan Beliau berbentuk seperti cahaya dan mengatakan perkataan seperti ini.'

Maka kita katakan kepada orang tersebut bahwa, "Ia tidak bermimpi bertemu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, bisa saja ia bertemu dengan syaithān yang mengaku dengan nabi."

Lalu jika ada yang bertanya, setelah pembahasan-pembahasan yang dilalui ini, "Bagaimana dengan sifat-sifat beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts-hadīts yang dhaif?"

Kita katakan bahwa sifat-sifat beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam yang teriwayatkan dalam hadīts dhaif, tetap kita fahami dan kita hafalkan, namun kita tidak tidak bisa memastikan kebenarannya 100%.

Yang bisa kita katakan adalah, "Mungkin atau boleh jadi atau bahasa-bahasa yang semisalnya". 

Dan sebagaimana telah lalu penjelasannya, bahwa selain halal dan haram serta hukum-hukum agama, para ulamā hadīts sedikit memberikan kelonggaran dalam meriwayatkan hadīts.

Kemudian dalam pertemuan selanjutnya kita akan membaca hadīts-hadīts yang berkaitan dengan cap kenabian yang berada pada punggung Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Bagaimana bentuknya, apa wujudnya, dimanakah tempatnya dan apa warnanya?

Al Imām At Tirmidzī memberikan judul untuk pembahasan tersebut dengan mangatakan:

بَابُ مَا جَاءَ فِي خَاتَمِ النُّبُوَّةِ

"Bab yang menyebutkan riwayat-riwayat tentang khātam atau cap kenabian"

Dalam bab ini, Al Imām At Tirmidzī akan membawakan sekitar delapan hadīts yang berkaitan dengan cap kenabian ini.

Dari delapan hadīts ini, tujuh hadīts dihukumi shahīh atau kuat oleh sebagian ulamā, dan satu hadīts yang lainnya dihukumi dhaif dengan dua sebab yang menjadikan hadīts tersebut dhaif.

Untuk pembahasan rincinya, in syā Allāh akan kita bahas pada pertemuan selanjutnya.

Wallāhu A'lam Bishawāb

Semoga bermanfaat.
_____________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 22 Jumādā Ūlā 1440 H / 28 Januari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 16 | Hadits 16
〰〰〰〰〰〰〰

KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 16

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, kita telah menyelesaikan hadīts-hadīts yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan kali ini kita akan memasuki bab baru yaitu bab tentang cap kenabian.

Pada hari ini kita akan masuk pada hadīts ke-16.

Imām At Tirmidzī rahimahullāh mengatakan:

حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، عَنِ الْجَعْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ، قَالَ : سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ , يَقُولُ : ذَهَبَتْ بِي خَالَتِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ ابْنَ أُخْتِي وَجِعٌ . فَمَسَحَ رَأْسِي وَدَعَا لِي بِالْبَرَكَةِ ، وَتَوَضَّأَ ، فَشَرِبْتُ مِنْ وَضُوئِهِ ، " وَقُمْتُ خَلْفَ ظَهْرِهِ ، فَنَظَرْتُ إِلَى الْخَاتَمِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ، فَإِذَا هُوَ مثل زِرِّ الْحَجَلَةِ "

Imām At Tirmidzī mengeluarkan hadīts ini lengkap dengan sanad yang beliau miliki hingga As Sāib Ibnu Yazid radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Beliau  berkata:

Aku dibawa bibiku menuju Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, lalu bibiku berkata:

"Wahai Rasūlullāh, putra saudariku ini sedang menderita sakit."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun mengusap kepalaku lalu mendo'akan ku dengan keberkahan.

Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pun berwudhū' sehingga aku bisa minum dari sisa air wudhū Beliau. Kemudian aku berdiri dibelakang Beliau sehingga aku bisa melihat cap kenabian di antara kedua pundaknya,  ternyata cap itu seperti telur burung hajalah.

Hadīts ini merupakan hadīts yang shālih. Minimal Imām Bukhāri menyebutkan sebanyak empat kali di dalam kitāb Shālihnya. Beliau menyebutkan hadīts ini dengan nomor 190, 3541, 5670 dan 6352.

Dan Imām Muslim juga meriwayatkan hadīts ini dengan nomor 2345, sehingga kita simpulkan bahwa hadīts ini merupakan hadīts yang shahīh (muttafaqun 'alayhi).

Kemudian kita akan mencoba mengambil beberapa pelajaran dari hadīts tersebut.

Di antaranya:

(( سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ , يَقُولُ))

⑴ Aku mendengar Sāib Ibnu Yazid berkata:

Sāib Ibnu Yazid, beliau adalah seorang shahābat yang lahir pada tahun 2 (dua) Hijriyyah, beliau juga meriwayatkan beberapa hadīts.

Dalam Shahīh Al Bukhāri bisa ditemukan setidaknya lima hadīts dan dalam Shahīh Muslim satu hadīts.

(( ذَهَبَتْ بِي خَالَتِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ))

⑵ Bibiku membawaku kepada Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Ibnu Hajar rahimahullāh berkata:

"Aku tidak menemukan sebuah referensi yang menyebutkan nama bibinya."

Para ulamā mengatakan, jika Ibnu Hajar rahimahullāh sudah mengatakan tidak menemukan nama seseorang dari sebuah hadīts maka kita tidak perlu mencarinya karena kita akan susah mencarinya, bahkan kita tidak akan mungkin menemukannya, karena banyaknya referensi-referensi Ibnu Hajar di dalam mensyarah kitāb Shahīh Al Bukhāri.

Kemudian lafazh hadīts tersebut:

(( يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ ابْنَ أُخْتِي وَجِعٌ ))

⑶ (Kemudian bibiku berkata:) "Wahai Rasūlullāh, anak saudariku ini sedang sakit."

Sebagian ulamā mengatakan bahwa sakit yang diderita oleh As Sāib berada pada kakinya, hal itu berdasarkan hadīts Shahīh Al Bukhāri.

Namun sebagian ulamā lain mengatakan bahwa sakitnya berada pada kepala As Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu. Berdalīlkan karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengusap kepala beliau sebagaimana di sebutkan di dalam hadīts ini.

Dan sebagian yang lain mengatakan antara sakit kaki dan kepala, tidak ada pertentangan padanya. Keduanya bisa disatukan, mungkin sakit pada kaki beliau memberikan rasa sakit kepada badan yang lainnya hingga kepala beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhu).

(( فَمَسَحَ رَأْسِي))

⑷ "Kemudian beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengusap kepalaku."

Sebagaimana telah berlalu penjelasannya, sebagaian ulamā menggunakan lafazh ini untuk menyatakan bahwa sakit yang diderita oleh As Sāib berada pada kepala beliau dan telah kita sampaikan antara pendapat yang menyatakan bahwa beliau sakit kaki ataupun sakit kepala bisa digabungkan dan tidak saling bertentangan.

Usapan seorang dewasa kepada kepala anak kecil memberikan rasa kasih sayang, perasaan dekat dan ketenangan dan ini sangat memberikan efek yang baik bagi seorang yang sakit tentunya.

(( وَدَعَا لِي بِالْبَرَكَةِ))

⑸ "Lalu beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mendo'akan ku dengan keberkahan:"

Para ulamā menerangkan bahwa berkah adalah tergapainya kebaikan dengan selalu bertambah dan berkembang.

Pada sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mendo'akannya dengan mengatakan: بارك الله فيك (demoga Allāh memberkahimu).

Dan do'a ini dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga beliau tetap segar bugar hingga akhir hayatnya, sebagaimana riwayat yang mengatakan bahwa beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhu) tetap segar bugar dan seluruh fungsi pendengaran serta penglihatannya dalam keadaan optimal hingga beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhu) berumur 94 tahun. Sebagaimana disebutkan di dalam Shahīh Bukhāri nomor 3540.

Dan beliau (radhiyallāhu ‘anhu) menyampaikan bahwa sebab kekuatan, kebugaran dan kesehatan beliau karena do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Oleh karena itu hendaknya kita berusaha bersemangat untuk melakukan sesuatu yang ada do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam padanya.

Kita ambil contoh (misalnya):

√ Membangunkan suami /istri untuk bangun malam kemudian shalāt.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mendo'akan mereka dengan rahmat:

"Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla  merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari dan shalāt kemudian membangunkan istrinya, jika ia enggan ia percikan air pada wajah istrinya."

"Dan semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla merahmati seorang istri yang bangun malam hari lalu shalāt kemudian membangunkan suaminya, jika ia engan maka ia percikan air pada wajah suaminya."

Dan hadīts-hadīts lain yang semisal dengan hadīts ini.

Pada intinya hendaknya kita bersemangat untuk meraih do'a Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, karena do'a beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah do'a mustajābah.

(( وَتَوَضَّأَ ))

⑹ "Lalu beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) berwudhū."

Sebagian ulamā mencoba mencari sebab wudhū Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ini.

Sebagian mengatakan bahwa wudhū Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah murni wudhū untuk menghilangkan hadats, namun sebagian yang lain mengatakan bahwa wudhū Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ini sengaja agar shahābat As Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu bisa mengambil bārakah dari air wudhū yang Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) gunakan.

Dan tabarruk (mencari berkah) dari tubuh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam merupakan sesuatu yang diperbolehkan dan ini merupakan kekhususan bagi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak bisa diqiyāskan kepada yang lainnya.

(( فَشَرِبْتُ مِنْ وَضُوئِهِ ))

⑺ "Lalu aku minum dari bekas air wudhū beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)."

Sebagaimana telah berlalu bahwa mencari keberkahan dari tubuh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (air ludah, keringat, rambut, sisa air wudhū yang beliau gunakan) merupakan hal yang diperbolehkan.

Dan dalam hadīts ini shahābat Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau mencari bārakah dengan minum bekas air wudhū dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan sekali lagi, ini merupakan kekhususan dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

(( وَقُمْتُ خَلْفَ ظَهْرِهِ))

⑻ "Kemudian aku berdiri di belakang beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)."

Mungkin beliau melakukan ini karena alasan adab, ada juga yang mengatakan bahwa beliau (Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu) sengaja berdiri dibelakang Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dengan tujuan untuk melihat cap kenabian dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

(( فَنَظَرْتُ إِلَى الْخَاتَمِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ))

⑼ "Aku pun melihat cap kenabian berada di antara dua pundak beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)."

Ketika mengatakan ini beliau (Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu) tidak memaksudkan bahwa cap kenabian berada ditengah-tengah, karena dalam riwayat lain cap kenabian ini lebih dekat kepada pundak kiri (maksudnya dibelakangnya).

Dan sebagian ulamā mencoba mencari hikmah kenapa cap kenabian dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini berada dibelakang pundak kiri.

Sebagian mengatakan tujuannya agar lebih dekat dengan jantung, ada juga yang mengatakan tujuannya untuk menutup pintu masuk syaithān, karena tempat tersebut di sinyalir sebagai tempat masuk syaithān ke dalam tubuh, Wallāhu Ta'āla A'lam

(( فَإِذَا هُوَ مثل زِرِّ الْحَجَلَةِ ))

⑽ "Ternyata cap kenabian itu seperti telur burung hajalah,"

Telur burung hajalah besarnya hampir sama dengan telur burung merpati, sehingga pada pembahasan ini kita bisa mengambil kesimpulan.

Bahwasanya:

① Cap kenabian berada di antara pundak Beliau, namun tidak di tengah-tengah dan lebih dekat dengan pundak kiri.

② Ukuran cap kenabian ini kurang lebih seperti telur burung merpati.

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam bishawāb.
_________________________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 23 Jumādā Ūlā 1440 H / 29 Januari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 17 | Hadits 17 dan 18
〰〰〰〰〰〰〰

KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 17 DAN 18

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, kita telah menyelesaikan 16 (enam belas) hadīts dari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah. Kali ini kita akan mencoba membahas hadīts-hadīts selanjutnya yaitu hadīts nomor 17 yang menggambarkan tentang warna dan ukuran dari cap kenabian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

*• Hadīts ke-17*

Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh mengatakan:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَعْقُوبَ الطَّالْقَانِيُّ ، قَالَ : حدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ جَابِرٍ ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ ، قَالَ : " رَأَيْتُ الْخَاتَمَ بَيْنَ كَتِفَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , غُدَّةً حَمْرَاءَ , مثل بَيْضَةِ الْحَمَامَةِ " 

Al Imām At Tirmidzī meriwayatkan hadīts ini sesuai dengan jalur periwayatan yang beliau miliki hingga shahābat Jābir bin Samurah radhiyallāhu ta'āla 'anhumā. Beliau bercerita:

"Aku pernah melihat cap kenabian yang terletak di antara dua pundak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (kelenjar merah seukuran telur burung merpati)."

√ Hadīts ini merupakan hadīts yang shahīh, yang dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.

√ Hadīts ini juga dikeluarkan oleh Imām At Tirmidzī di dalam Sunnan beliau dengan nomor 3644.

√ Hadīts ini juga dikeluarkan oleh Imām Muslim dengan nomor 2344.

Pelajaran dari hadīts ini:

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki cap kenabian yang berupa kelenjar (sepotong daging) yang berwarna merah seukuran dengan telur burung merpati.

Hadīts ini tidak bertentangan dengan hadīts Imām Muslim yang menyatakan bahwa warnanya seperti warna kulit Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) karena sebagaimana telah berlalu bahwa warna kulit Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah putih kemerahan.

*• Hadīts yang ke-18*

Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh mengatakan:

حدّثنا أبو مثعب المديني، قالت حدثنايُوسُفُ بْنُ الْمَاجِشُونِ , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ , عَنْ جَدَّتِهِ رُمَيْثَةَ قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ أَشَاءُ أَنْ أُقَبِّلَ الْخَاتَمَ الَّذِي بَيْنَ كَتِفَيْهِ مِنْ قُرْبِي لَفَعَلْتُ يَقُولُ لِسَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ يَوْمَ مَاتَ اهْتَزَّ لَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ

Pada hadīts ke-18 ini, Imām At Tirmidzī membawakan hadīts dengan sanad yang beliau miliki hingga Rumaytsah radhiyallāhu ta'āla 'anhā. Beliau berkata:

Aku mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, saat itu aku sangat dekat dengan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam), seandainya aku mau mencium cap kenabian yang berada di antara kedua pundak beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pasti bisa, ketika itu Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengatakan tentang Sa'ad Ibnu Mu'ādz waktu meninggal, " 'Arsyurahman bergoncang dengan kematiannya."

Hadīts ini merupakan hadīts yang shahīh, dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy dan hadīts ini dikeluarkan oleh Imām Ahmad nomor 26793 dan dishahīhkan oleh Syu'aib Al Arnaut.

Rumaytsah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, adalah seorang shahābat yang memiliki dua hadīts:

⑴ Hadīts ini (sedang kita bahas).
⑵ Hadīts tentang shalāt dhuha yang beliau riwayatkan dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā.

Pada hadīts ini beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhā) ingin meriwayatkan perkataan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang Sa'ad bin Mu'ādz, pemimpin kaum Anshār dan seorang yang sangat disegani dan dituruti oleh kaumnya.

Beliau (Sa'ad bin Mu'ādz) meninggal dalam usia 37 tahun, pada saat perang Khandaq karena panah yang menancap pada tangan beliau yang menyebabkan darah tidak berhenti mengalir hingga berbentuk genangan.

Dan hadir pada prosesi penguburannya, 70 ribu malāikat dan saat itu pintu langit terbuka untuknya. Sebagaimana disebutkan di dalam hadīts dari An Nassā'i nomor 2055 yang di shahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh. Hal ini menunjukkan akan keutamaan beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhu).

Pada saat meriwayatkan hadīts ini, beliau menyelipkan sebuah kabar tentang cap kenabian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang berada di antara dua pundak Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Dan ini menguatkan akan keberadaan cap kenabian tersebut.

Itulah yang bisa kita ambil dari hadīts ini.

Kemudian sebelum kita akhiri, perlu ada catatan ketika kita mendengar hadīts-hadīts yang semisal dengan hadīts ini.

" 'Arsyurahman berguncang" dan sebagainya, kita imani sebagaimana datangnya, tidak perlu ditanyakan bagaimana bergoncangnya, tidak perlu dipermisalkan dengan sesuatu, karena kita belum pernah melihat 'Arsyurahman yang mana dia adalah makhluk yang paling besar dari ciptaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jika kita tidak bisa tahu bagaimana listrik itu bergetar tanpa alat bantu, bagaimana mungkin kita bisa menggambarkan bergetarnya makhluk Allāh yang sangat besar ini.

Kemudian, kita tidak boleh mengingkarinya dengan mengatakan, " 'Arsyurahman tidak bergetar, yang bergetar adalah para malāikat pembawanya."

Atau ucapan-ucapan semisalnya.

Kita pun tidak perlu menyelewengkan maknanya sebagaimana contoh tadi.

√ Cukup imani.

√ Tanpa ditanyakan.

√ Tanpa dimisalkan.

√ Tanpa ditolak.

√ Dan tanpa diselewengkan maknanya.

Semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb
__________________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 24 Jumādā Ūlā 1440 H / 30 Januari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 18 | Hadits 19
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 19

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, kita masih diberi kesempatan untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.

Pada kesempatan kali ini kita akan membaca hadīts nomor 19 yang merupakan potongan dari hadīts ke-7 yang telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya (pertemuan ke-7).

Dan telah kita sampaikan pada pertemuan tersebut bahwa hadīts ini adalah hadīts yang dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdurrazāq dan Syaikh Al Albāniy rahimahullāh.

Adapun hadīts tersebut adalah:

Imām At Tirmidzī rahimahullāh mengatakan:

حدّثنا أَحمَدُ بْنُ عَبدَةَ الضَّبِّيُّ وَ عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ وَغَيرُوا حِدٍ، قَالُوا: حدّثنا عِيسى بْنُ يُونُسَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ اللّه،  مَولَى غُفْرَةَ. قَالَ حَدَّثَنِي إبراهيمُ بن مُحَمَّدٍ مِن وَلَدِ عَلِيِّ بن أبي طالِبٍ رضى الله عنه، قَالَ كَانَ عَلِيِّ إذَا وَصَفَ رَسُول اللّه ﷺ فَذَكَرَ الحَدِيثَ بِطُولِهِ، وَقَالَ: بَينَ كَتِفَيهِ خَاتَمُ النُّبُوَّةِ و هو خَاتَمُ النَّبِيِّينَ

Imām At Tirmidzī rahimahullāh, pada hadīts ini kembali membawakan potongan hadīts nomor 7 sesuai dengan sanad yang Beliau miliki, bahwa dahulu shahābat Āli bin Abī Thālib radhiyallāhu ta'āla 'anhu jika sedang bercerita tentang sifat-sifat Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts tersebut beliau sebutkan dengan panjang lebar.

Dan salah satu sifat yang beliau sebutkan adalah:

"Di antara pundak Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ada cap kenabian yang mana Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah penutup para nabi."

Tujuan imām At Tirmidzī menyebutkan hadīts ini adalah untuk membawakan hadīts yang sesuai dengan bab yang beliau buat, yaitu bab tentang cap kenabian.

Bahwa cap kenabian itu benar adanya dan berada diantara dua pundak Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan telah berlalu penjelasannya bahwa cap itu tidak ditengah-tengah akan tetapi lebih dekat dengan pundak kiri Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Walaupun hadīts ini dhaif akan tetapi didukung oleh banyak hadīts shahīh yang menyatakan bahwa ada cap kenabian di antara kedua pundak Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Kemudian Imām At Tirmidzī rahimahullāh kembali menyebutkan sebuah hadīts yang berkaitan dengan cap kenabian yang menjelaskan bahwa salah satu cirinya adalah cap kenabian tersebut ada pada rambutnya.

Imām At Tirmidzī rahimahullāh ta'āla berkata:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بنُ بَشَّار، قال حَدَّثَنَا أَبُو عَصِمٍ، قَالَ حدَّثَنَا عَزْرَةُ بن ثَابِتٍ، قَالَ حَدَّثَنَا عِلْبَاءُ بن أَحْمَر قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو زَيْدٍ عَمْرُو بن أَخْطَبَ الأَنْصَارِي رضي اللّه عنه قالَ لِي رسو اللّه ﷺ يَاأَبَا زَيدٍ أُدْنُ مِنِّي فَامْسَحْ ظَهْرِي فَمَسَحتُ ظَهرَهُ، فَوَ قَعَتْ أَصَابِعِي عَلَى الخَاتَمِ قُلْتُ وَمَا الخَاتَمُ؟ قَالَ شَعَرَاتٌ مُجْتَمِعَاتٌ

Imām At Tirmidzī membawakan hadīts ini lengkap dengan sanad yang beliau miliki hingga Abū Zaid 'Amr ibnu Akhthab Al Anshāry radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau bercerita:

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah berkata kepadaku, "Wahai Abū Zaid, mendekatlah. Coba kamu usap punggungku."

Akupun mengusap punggung Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dan secara tidak sengaja jari jemariku mendapati cap kenabian.

(Al 'Ilbā' perawi dari Abū Zaid berkata,) "Apa itu cap kenabian?"

Abū Zaid menjawab, "Kumpulan rambut-rambut."

Syaikh Albāniy rahimahullāh mengatakan bahwa sanad hadīts ini shahīh sebagaimana syarat Imām Muslim.

Kemudian kita akan membahas sedikit demi sedikit lafazh-lafazh dan kalimat-kalimat yang terdapat pada hadīts ini.

(( يَاأَبَا زَيدٍ أُدْنُ مِنِّي فَامْسَحْ ظَهْرِي))

"Wahai Abū Zaid mendekatlah, coba kamu usap punggungku."

Pada kalimat ini kita mengetahui akan adab Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, Beliau tidak memanggil shahābatnya dengan namanya langsung, akan tetapi Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) memanggil dengan kunyahnya.

Dan sebagian ulamā mengatakan bahwa hal ini menunjukkan kesantunan Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada para shahābatnya.

Kemudian saat Abū Zaid radhiyallāhu ta'āla 'anhu diperintahkan untuk mengusap punggung Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam), ia mungkin beranggapan bahwa ada sesuatu di punggung Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang membuatnya tidak nyaman dan ternyata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan hal tersebut hanya ingin memuliakan Abū Zaid 'Amr ibnu Akhthab radhiyallāhu ta'āla 'anhu dengan memegang jasad beliau yang mulia.

Bahkan memegang cap kenabian yang Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) miliki. Dan ini semua menunjukkan akan kedekatan Abū Zaid 'Amr ibnu Akhthab kepada Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Atau menunjukkan tentang kedekatan Abū Zaid 'Amr ibnu Akhthab dengan Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam.

(( فَمَسَحتُ ظَهرَهُ، فَوَ قَعَتْ أَصَابِعِي عَلَى الخَاتَمِ))

"Aku pun mengusap punggung Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dan tidak sengaja jari jemariku mendapati cap kenabian."

Kalimat ini menunjukkan bahwa shahābat Abū Zaid radhiyallāhu ta'āla 'anhu melaksanakan apa yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam perintahkan dengan segera. Dan saat melaksanakan apa yang diperintah oleh Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam Abū Zaid secara tidak sengaja menyentuh cap kenabian yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam miliki.

(( قُلْتُ وَمَا الخَاتَمُ؟))

"Aku bertanya, apa itu cap kenabian?"

Yang bertanya adalah murid atau rawi dari Abū Zaid yang bernama 'Ilbā'.

Pada penggalan hadīts ini kita ambil pelajaran, di antaranya:

⑴ Hendaknya seorang murid bertanya kepada guru, apa yang belum mereka pahami.

⑵ Hendaknya seorang murid juga bersemangat untuk mendapatkan faedah-faedah serta pelajaran-pelajaran yang bermanfaat dari guru-gurunya.

((  قَالَ شَعَرَاتٌ مُجْتَمِعَاتٌ))

Ia menjawab, "Kumpulan rambut-rambut."

Maksudnya adalah rambut yang berkumpul pada satu tempat mungkin disekeliling cap atau di atasnya (Wallāhu A'lam).

Jangan disalah artikan bahwa cap kenabian tersebut hanya berupa rambut-rambut yang berkumpul pada satu tempat, akan tetapi hadīts ini adalah hadīts yang menyebutkan sifat tambahan bagi pelajaran yang telah lalu yang menyatakan bahwa cap kenabian adalah sebuah kelenjar atau potongan daging yang berwarna merah seukuran dengan telur burung merpati.

Sehingga hadīts ini tidak bertentangan dengan hadīts-hadīts yang lainnya atau yang telah lalu.

Wallāhu Ta'āla Bishawāb.

Semoga bermanfaat.
______________________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 20 Jumādā AtsTsānī 1440 H / 25 Februari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 19 | Hadits 20
〰〰〰〰〰〰〰

KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 20

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, kita masih diberi kesempatan untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.

Pada pertemuan kali ini kita akan membaca kisah dari shahābat Salmān Al Farisy radhiyallāhu ta'āla 'anhu ketika beliau menguji tanda-tanda kenabian Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam yang pernah ia dapatkan dari pendeta (guru beliau) sebelum beliau memeluk Islām.

Informasi yang didapatkan shahābat Salman Al Farisy di antaranya bahwa waktu pengutusan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah dekat (telah tiba), ciri-cirinya adalah tidak memakan sedekah namun memakan hadiah dan memiliki cap kenabian.

Al Imām At Tirmidzī menceritakan kisah ini dengan nomor hadīts 21 (kok 21? Harusnya 20, wallahu a’lam) dengan mengatakan:

حَدَّثَنَا أَبُو عَمَّارٍ الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ الْخُزَاعِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ بُرَيْدَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي بُرَيْدَةَ، يَقُولُ: جَاءَ سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، حِينَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ بِمَائِدَةٍ عَلَيْهَا رُطَبٌ، فَوَضَعَهَا بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: يَا سَلْمَانُ مَا هَذَا؟ فَقَالَ: صَدَقَةٌ عَلَيْكَ، وَعَلَى أَصْحَابِكَ، فَقَالَ: ارْفَعْهَا، فَإِنَّا لا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ، قَالَ: فَرَفَعَهَا، فَجَاءَ الْغَدَ بِمِثْلِهِ، فَوَضَعَهُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: مَا هَذَا يَا سَلْمَانُ؟ فَقَالَ: هَدِيَّةٌ لَكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لأَصْحَابِهِ: ابْسُطُوا ثُمَّ نَظَرَ إِلَى الْخَاتَمِ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَآمَنَ بِهِ، وَكَانَ لِلْيَهُودِ فَاشْتَرَاهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، بِكَذَا وَكَذَا دِرْهَمًا عَلَى أَنْ يَغْرِسَ لَهُمْ نَخْلا، فَيَعْمَلَ سَلْمَانُ فِيهِ، حَتَّى تُطْعِمَ، فَغَرَسَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، النَّخلَ إِلا نَخْلَةً وَاحِدَةً، غَرَسَهَا عُمَرُ فَحَمَلَتِ النَّخْلُ مِنْ عَامِهَا، وَلَمْ تَحْمِلْ نَخْلَةٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَا شَأْنُ هَذِهِ النَّخْلَةِ؟ فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَا غَرَسْتُهَا، فَنَزَعَهَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَغَرَسَهَا فَحَمَلَتْ مِنْ عَامِهَا.

Imām At Tirmidzī menceritakan cerita ini dengan sanad yang beliau miliki:

Ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tiba di Madīnah, Salmān datang membawa hidangan yang ada kurma mudanya. Dia meletakkan hidangan itu di hadapan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertanya:

"Apa ini wahai Salmān?"

Salmān berkata:
"Ini adalah sedekah untuk baginda dan shahābat-shahābat baginda."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:
"Angkatlah karena kami tidak berkenan memakan sedekah."

Lalu Salmān mengangkatnya (sedekah) kemudian di keesokan harinya ia membawa bawaan yang serupa dan meletakkannya di hadapan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kemudian beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) bertanya:
"Apa ini wahai Salmān?"

Salmān berkata:
"Ini adalah hadiah untuk baginda."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda kepada para shahābat beliau:
"Mari kita makan."

Lalu Salmān melihat tanda kenabian di punggung Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian dia beriman dengan Neliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Sebelumnya Salmān adalah budak milik seorang Yahūdi, kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membelinya sekian dirham dengan syarat tambahan Beliau menanam pohon kurma dan Salmān bekerja di sana hingga berbuah.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun menanam kurma untuk Salmān kecuali satu pohon yang ditanam oleh Umar.

Pada tahun itu kurma yang ditanam Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berbuah semuanya kecuali satu pohon saja.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertanya:
"Ada apa dengan kurma ini?"

Umar berkata:
"Aku yang menanamnya, wahai Rasūlullāh."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mencabutnya kemudian menanam kembali, lantas kurma tersebut berbuah pada tahun itu juga.

Syaikh Albāniy rahimahullāh memberikan komentar tentang hadīts ini dengan mengatakan, "Sanad hadīts ini hasan." Dan hadīts ini diriwayatkan juga oleh Imām Ahmad dengan nomor 22997.

Dari hadīts ini kita bisa mengambil beberapa pelajaran, di antaranya:

⑴ Terkadang hidayah itu harus dicari bukan ditunggu karena Salmān Al Farisy di sini tidak menunggu didatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, akan tetapi beliau (Salmān) mencari jalan kebenaran sampai bertahun-tahun lamanya.

⑵ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak halal memakan sedekah, begitu pula ahlul baitnya. Karena ketika Salmān radhiyallāhu ta'āla 'anhu datang membawa sedekah Beliau tidak memakannya.

⑶ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diperbolehkan memakan hadiah. Karena saat Salmān radhiyallāhu ta'āla 'anhu datang untuk kedua kalinya dengan membawa makanan dan mengatakan bahwa itu adalah hadiah maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memakannya dan memerintahkan orang-orang disekeliling Beliau untuk ikut makan.

⑷ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki cap kenabian dan hal itu merupakan satu hal yang diketahui oleh orang-orang ahli kitāb. Bahkan mereka mengenali ciri-ciri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagaimana mereka mengenali anak Mereka sendiri.

Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla firmankan:

ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَـٰهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ يَعْرِفُونَهُۥ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمْ

"Orang-orang (Yahūdi dan Nashrāni) yang telah Kami beri Al Kitāb (Taurāt dan Injīl) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri."
(QS Al Baqarah: 146)

Dan ayat ini diulang hingga dua kali dengan redaksi yang sama dalam Al Qur'ān.
⑴ QS Al Baqarah: 146
⑵ QS Al An'ām: 20

⑸ Semangat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam akan kebaikan umatnya, yang di sini ditunjukkan dengan keikutsertaan Beliau untuk menanam kurma sebagai syarat pembebaskan Salmān dan ini juga menunjukkan kerendahan hati yang dimiliki Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⑹ Pada hadīts ini juga ada tanda-tanda kenabian yang mana kurma-kurma yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tanam secara langsung berbuah pada tahun yang sama.

Dan ada satu pohon kurma yang tidak berbuah karena bukan ditanam oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, yang mana kurma tersebut ditanam oleh Umar. Kemudian Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) cabut dan Beliau tanam lagi hingga akhirnya berbuah pada tahun yang tersebut.

⑺ Akad adalah suatu hal yang penting dalam agama kita. Saat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diberi sedekah beliau tidak memakannya dan saat beliau diberi hadiah beliau memakannya. Padahal objeknya sama dan jenis makanan yang dibawa pun sama yang berbeda adalah niat dan akad. Pemberi yang pertama berniat sedekah dan pemberi kedua berniat hidayah.

Itulah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari hadīts dari Salmān Al Farisy dalam bab ini.

Wallāhu A'lam bish Shawwāb.

Kita cukupkan sampai disini dan tidak menutup kemungkinan akan ada pelajaran-pelajaran lain dari hadīts tersebut.
_______________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar